Isnin, 29 Jun 2009

PERANAN DAN AKTIVITI SURAU DALAM MASYARAKAT MELAYU RAO

PERANAN DAN AKTIVITI SURAU DALAM MASYARAKAT MELAYU RAO
Afriadi Sanusi


Abstrak
Kertas kerja ini membahaskan tentang Peranan dan Aktiviti Surau dalam Masyarakat Melayu Rao. Kajian ini menggunakan metode kepustakaan, (library research) pengamatan, temu bual, dan kajian historis dengan menggunakan kaedah analisis data secara induktif, deduktif dan komparatif. Objek yang dikaji adalah peranan dan aktiviti surau di Rao dan membandingkannya dengan pengamalanya terhadap masyarakat keturunan Rao di Malaysia. Hasil kajian ini diharap dapat memberikan suatu gambaran yang jelas tentang peranan dan sumbangan surau dalam masyarakat Rao.

A. Pendahuluan
Minangkabau adalah bagian dari rumpun Melayu yang berasal dari Sumatera Barat. Suku Minang terkenal dalam bidang perdagangan dan pemerintahan. Kurang lebih dua pertiga dari jumlah keseluruhan anggota suku ini berada di perantauan. Suku Minang pada masa penjajahan Belanda terkenal sebagai suku yang terpelajar. Sampai sekarang majoriti suku Minang menyukai pendidikan dan perdagangan. Dalam pola keturunan dan pewarisan adat, suku Minang menganut matrilineal. Masyarakat suku Minang mendasarkan adat budayanya pada syariah Islam. "Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai." Konsep ini diasaskan oleh Tuanku Imam Bonjol seorang pahlawan, Ulama dan pejuang yang seangkatan dengan Tuanku Tambusai dan Tuanku Rao.
Identiti orang minang adalah beragama Islam dan seorang yang keluar dari Islam dibuang dari adat dan tidak diakui sebagai orang minang lagi. Di zaman keemasannya dahulu, Minangkabau dikenal sebagai lumbung penghasil tokoh dan pemimpin, baik dari kalangan alim ulama maupun cendekiawan pemikir dan pemimpin sosial politik, yang menyumbang di tatanan Nusantara serta dunia Internasional seperti Hamka, Abdul Muis, H. Agus Salim, Mr. Assaat, Mohammad Hatta, Mohammad Natsir, Mohammad Yamin, Sutan Sjahrir, Tuanku Imam Bonjol, Haji Muhammad Nur, Haji Utsman Bin Abdullah, Syeikh Abdul Hamid, Syeikh Abdul Karim Amrullah, Syeikh Abdul Rahman Minangkabau, Syeikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi, Syeikh Burhanuddin, Syeikh Ismail Al-Minankabawi, Syeikh Muhammad Amrullah, Tuanku Abdullah Saleh, Syeikh Muhammad Saleh Al-Minankabawi, Muhammad Jamil Jambek, Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli, Syeikh Tahir Jalaluddin Al-Azhari, A.A Navis dan ramai lagi.
Ketika itu surau menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam komuniti masyarakat Minangkabau, dan surau telah memberikan sumbangan penting dalam perkembangan kehidupan masyarakat. Pada masa keemasan itu surau dalam konteks kultur budaya telah menjembatani kepentingan sosial dan kepentingan ritual ibadah, sehingga surau berfungsi ganda, pertama sebagai tempat bermalam anak lelaki yang berarti tempat tidur dan tempat beristirahat di malam hari. Kedua, surau sebagai tempat belajar dan menimba ilmu untuk bekal hidup. Proses pendewasaan anak lelaki yang tidur di surau di asuh oleh ninik-mamak kaum dengan konsep pendidikan alam takambang jadi guru .

Proses pebelajaran ini mencerminkan pendidikan semulajadi dengan menitik beratkan pada proses pendewasaan. Di surau ninik-mamak mewariskan ilmu kepada kaumnya. Pewarisan ini merupakan upaya untuk mempersiapkan kaum yang memiliki daya saing. Selain itu, sebagai upaya pemberdayaan kaum lelaki sekaligus mempersiapkannya sebagai pemimpin yang bertangung jawab. Pada periode ini taraf kealiman dapat diperoleh dengan selalu mengikuti pendidikan surau.

Suku Rao terdapat di Sumatera Barat, Indonesia saat ini. Kebanyakan suku Rao telah berhijrah ke luar seperti Jakarta, Medan, Malaysia dan sebagainya yang disebabkan ditaklukkannya Rao oleh Belanda tahun 1833 dan faktor lainya. Di sebelah Utara, Rao bersempadan dengan Sumatera Utara yang majoriti masyarakatnya adalah orang Mandahiling, di sebelah Timur bersempadan dengan Riau Daratan suku melayu, di Selatan, bersempadan Minangkabau (Sumatera Barat) manakala di sebelah Barat, terbuka dengan Selat Mentawai yang secara geografi membentuk permukaan bumi di daratan pulau Sumatera.

Secara geografis dan beberapa adat budayanya, orang Rao digolongkan kepada Minangkabau. Akan tetapi Rao memiliki beberapa identiti khazanah budaya sendiri yang tidak terdapat di Minangkabau. Ringkasnya orang Rao itu seperti orang Betawi di Jakarta atau orang Sunda di Bandung yang secara geografis berada dalam pulau Jawa, tetapi mereka tidak mahu dan tidak merasa sebagai orang Jawa, kerana Jawa menurut mereka identik dengan Jawa Timur dan Jawa Tengah. Ini kerana mereka memiliki identiti budaya, bahasa dan ciri khas tersendiri yang tidak terdapat di Jawa. Secara kekuasaan pula mereka tidak tunduk di bawah taklukan kekuasaan Raja Jawa.

Prof. Dr Muchtar Naim mengatakan bahawa orang Rao berasal dari Lubu kamboja . Ini bererti bahawa antara orang Minang dengan orang Rao berasal dari suku yang sama. Akan tetapi tidak dikenal pasti siapakah yang lebih tua antara masyarakat Minangkabau atau orang Rao. Orang Rao kah berasal dari Minangkabau atau sebaliknya, masih menjadi bahan kajian hingga saat ini. Secara kekuasaan pula raja Rao tidak tunduk kepada kekuasaan Raja Pagaruyung kerana di Rao terdapat ramai Raja-raja kecil seperti halnya di Aceh juga demikian.

B. Islam masuk ke minangkabau
Islam telah masuk ke Minangkabau pada tahun 1250 M. Pendapat ini dikuatkan oleh sejarah perdagangan orang Arab ke berbagai belahan dunia. Masuknya Islam ke Minangkabau, sebagaimana diceritakan dalam catatan sejarah klasik MuballighulIslam terjadi pada tahun 580 H yang diawali dari sejarah terdamparnya saudagar Arab di perairan Minangkabau, yang kemudian menemukan perkampungan penduduk. Saudagar itu bernama Saidi Abdullah. Dia diterima oleh penduduk dan diakui sebagai anggota masyarakat. Saidi Abdullah memperkenalkan Islam kepada keluarga yang menerimanya dan kemudian kawin dengan putri kepala Dusun yang konon berasal dari keturunan raja Pagaruyung.

Dusun yang dihuni dan sekaligus sebagai tempat penyebaran Islam itu adalah kampung Durian yang terletak di kota Padang Sebelah Timur. Namun, setelah Saidi Abdullah meninggal, terjadi kekosongan penyebaran Islam, bahkan masyarakat kembali kepada agama lamanya. Sementara itu, ada yang menyebutkan bahwa masuknya Islam di Minangkabau terjadi pada abad ke 13 seiring dengan masuknya Islam di Nusantara dengan berdirinya kerajaan Samudara Pasai.

Perkembangan Islam di Minangkabau selanjutnya ditandai dengan diperintahnya kerajaan Pagaruyung oleh Raja Sultan Alif yang beragama Islam pada abad 16. Perkembangan Islam pada masa awal lebih terfokus pada peran Burhanuddin, setelah ia kembali menuntut ilmu dari seorang guru di Aceh bernama Alkalani Amin bin Abd Rauf Singkil Al Jawi bin Alfansyuri. Burhanuddin disebut sebagai peletak dasar Islam di Minangkabau. Akan tetapi, jika melihat pada alur sejarah, sebelumnya Islam sudah hadir di Minangkabau tetapi tidak dapat bertahan lama.

Berbasis pada pendidikan suraunya, Burhanuddin mengembangkan tradisi keislaman, bersama dengan murid-muridnya yang telah selesai belajar. Mereka mendirikan surau di tempat lain atau di kampung halamannya. Penyebaran Islam ketika itu banyak dilakukan oleh murid-murid Burhanuddin, hal ini menyebabkan terjadinya jaringan ajaran seorang ulama yang tersebar di berbagai daerah. Dalam pada itu surau sangat identik dengan ulama. Ulama melangsungkan pendidikan dan membentuk jamaah di surau.

Antara akhir abad ke-13 dan awal abad ke-16 di pulau Sumatera terdapat kerajaan-kerajaan Islam: Pasai, Perlak, Samudra, dan lain-lain yang semuanya terletak bagian utara pulau Sumatera. Mulai tahun 1514 berdiri pula Kerajaan Islam Aceh sampai tahun 1904.• Pada zaman kejayaan Kerajaan Aceh abad ke-15 dan ke-16, pedagang Aceh menguasai hampir seluruh bandar dagang di Pesisir Barat pulau Sumatera. Pedagang Islam inilah yang menyebarkan agama Islam di Pesisir Barat Sumatera Barat. Penyebaran agama Islam dilakukan secara besar-besaran pada abad ke-15 dan abad ke-16 di waktu kerajaan Aceh menguasai hampir seluruh perdagangan di Pesisir Barat pantai Sumatera.

Pendapat lain pula mengatakan bahawa agama Islam sudah mulai masuk ke Sumatera Barat kira-kira pertengahan abad ke-12 yang dibawa oleh Syeikh Burhanuddin yang meninggal di Kuntu Kampar pada tahun 1191. Beliau seorang Ulama Islam yang tinggal tidak menetap pada suatu tempat, tetapi berpindah-pindah. Beliau datang dari tanah Arab melalui Aceh masuk ke Sumatera Barat. Mengajar di Batuhampar Payakumbuh selama 10 tahun, Kumpulan Bonjol selama 5 tahun, Ulakan selama 11 tahun, Kuntu Kampar selama 15 tahun sampai dia meninggal di sana pada tahun 1191.

C. Sejarah Pendidikan Surau
Pendidikan Islam pertama di Sumatera Barat dilakukan oleh pedagang Islam dari Aceh. Sesudah Islam mulai berkembang, maka pendidikan Islam mulai dilaksanakan di surau untuk pertama kalinya di Sumatera Barat dimulai oleh Sheikh Burhanuddin di Ulakan, Pariaman pada tahun 1680. Kerajaan Aceh merupakan salah satu pusat pengembangan agama Islam serta ajarannya di Sumatera pada abad ke-17. Banyak murid yang datang ke Aceh untuk menuntut dan memperdalam ilmu pengetahuan tentang Islam, yang datang dari seluruh pelosok Indonesia, dan dari luar negeri.

Pendidikan surau Syeikh Burhanuddin memiliki ciri-ciri pola surau besar (masjid-pondok), rumah syeikh dan surau kecil (tempat keterampilan dan penginapan). Surau besar biasanya merupakan tempat berlangsungnya pendidikan secara bersama, ulama mengajar dan sekaligus pemilik surau. Sedangkan surau kecil dijadikan tempat tinggal pelajar dan diselenggarakan juga pendidikan, murid yang senior mengajarkan murid junior atas persetujuan ulama (guru). Semenjak tahun 1784 hukum Islam dan tasawuf menjadi bidang kajian yang penting di surau, ini dapat dilihat dari keberadaan Undang-undang Minangkabau yang di pengaruhi oleh tasawuf. Pendidikan surau ini hampir sama dengan sistem pesantren.

Di samping itu, berkembang pula pusat studi Islam yang dipelopori oleh Tuanku Nan Tuo di Koto Tuo tahun 1784. Menurut catatan sejarah, pada awal berdirinya surau Tuanku Nan Tuo memiliki murid lebih dari 1000 0rang, yakni jumlah yang sebanding dengan jumlah murid Burhanuddin, iaitu guru dari Tuanku Nan Tuo. peranan Tuanku Nan Tuo ini merupakan langkah awal di daerah darek membangun sebuah perkampungan pelajar, sekaligus merupakan agen transformasi sosial kultur masyarakat petani menuju keberagamaan. Di Minangkabau, banyak pergerakan-pergerakan lahir dari kaum surau yang terdidik ini. Pada masa pergerakan, muncul kegamangan dari kaum surau dalam melihat perubahan sosial, ekonomi, dan politik. Surau menjadi media Islam yang didirikan oleh para ulama.

Murid murid yang telah selesai menempuh pendidikan mendirikan surau di kampung halamannya, sehingga Islam di Minangkabau cepat diterima oleh masyarakat. Dalam hal ini, surau telah membentuk karakter masyarakat Minangkabau. Dari surau ulama-ulama membangun para pemikir Islam. Surau menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam pendidikan dan pemikiran keislaman orang Minangkabau. Corak dan karakter surau sangat ditentukan oleh otoriti ulama.

D. Metode Pendidikan Surau
Sistem pendidikan di surau pada mulanya berlangsung sangat sederhana, yakni berhalaqah, duduk bersila mendengarkan keterangan guru. Tidak ada mengenal tingkatan kelas apalagi ijazah. Biasanya murid-murid yang lebih yang telah lama dipercayai oleh guru untuk mengajar murid-murid yang baru datang. Ketika murid sudah memiliki kemampuan untuk mengajar dan ilmunya sudah dalam, maka guru mengizinkan murid tersebut untuk mengembangkan ilmunya ke tengah masyarakat. Murid itu pun mendirikan surau baru sebagai tempat untuk mengembangkan ilmunya

Seorang Syeikh dalam mengajar tidak menerima gaji, mereka mengajar ikhlas kerana Allah semata, bukan untuk mencari penghasilan. Seorang Syeikh mendirikan surau atau mengajar biasanya dengan biaya sendiri, kecuali kalau ada sumbangan anak negeri setempat berupa zakat dan fitrah. Syeikh yang sudah terkenal banyak menerima zakat fitrah, terutama dari bekas muridnya, sehingga dengan zakat fitrah itu, ia dapat memberikan biaya bagi beberapa orang muridnya yang tidak mampu.
Muridnya tidak membayar wang mengaji atau wang sekolah. Segala keperluan, mereka siapkan dan cari sendiri. Pada akhir abad ke-19 banyak ulama Islam Sumatera Barat yang belajar ke Mekah dan pada awal abad ke-20 mereka sudah kembali lagi ke Sumatera Barat, dan langsung mengajar di surau yang sudah ada. Sistem pendidikan Islam di Sumatera Barat pada masa ini dinamakan Sistem Pendidikan Surau, kerana pusat pendidikannya adalah surau tersebut. Pada dasarnya pendidikan Islam pada waktu itu terbagi atas dua bahagian, iaitu:

a. Pengajian AI-Quran.

Sistem yang dipergunakan dalam pengajian AI-Quran adalah guru duduk di tengah surau sedangkan murid duduk mengelilinginya dalam satu lingkaran atau guru duduk di sebelah ujung surau, murid duduk mengelilingi dalam bentuk setengah lingkaran. Dalam posisi yang demikian guru menyebutkan pelajaran dan murid mengulangi bersama-sama. Setiap pelajaran diucapkan guru dengan membaca menurut irama lagu pembacaan AI-Quran. Murid secara bersama menirukan apa yang diucapkan gurunya, termasuk irama lagunya. Di samping mengajarkan membaca AI-Quran, juga diajarkan cara mengerjakan sembahyang, keimanan, juga sifat Dua puluh. Pelajaran akhlak juga tidak ketinggalan, yang diberikan melalui kisah dan cerita nabi-nabi.

b. Pengajian Kitab

Pengajian Kitab yang dipelajari adalah ilmu Syaraf, Nahu, Fikih, dan Tafsir; yang diajarkan adalah arti dari kalimat AI-Quran tersebut. Cara mengajarkan ilmu tersebut ialah dengan bergantian, mula-mula diajarkan ilmu Syaraf saja. Apabila ilmu ini sudah dikuasai baru diajarkan ilmu Nahu dan kemudian ilmu Fikih. Murid yang telah tamat Pengajian Kitab, sudah menguasai tentang agama Islam secara mendalam ditambah dengan pengetahuan gramatika bahasa Arab.

Hampir semua pelajaran tersebut hafal dengan lancar di luar kepala, termasuk ayat Quran, dan hadis nabi. Sebagai kriteria buat menentukan berhasilnya seorang murid pengajian Kitab adalah: (1) hafal seluruh materi pelajaran, (2) dapat menyebutkan bahasa Arabnya dengan tepat, (3) dapat mengatakan dan menerangkan artinya, (4) dapat menguraikan maksud dan maknanya bagi kehidupan manusia, (5) lancar berbahasa Arab. Setelah tamat belajar dengan kriteria tersebut mereka diberi gelar Syeikh.

E. Falsafah Pendidikan Surau di Minangkabau
Surau adalah sebuah institusi pendidikan dan sosial tempat pembinaan anak nagari di Minangkabau. Disinilah tempat persemaian insan baru dengan ilmu ke-Islaman, ilmu kemasyarakatan dan adat istiadat serta berlatih beladiri silat. Adapun yang dapat dipelajari atau diajarkan di Surau adalah:
1. Pelajaran dan didikan agama setidak-tidaknya sekedar yang pokok-pokok yang harus dimiliki oleh seorang Islam. Pendidikan ini tidak setakat teori sahaja, tetapi langsung dipraktikkan dalam kehidupan pelajar, seperti bagaimana tata cara beribadah, tata cara bermuamalah, pengamalan akidah, akhlak dan sebagainya.
2. Pelajaran adat, tambo, pidato-pidato adat, hariang gendiang sampai-sampai bagaimana tata tertib di atas rumah orang (cara berumah tangga). Banyak sekali adat pantang larang dalam adat minangkabau yang selari dengan Islam seperti seorang bapak saudara yang ingin berkunjung kerumah kemenakannya harus batuk dulu beberapa kali sebelum mengucab salam. Ini untuk mengelakkan agar kemenakan tidak sedang menutup aurat dan sebagainya
3. Tidur bersama, mengaji bersama, shalat bersama, didikan seperti ini bertujuan untuk mendidik bagaimana cara bermasyarakat, dan bagaimana supaya pandai menyesuaikan diri dengan rakan-rakan yang lain.
4. Anak-anak akan dekat berkomunikasi dengan gurunya, didikan seperti ini untuk menempah agar pelajar tidak penakut dan supaya berjiwa besar, dan diberi pelajaran bela diri (silat) dan ilmu bathin lainnya untuk mempersiapkan diri dalam merantau nantinya
5. Di surau ini juga dapat dipelajari bagaimana cara berdagang, cara bertenun ataupun cara-cara serta pengalaman merantau. Ini bertujuan untuk mempersiapkan diri pelajar dalam mengharungi kehidupan apabila dia dewasa kelak
6. Setelah ada kaum pergerakan sekitar tahun 1915/1926, di surau-surau juga diadakan kursus-kursus politik. Ini dipengaruhi oleh sebab keadaan Nusantara yang terjajah ketika itu. Pelajar dicabar untuk memperjuangkan kemerdekaan dari penjajahan Belanda ketika itu.
Perlu diketahui, bahwa waktu itu, untuk mengetahui tinggi rendahnya pendidikan di suatu negeri dapat dilihat dari banyaknya surau serta murid yang mengaji disurau tersebut. Setelah adanya kaum pergerakan, sering diadakan kursus-kursus politik. Hampir disetiap surau, setelah selesai pengajian diadakan kursus politik. Di halaman-halaman surau biasanya terdapat lapangan untuk anak-anak bermain, bersukan di waktu lapang petang hari.
Pada dasarnya di surau dipelajari menulis dan membaca Al Qur'an dan ilmu ilmu agama terdiri dari ilmu akidah, ilmu syari'ah, dan ilmu akhlak. Kebiasaan dalam adat Minangkabau anak-anak muda menjelang kawin tinggal disurau, dengan sendirinya semua orang Minangkabau masa itu telah pandai membaca al Qur'an berikut menulisnya dan secara dasar mengetahui ilmu agama dalam bentuk alamiyah. Dengan demikian lembaga surau telah membebaskan orang Minangkabau dari buta huruf dan telah berhasil melahirkan ulama .
Disurau-surau diberikan kebebasan beberapa materi ilmu untuk mendidik murid berpikir nasional dan menumbuhkan sikap perlawanan terhadap kekuasaan yang dianggap membatasi gerakannya. Ini berlainan dengan konsep pendidikan Belanda pada abad ke 19 yang hanya bertujuan untuk kepentingan penjajahannya sahaja. Memasuki abad yang ke 20 Minangkabau menghasilkan "ulama" yang memiliki keahlian ilmu agama dan cendikiawan Muslim iaitu orang islam yang mempunyai keahlian ilmu umum dengan kualiti dan kuantiti yang sesuai dengan waktunya. Kedua kelompok ini merupakan cikal bakal bagi intelektual Minangkabau, meskipun pemerintahan Belanda memisahkan intelektual minangkabau menjadi ulama dan intelektual umum .
F. Perkembangan Pendidikan Surau
Surau mendapat perkembangan baru dengan kembalinya tiga orang ulama Minangkabau dari Timur Tengah iaitu: Haji Miskin, Haji Piobang dan Haji Sumanik. Pengajian surau yang sebelumnya lebih banyak kepada tasawuf, mengarah kepada akidah dan syari'ah yang lebih banyak dipengaruhi oleh ajaran Hambali. Pada masa berikutnya surau berkembang pesat dimana pada akhir abad ke 19 terkenal nama beberapa surau di pelosok Minangkabau. Pengasuh yang selama ini disebut tuanku, pada waktu belakangan bernama "Syeikh" :
Awal abad 20 beberapa orang ulama minangkabau kembali dari Mekkah, setelah menamatkan pendidikan seperti Syeikh Ahmad Khatib yang juga putra Minang. Setelah menetap dikampung masing-masing, mereka mendirikan surau dengan paham barunya yang popular di antaranya adalah: Syeikh Muhammad Taib Umar di Sungayang. Syeikh Abdullah Ahmad di Padang. Syeikh Abdul Karim Amrullah di Maninjau kemudian di Padang Panjang. Syeikh Muhammad Jamil Jambek di Bukittinggi. Syeikh Sulaiman Ar Rasuli di Canduang Agam. Syeikh Ibrahim Musa di Parabek Agam. Syeikh Muhammad Jami Jao di Padang Panjang. Syeikh Abbas Abdullah di Padang Japang Payakumbuah. Syeikh Abdul Wahid di tabek Gadang
Kemudian terjadi pembaharuan pendidikan agama di Minangkabau. Ada dua bentuk pembaharuan yang berlaku dalam pendidikan agama, pertama memasuki materi pelajaran yang biasa disebut ilmu umum kedalam pendidikan agama, kedua merobah sistem pendidikan surau jadi madrasah atau sekolah yang mempunyai kelas dan bertingkat. Di antara tokoh pembaharu itu muncul nama Dr H. Abdullah Ahmad dengan "Adabiyah"nya dan El Yunusy bersaudara dengan "Diniyah"nya.
Pembaharuan menjadi madrasah ini disatu pihak mempercepat pencapaian suatu tingkat ilmu pengetahuan dan memperjelas batasan batasannya. Dari segi lain memasukkan pelajaran umum kedalam kurikulum pendidikan agama berarti mengurangi volume pelajaran agama. Meskipun terjadi pengurangan, tetapi kerana masa itu madrasah masih berada dalam wilayah dan lingkungan surau, kekurangan pelajaran agama masih dapat disempurnakan di luar kelas, sehingga secara global materi pelajaran agama tidak berkurang dari masa lalu.
Suatu kemajuan pada masa pembaharuan ini adalah munculnya media publikasi di madrasah-madrasah dalam bentuk majalah yang mempublikasikan karya ilmiah dan pendapat yang dimunculkan oleh ulama yang ada pada waktu itu. Di antara majalah yang popular adalah; Al-Munir di Padang Panjang, Al-Basyir di Sungayang, Al-Bayan di Parabek, Al-Iman di Padang Panjang, Al-Ittiqan di Maninjau, Nurul Yaqin di Batusangkar, dan Al-Mizan diterbitkan Tarbiyah Islamiyah. Majalah-majalah tersebut kelihatannya dijiwai oleh majalah Al-Manar yang popular di Mesir pada ketika itu. Dengan adanya publikasi, tokoh ulama yang ada di madrasah yang menerbitkan majalah dan dimadrasah sekitarnya diketahui oleh orang banyak dan tersebar di Minangkabau, yang menyebabkan berdatangannya murid-murid dari luar daerah untuk belajar di madrasah-madrasah yang ada di wilayah Minangkabau.
Pada waktu bersamaan ketokohan ulama semakin menonjol dengan tampilnya ulama sebagai tokoh politik yang membimbing umat Islam dalam menghadapi penjajahan Belanda. Umat pada masa itu tidak dapat menggantungkan harapannya kepada pemimpin formal, kerana jabatan pemimpin formal diduduki oleh orang Belanda dan Melayu yang berjiwa Belanda. Tumpuan umat terarah kepada ulama sebagai pemimpin non formal yang membimbing kehidupan keagamaannya dan kehidupan dunianya. Suatu keuntungan masuknya pelajaran umum ke madrasah adalah semakin mengecilnya arti perbezaan antara ulama atau cendikiawan agama dengan cendikiawan umum, bahkan dalam diri seorang dapat bertemu dua bidang yang kelihatannya berbeza itu, umpamanya pada diri Haji Agus Salim dan M. Natsir.
Sesudah perang dunia II perubahan nilai dalam kehidupan adat semakin terasa. Diantaranya anak muda tidak terbiasa lagi tidur di surau. Fungsi surau sebagai lembaga agama semakin berkurang. Surau hanya tempat ibadah. Pendidikan agama secara formal hanya ada dimadrasah. Dengan madrasah fungsinya sudah keluar dari lingkungan surau. Kalau dahulu surau dapat disamakan dengan pesantren yang terdapat di Jawa dengan beberapa perbedaannya, maka sesudah perang dunia kedua tidak ada lagi yang menjalankan fungsi pesantren di Minangkabau. Dengan keluarnya madrasah dari lingkungan surau bererti waktu belajar agama semakin sedikit dan waktu kesempatan tatap muka murid dan guru serta pembimbing agamanya semakin berkurangan.
G. Tokoh-Tokoh Pendidikan Surau di Minangkabau
Sebelum tahun 1900 ramai ulama Islam Sumatera Barat terkenal sebagai hasil pendidikan surau, pengetahuan mereka tentang Islam tidak kalah dengan pengetahuan ulama Islam abad ke-20. Di antara Tokoh-tokoh ulama Islam Sumatera Barat, yang terkenal sebagai hasil pendidikan surau dan nama-nama surau yang dibangsakan kepada pemilik dan nama tempatnya adalah :
Syeikh Muhammad Jamil (1842-1928), Syeikh Sa'ad Mungka (1857-1923), Syeikh Muhammad Dalil (1864-1923), Syeikh Thaher Jalaluddin (1869-1956), Syeikh Abdul Wahid (1878-1950), Syeikh Abdul Latif Syakur (1882-1963), Inyiak Adam BB (1889-1953), Prof. Mahmud Yunus (1899-1982), KH. Sirajuddin Abbas (1903-1980), Buya Datuk Palimo Kayo (1905-1985), Qasim Bakri (1907-1964), Prof. Dr. Mukhtar Yahya (1907-1986), Buya Mansur Dt. Nagari Basa (1908-1997), Prof. Ilyas Muhammad Ali (1908), Buya Umar Bakri (1912), Syeikh Muh.
Thaib Umar (1874-1920), Sungayang, Syeikh H. Abdullah Ahmad (1878-1933), Padang, (pendiri Pendidikan Adabiah School di Padang tahun 1909), Syeikh H. Abdul Karim Amarullah (1879-1945), Maninjau, (salah seorang Pimpinan surau Jembatan Besi yang banyak jasanya dalam pembaharuan pendidikan Islam. Surau itu sampai sekarang masih berdiri dengan Ruang Pendidikan Thawalib Padang Panjang). Syeikh M. Jamil Jambek (1860-1947), Bukittinggi, dengan Surau Tengah Sawah Bukit Tinggi yang sampai sekarang masih ada dengan nama Mesjid Tengah Sawah.
Syeikh H. Sulaiman Ar-Rasuli, Bukittinggi dengan Surau Candung Baso Bukittinggi, sekarang bernama Tarbiah Islamiah. Syeikh H. lbrahim Musa, Parabek, Bukittinggi yang terkenal dengan Surau Parabek yang sampai sekarang masih ada. Syeikh H. M. Jamil Jaho, Padang Panjang dengan Surau Jaho di Padang Panjang, yang sekarang bernama Tarbiah Islamiah. Syeikh H. Abbas Abdullah, Padang Japang, Payakumbuh dengan Surau Padang Japang yang sampai sekarang masih ada dengan nama Darul Funun Abbasiah. Syeikh H. Abdul Wahid, Tabek Gadang, Padang Japang, Payakumbuh dengan Surau Tabek Gadang yang sekarang bernama Tarbiah Islamiah.
Syeikh M. Saad, Mungkar, Payakumbuh dengan Surau Mungkar. Syeikh H. Mustafa Abdullah, saudara Syeikh H. Abdullah Padang Japang. Syeikh Daud Rasyidi (1880-1948) Syeikh Abdullah Khatib, Ladang Lawas, Bukittinggi, Syeikh M. Jamil Tungkar, Batusangkar, Syeikh Tuanku Kolok, Sungayang, Batusangkar, Syeikh Abdul Manaf Padang Ganting, Batusangkar, Syeikh M. Saleh, Padang Kandis, Suliki, Payakumbuh, Syeikh Abdullah, Padang Japang, Payakumbuh, Syeikh Ahmad, Alang Lawas, Padang. Syeikh Amarullah, Maninjau, Bukittinggi. Surau Syeikh Abdulah Khatib Ladang laweh, Surau Syeikh Muhammad Jamil Tungkar, Surau Syeikh Tuanku Kolok M.Ali di Sungayang, Surau Syeikh Abdul Manan Padang Gantiang.
Surau Syeikh Muhammad Soleh Padang Kandis, Surau Syeikh Abdulah Padang Japang, Surau Syeikh Ahmad alang Laweh, Surau Syeikh Amarullah Maninjau, Surau Tuanku Mansiangan nan Tuo di Paninjauan, Surau Tuanku Rao. Surau Tuanku Kecil di Koto Gadang, Surau Tuanku di Talang, Surau Tuanku di Sumanik, Surau Tuanku di Koto Baru, Surau Tuanku Nan Tuo di Ampek Angkek, Surau Tuanku di Kamang, Surau Tuanku Pakih Sagir. Tiga orang tokoh ulama yang menyiarkan agama di Sulawesi Selatan dan popular dikalangan umat Islam Sulawesi Selatan sampai waktu ini adalah ulama yang dihasilkan oleh pendidikan surau di Minangkabau. Akhir abad ke 18 surau iaitu: Datuak Ribandang, Datuak Patimang dan Datuak Ritiro
Disamping menghasilkan ulama besar, pendidikan Islam pada masa itu juga menghasilkan pemimpin masyarakat yang dihormati dan dipatuhi. Untuk mendapat predikat ulama Islam terkenal memerlukan waktu lama, kerana harus dipraktekkan dalam masyarakat terlebih dahulu. Penilaian yang diberikan masyarakat itu sukar didapat dengan segera. Sebagai guru mereka tidak saja mendidik orang lain, tetapi juga anak mereka, yang biasanya juga menjadi ulama besar di kemudian hari. Syeikh Ahmad, Alang Lawas, Padang mendidik anaknya Syeikh Abdullah Ahmad yang kemudian terkenal sebagai salah seorang tokoh pembaharu pendidikan Islam Sumatera Barat dengan Sekolah Adabiah (Adabiah School). Syeikh Abdul Karim Amarullah dididik langsung oleh ayahnya Syeikh Amarullah, Maninjau. Hampir seluruh Syeikh mendidik sendiri anak mereka dan semuanya berhasil dengan baik.

ltulah beberapa orang Syeikh yang dihormati dan dipatuhi serta diikuti rakyat Sumatera Barat ajaran-ajarannya. Surau mereka banyak didatangi oleh orang yang ingin memperdalam ilmu tentang Islam yang datang dari seluruh pelosok Sumatera Barat. Beberapa orang Syeikh terkenal sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia di Sumatera Barat seperti Syeikh H. Sulaiman Ar-Rasuli, dan Syeikh H. M. Jamil Jambek. Pendidikan Islam pada masa ini selain melahirkan guru-guru besar di bidang agama Islam dan pemimpin masyarakat Sumatera Barat, juga melahirkan tokoh pejuang kemerdekaan yang gigih berjuang . Diantara yang ikut mengaji di Silungkang adalah Dr. Amir, Prof. Mr. M. Yamin dan Jamaludin Adinegoro. Beliau-beliau ini mengaji dan tinggal di surau Jambak dibawah asuhan H.M. Rasad. Paginya beliau-beliau ini sekolah HIS di Solok.

H. Biografi Ringkas Beberapa Tokoh Ulama Minangkabau
1. Syeikh Ahmad Khatib al-Minankabawi (1860-1916M)
Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Latif bin Abdullah al-Minankabawi dilahirkan dari keluarga yang berlatar belakang agama dan adat yang kuat pada 26 Juni 1860 M/6 Dzulhijjah 1276 H di Bukittinggi, Sumatera Barat. Ayahnya adalah seorang hakim dari kaum Paderi yang sangat menentang keberadaan kolonialisme di Minangkabau, Sumatera Barat. Masa kecil Ahmad Khatib dihabiskan untuk belajar dan menuntut ilmu. Pada tahun 1870, ia masuk sekolah pemerintah Belanda di Minangka¬bau, Sumatera Barat. Ia kemudian melanjutkan pendidikannya ke sekolah guru (kweekschool) di Bukittinggi.

Sebagaimana anak-anak dari kaum Paderi lainnya, selain belajar di sekolah formal, ia juga belajar ilmu agama kepada orang tua dan guru ngajinya di Surau. Pada tahun 1881, Ahmad Khatib pergi ke Mekah untuk menunaikan ibadah haji dan memperdalam ilmu agama. Di kota ini, ia belajar kepada ulama Mekah, seperti Sayyid Bakri Syatha, Sayyid Ahmad bin Zaini Dahlan, dan Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki. Atas penguasan dan pengetahuannya tentang madzhab imam Syafi‘i, Syeikh Ahmad Khatib telah diangkat sebagai “Imam Khatib dan Mufti Besar Madzhab Syafi‘i” di Masjid al-Haram, Mekah, sehingga ia berhak mengajarkan madzhab Syafi‘i dan menyandang gelar ‘Syeikh‘. Menurut riwayat, ia adalah satu-satunya ulama Indonesia yang mencapai penghargaan setinggi itu. Karya Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau yang telah ditemui ada17 judul. Ada yang ditulis dengan bahasa Arab dan ada juga dengan bahasa Melayu.
2. Syeikh Tahir Jalaluddin (Ahli Falak) (1869-1956M)
Nama lengkapnya ialah Syeikh Muhammad Tahir bin Muhammad bin Jalaluddin Ahmad bin Abdullah al- Minankabawi al-Azhari. lahir di Cangking, Minangkabau pukul 4.45 pada hari Selasa, 4 Ramadan 1286 Hijrah/8 Disember 1869 Masihi. Meninggal dunia di Kuala Kangsar, Perak, sesudah sembahyang Subuh pada hari Jumaat, 22 Rabiulawal 1376 Hijrah/26 Oktober 1956 Masihi. Pada tahun 1296 Hijrah/1879 Masihi, dalam usia 10 tahun beliau ke Mekah bersama Syeikh Ahmad Khatib bin Abdul Lathif. Sampai di Mekah beliau dipelihara oleh Syeikh Muhammad Saleh al-Kurdi. Beliau mengaji al-Quran kepada Syeikh Abdul Haq di Madrasah Asy-Syaikh Rahmatullah serta belajar kitab kepada Syeikh Umar Syatha, Syeikh Muhammad al-Khaiyath dan Syeikh Ahmad Khatib al-Minankabawi. Syeikh Ahmad al-Fathani juga termasuk salah seorang guru kepada Syeikh Tahir Jalaluddin. Menurut Muhammad Shagir terdapat 9 karya tulis beliau
3. Syeikh Sulaiman ar-Rasul (1871-1970)
Syeikh Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi, lahir di Candung, sekitar 10 km. sebelah timur Bukittinggi, Sumatra Barat, 1287 H./1871 M., wafat pada 29 Jumadil Awal 1390 H./1 Agustus 1970 M. Ia adalah seorang tokoh ulama dari golongan Kaum Tua yang gigih mempertahankan madzhab Syafi’i. Tak jarang pula, Beliau dipanggil dengan sebutan “Inyik Candung.” Ayahnya, Angku Mudo Muhammad Rasul, adalah seorang ulama yang disegani di kampung halamannya. Sebelum meneruskan studinya ke Mekah, Sulaiman ar-Rasuli pernah belajar kepada Syeikh Yahya al-Khalidi Magak, Bukittinggi, Sumatera Barat.
Pada masa itu Masyarakat Minang masih menggunakan sistem pengajian surau dalam bentuk halaqah sebagai sarana penyaluran pengetahuan keagamaan. Pendidikan terakhir Syeikh Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi adalah di Mekkah. Ulama Malaysia yang seangkatan dan sama-sama belajar di Mekkah dengannya antara lain adalah Syeikh Utsman Sarawak (1281 H/1864 M - 1339 H/1921 M), Tok Kenali (1287 H/1871 M - 1352 H/1933 M) dll. Dalam hal ini, Syeikh Sulaiman ar-Rasuli adalah ulama besar yang jarang tandingannya, kukuh dan kuat mempertahankan agama berorientasikan Sunni Syafi`i. Syeikh Sulaiman pulalah yang hingga kini dipercayai oleh masyarakat Minang sebagai penggagas landasan kemasyarakatan islami di Sumatera Barat dalam falsafah ”adat bersendikan Syara’, Syara’ bersendikan kitabullah ”.
Terdapat 9 tajuk karangan beliau. Syeikh Sulaiman ar-Rasuli juga merupakan ulama yang gigih mempertahankan tatanan kemasyarakatan Minangkabau untuk tetap mempertahankan tradisi kesalehan Nusantara. Setidak-tidaknya hal ini terlihat dari bagaimana Beliau memperjuangkan prinsip ”Bulat air karena pembuluh, bulat kata karena musyawarah ” serta ”Tungku tigo sajarangan ” yang telah diyakini masyarakat Minang sebagai cara kebijakan paling berurat berakar dalam tradisi Nusantara serta sama sekali tidak bertentangan dengan nilai-nilai Syariat Islam.
4. Syeikh Muhammad Jamil Jambek (1860-1947M)
Syeikh Muhammad Jambek, dilahirkan dari keluarga bangsawan. Dia juga merupakan keturunan penghulu. Ayahnya bernama Saleh Datuk Maleka, seorang kepala nagari Kurai, sedangkan ibunya berasal dari Sunda. Masa kecilnya tidak banyak diketahui. Namun, yang jelas Syeikh Muhammad Jambek mendapatkan pendidikan dasarnya di Sekolah Rendah yang khusus mempersiapkan pelajar untuk masuk ke sekolah guru. Kemudian, dia dibawa ke Mekkah oleh ayahnya pada usia 22 tahun, untuk menimba ilmu. Ketika itu dia berguru kepada Syeikh Ahmad Khatib Minangkabau . Pada tahun 1903, dia kembali ke tanah air. Ia pun memilih mengamalkan ilmunya secara langsung kepada masyarakat; mengajarkan ilmu tentang ketauhidan dan mengaji.
Di antara murid-muridnya terdapat beberapa guru tarekat. Lantaran itulah Syeikh Muhammad Jambek dihormati sebagai Syeikh Tarekat. Setelah beberapa lama, Syeikh Muhammad Jambek berpikir melakukan kegiatan alternatif. Hatinya memang lebih condong untuk memberikan pengetahuannya, walaupun tidak melalui lembaga atau organisasi. Dia begitu tertarik pada usaha meningkatkan keimanan seseorang. Hingga kemudian dia mendirikan dua buah surau, yakni Surau Tengah Sawah dan Surau Kamang. Keduanya dikenal sebagai Surau Inyik Jambek .
5. Syeikh Muhammad Saleh al-Minangkabawi(1845-1933M)
Syeikh Muhammad Saleh dilahirkan di Kampung Tungkar, Luak Tanah Datar, Minangkabau, Sumatera Barat. Muridnya bernama Muhammad Saleh Mandahiling, penulis buku biografinya yang menyebut bahawa Syeikh Muhammad Saleh lahir kira-kira pada tahun 1266 Hijrah. Syeikh Muhammad Saleh berangkat ke Mekah sejak berumur 6 tahun dan mendapat pendidikan daripada orang tuanya, Syeikh Muhammad Thaiyib @ Syeikh Abdullah, seorang Syeikh haji di Mekah. Beliau sempat belajar kepada ulama-ulama besar Mekah yang terkenal, iaitu Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Abu Bakar Syatha, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki, Syeikh Abdul Hamid asy-Syarwani, Saiyid Umar Ba Junaid, Saiyid Muhammad Said Babshail dan Saiyid Abdullah Zawawi. Ahmad Shagir menulis terdapat 4 karya tulis beliau

6. Syeikh Muhammad Amrullah (1840-1909M)
Nama lengkap ialah Syeikh Muhammad Amrullah Tuanku Abdullah Saleh. Beliau inilah yang melahirkan dua orang tokoh besar di dunia Melayu. Yang seorang ialah anak beliau sendiri, Dr. Syeikh Haji Abdul Karim Amrullah. Dan yang seorang lagi ialah cucu beliau, Prof Dr Syeikh Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) Mendapat pendidikan awal daripada datuk atau nenek sendiri secara tradisi di Minangkabau, Buya Hamka menulis, ‘’Setelah cucunya itu berusia 14 tahun, setelah khatam mengaji al-Quran dengan ayahnya, Tuanku Syeikh Pariaman memesankan supaya cucunya itu dihantarkan ke Koto Tuo, kerana beliau sendiri yang hendak mengajarnya ilmu-ilmu agama. Bersama saudara sepupunya Tuanku Sutan, Muhammad Amrullah belajar Nahwu, Sharaf, Manthiq, Ma'ani, Tafsir dan Fiqh kepada neneknya.
7. Muhammad Rasul (1879-1945M)
Muhammad Rasul. Namanya nama yang terkenal ialah Dr. Syeikh Abdul Karim bin Amrullah. Beliau lahir pada hari Ahad, 17 Safar 1296 H/10 Februari 1879 M di Kepala Kebun, Betung Panjang, Negeri Sungai Batang, Manjinjau , Dalam Luhak Agam, Minangkabau, Sumatera Barat. Sejak berumur tujuh tahun, ayah dan ibunya telah memerintahkan beliau mendirikan sembahyang dan puasa pada bulan Ramadan. Selanjutnya pada usia 10 tahun, ayah saudaranya, Haji Abdus Samad membawanya ke Sibalantai, Tarusan, Painan belajar al-Quran daripada Tuanku Haji Hud dan Tuanku Pakih Samnun.

Pada usia 13 tahun beliau mulai belajar ilmu nahu dan saraf daripada ayahnya, Syeikh Amrullah. Ayahnya menghantarnya belajar ke Sungai Rotan, Pariaman, menuntut ilmu daripada Tuanku Sutan Muhammad Yusuf. Kemudian Syeikh Amrullah sendiri membawa anaknya Muhammad Rasul itu ke Mekah untuk mendalami pengetahuannya dengan ulama-ulama Mekah pada zaman itu. Ketika belajar di sana, usia Muhammad Rasul sekitar lingkungan 16 ke 17 tahun iaitu pada tahun 1312 H/1894 Masihi. Buya Hamka membahagikan karangan ayahnya kepada beberapa jenis. Yang ditulis pada peringkat awal mulai tahun 1908 M hingga tahun 1923 M, jumlahnya ada 15 judul. Yang dikarang setelah beliau mengikut Kongres Islam di Mesir ditulis mulai tahun 1928 M hingga tahun 1943 M, ada 11 judul.
8. Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah (Hamka) (1908-1981)
Buya Hamka seorang adalah ulama, politisi dan sastrawan besar yang tersohor dan dihormati di kawasan Asia. namanya Haji Abdul Malik bin Abdul Karim Amrullah . Lahir di kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 dan meninggal di Jakarta 24 Juli 1981. Hamka mendapat pendidikan rendah di Sekolah Dasar Maninjau sehingga Darjah Dua. Ketika usianya mencapai 10 tahun, ayahnya telah mendirikan Sumatera Thawalib di Padang Panjang. Di situ beliau mempelajari agama dan mendalami bahasa Arab.
Hamka juga pernah mengikuti pengajaran agama di surau dan masjid yang di ajar oleh ulama terkenal seperti Syeikh Ibrahim Musa, Syeikh Ahmad Rasyid, Sutan Mansur, R.M. Surjoparonto dan Ki Bagus Hadikusumo. Hamka pernah menerima beberapa anugerah pada peringkat nasional dan antarabangsa seperti anugerah kehormatan Doctor Honoris Causa, Universitas al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universitas Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelaran Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno daripada pemerintah Indonesia. Selama hidupnya Hamka telah menghasilkan sekitar 300 karya
9. Haji Agus Salim (1884-1954)
Haji Agus Salim lahir dengan nama Mashudul Haq yang bermakna "pembela kebenaran” di Koto Gadang , Bukittinggi, Minangkabau, 8 Oktober 1884, meninggal di Jakarta, 4 November 1954. Beliau adalah seorang pejuang kemerdekaan Indonesia. Pendidikan dasar ditempuh di Europeesche Lagere School (ELS), sekolah khusus anak-anak Eropa, kemudian dilanjutkan ke Hoogere Burgerschool (HBS) di Batavia. Ketika lulus, ia berhasil menjadi lulusan terbaik di HBS seHindia Belanda. Pada tahun 1906, Salim berangkat ke Jeddah, Arab Saudi untuk bekerja di Konsulat Belanda di sana.
Pada periode inilah Salim berguru pada Syeh Ahmad Khatib, yang masih merupakan pamannya. Karier Agus Salim antara lain: Menteri Muda Luar Negeri Kabinet Sjahrir II 1946 dan Kabinet III 1947, pembukaan hubungan diplomatik Indonesia dengan negara-negara Arab, terutama Mesir pada tahun 1947, Menteri Luar Negeri Kabinet Amir Sjarifuddin 1947, Menteri Luar Negeri Kabinet Hatta 1948-1949. Di antara tahun 1946-1950 ia laksana bintang cemerlang dalam pergolakan politik Indonesia, sehingga kerap kali digelari "Orang Tua Besar" (The Grand Old Man). Ia pun pernah menjabat Menteri Luar Negeri RI pada kabinet Presidentil dan di tahun 1950 sampai akhir hayatnya dipercaya sebagai Penasehat Menteri Luar Negeri.
10. Dr Mohammad Natsir (1908-1993M)
Mohammad Natsir lahir di kota Alahan Panjang, Minangkabau, Sumatera Barat, 17 Juli 1908, wafat di Jakarta, 6 Februari 1993) adalah pemimpin Masyumi dan salah seorang tokoh politik dan tokoh Islam di Indonesia. Ayahnya adalah seorang pegawai pemerintahan di sana, dan kakeknya seorang ulama. Ketika kecil, Natsir belajar di HIS Solok serta di sekolah agama Islam yang dipimpin oleh para pengikut Haji Rasul. Tahun 1923-1927 Natsir mendapat beasiswa untuk sekolah di MULO, dan kemudian melanjutkan ke AMS Bandung hingga tamat pada tahun 1930. Dari 5 September 1950 hingga 26 April 1951 Natsir adalah Perdana Menteri Indonesia.
Banyak jabatan yang diamanahkan kepadanya. Diantaranya: 1. Ketua Jong Islamieten Bond, Bandung. 2. Mendirikan dan mengetuai Yayasan Pendidikan Islam di Bandung. 3. Direktur Pendidikan Islam, Bandung. 4. Menerbitkan majalah Pembela Islam, dalam melawan propaganda misionaris Kristen, antek-antek penjajah dan kaki tangan asing. 5. Anggota Dewan Kabupaten Bandung. 6. Kepala Biro Pendidikan Kota Madya (Bandung Shiyakusho). 7. Memimpin Majelis Al Islam A’la Indunisiya (MIAI). 8. Menjadi pimpinan Direktorat Pendidikan, di Jakarta. 9. Sekretaris Sekolah Tinggi Islam (STI) Jakarta. 10. Anggota Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) 11. Anggota MPRS. 12. Pendiri dan pemimpin partai MASYUMI (Majlis Syuro Muslimin Indonesia).
13. Menteri Penerangan Republik Indonesia. 14. Perdana Menteri pertama Republik Indonesia. 15. Anggota Parlemen. 16. Anggota Konstituante. 17. Mendirikan dan memimpin Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII ) 18. Wakil Ketua Muktamar Islam Internasional, di Pakistan. 19. Aktif menemui tokoh, pemimpin dan dai di negara-negara Arab dan Islam untuk membangkitkan semangat membela Palestina. 20. Anggota Dewan Pendiri Rabithah Alam Islami (World Moslem League) 21. Anggota Majelis Ala Al-Alamy lil Masajid (Dewan Masjid Sedunia). 22. Presiden The Oxford Centre for Islamic Studies London. 23. Pendiri UII (Universitas Islam Indonesia) bersama Moh. Hatta, Kahar Mudzakkir, Wahid Hasyim,. Juga enam perguruan tinggi Islam besar lainnya di Indonesia.
24. Ketika presiden Soeharto kesulitan menuntaskan konforontasi Indonesia-Malaysia, Natsir tampil sebagai diplomat 25. Berkat jasa hubungan baik Natsir dengan PM Fukuda juga, pemerintah Jepang bersedia membantu Indonesia setelah perekonomian negara jatuh di masa Orde Lama dan setelah pemberontakan G 30 S/PKI. 28. Karena jasa baik dan pengaruh ketokohan DR. Muuhammad Natsir pula, Presiden Soeharto diterima di negara-negara Timur Tengah dan Dunia Islam, dan sebagainya.
Abdullah Al-’Aqil dalam bukunya, Min A’lami Al-Harakah wa Ad-Da’wah Al-Islamiyah Al-Mu’ashirah, menulis biografi singkat DR. Muhammad Natsir (satu-satunya dari Indonesia), beserta 70 tokoh dunia Islam lainny dari berbagai negara. Diantara tokoh-tokoh itu ada Syaikh Umar Tilmisani, Syaikh Muhammad Al-Ghazali, Abul A’la Al-maududi, Said Hawwa, Asy-Syahid Sayyid Quthb dan Abdullah Azam. Atas segala jasa dan kegiatannya pada tahun 1957 Natsir memperoleh bintang kehormatan dari Republik Tunisia untuk perjuangannya membantu kemerdekaaan Negara-negara Islam di Afrika Utara.Tahun 1967 dia mendapat gelar Doktor HC dari Universitas Islam Libanon dalam bidang politik Islam, menerima Faisal Award dari kerajaan Saudi Arabia pada tahun 1980 untuk pengabdiannya pada Islam dan Dr HC dari Universitas Sains dan Teknologi Malaysia pada tahun 1991 dalam bidang pemikiran Islam.
11. Prof. Dr Mahmud Yunus (1899-1982M)
Mahmud Yunus lahir di desa Sungayang, Batusangkar, Sumatera Barat, hari Sabtu 10 Pebruari 1899. Keluarganya adalah tokoh agama yang cukup terkemuka. Ayahnya bernama Yunus bin Incek menjadi pengajar surau yang dikelolanya sendiri. Ibundanya bernama Hafsah binti Imam Samiun merupakan anak Engku Gadang M Tahir bin Ali, pendiri serta pengasuh surau di wilayah itu. Sejak kecil, Mahmud Yunus dididik dalam lingkungan agama. Dia tidak pernah masuk ke sekolah umum. Ketika menginjak usia tujuh tahun (1906), Mahmud mulai belajar Alquran serta ibadah lainnya.
Gurunya adalah kakeknya sendiri. Mahmud sempat selama tiga tahun menimba ilmu di sekolah desa, tahun 1908. Namun saat duduk di kelas empat, dia merasa tidak betah lantaran seringnya pelajaran kelas sebelumnya diulangi. Dia pun memutuskan pindah ke madrasah yang berada di Surau Tanjung Pauh bernama Madrasah School, asuhan HM Thaib Umar, seorang tokoh pembaru Islam di Minangkabau. Beliau Memperoleh gelar doctor honoris causa di bidang ilmu tarbiyah dari IAIN Jakarta atas karya-karyanya dan jasanya dalam pengembangan pendidikan Islam di Indonesia. Sepanjang hidupnya, Mahmud menulis tak kurang dari 43 buku, termasuk tafsir Mahmud Yunus. Pada tahun 1982, Mahmud Yunus meninggal dunia.

I. Fungsi dan Aktiviti Surau Di Rao
Surau, masjid, munesah dan mushola adalah sama dari segi esensinya di Rao. Namun masjid identik dengan tempat sholat Jumaat. Nama munesah adalah pengaruh dari Aceh sebagai tempat pertama penyebaran Islam di Nusantara. Konsep pendidikan surau saat ini telah diambil alih dengan adanya madrasah ibtida`iyyah atau sekolah agama petang, namun peranan surau di Rao juga tidak kurang pentingnya saat ini, antaranya;
a. Tempat Suluk
Di Rao saat ini terdapat beberapa surau tempat suluk seperti di mudik tampang, Tobek Ateh dan sebagainya. Suluk juga disebut dengan tarekat atau pengajian tasawuf. Akan tetapi ilmuan Islam mendapati perbezaan yang asazi antara ke tiga istilah tersebut. Biasanya suluk dilakukan selama 40 hari dengan melakukan berbagai-bagai zikir dan amalan dalam surau tempat suluk. Peserta suluk biasanya diikuti oleh orang-orang tua yang berumur 40 tahun ke atas dan jarang sekali diikuti oleh anak-anak muda.

b. Tempat Kegiatan Keagamaan
Disurau biasanya dilakukan perayaan hari besar Islam seperti sholat dua hari raya, acara maulid Nabi, Isra` Mikraj dan Musabaqah Tilawatil Qur`an. Semua aktiviti tersebut telah menjadi budaya yang dilakukan secara terus menerus. Nilai murni yang terdapat dalam kegiatan hari besar keagamaan adalah kebersamaan dan pendidikan untuk berani tampil di khlayak ramai. Kaum perempuan akan memasak kue untuk dibawa ke masjid dan dimakan secara bersama-sama. Bayaran untuk ustaz yang dijemput dari jauh dikumpul dari yuran masyarakat, anak-anak akan tampil berlatih mengaji, pidato dan sebagainya. Surau juga biasanya digunakan sebagai tempat mesyuarat orang-orang kampong.

c. Tempat Mengaji anak-anak
Anak-anak Rao diwajibkan mengaji oleh orang tuanya di surau waktu petang hingga isyak. Mereka akan melakukan sholat magrib dan sholat isyak secara berjamaah bersama ustaz sebelum balik kerumah. Pelajaran yang utama diajarkan adalah membaca al-Qur`an dan fardu `ain seperti cara berwudhu`, sholat lima waktu, puasa, zakat dan sebagainya.

Yuran mengaji hanya dengan membawa sebotol susu beras setiap minggu dan membayar dua kaleng padi setiap tahunnya. Semuanya diserahkan kepada ustaz sebagai gaji. Anak-anak yang nakal suka bising waktu mengaji, suka mengganggu anak perempuan, tak dapat hapalan ayat pendek yang ditugaskan, tak tahu bacaan sholat dan sebagainya biasanya kena hukuman. Hukuman bagi anak yang diberikan ustaz terhadap nakal seperti kena tarik telinga, kena rotan, disuruh berdiri sebelah kaki, kena pukul dan sebagainya. Anak nakal tidak akan berani mengadu kepada orang tuanya kalau di surau dihukum oleh ustaznya. Kalau mengadu orang tua akan menambah kembali hukuman di rumah seperti yang dilakukan oleh ustaz terhadapnya di surau.

Pada bulan puasa Ramadhan masa anak-anak akan dihabiskan di surau. Mereka akan tidur, bermain, bercerita dan melakukan aktiviti lainya di surau. Aktiviti ini mengandungi nilai murni seperti persahabatan, kebersamaan dan kesetiakawanan. Dipekarangan surau juga biasa diajarkan silat beladiri. Seperti orang minang, orang Rao juga suka merantau. Lebih 2/3 orang Rao berada di luar saat ini. Silat adalah penting untuk mempertahankan diri disaat diganggu waktu merantau nantinya.

1. Mengaji Bahasa Rao

Identiti masyarakat Rao yang masih dipertahankan hingga saat ini di SM adalah mengaji bahasa Rao. Namun itu tidak semuanya mennggunakan metode ini. Hanya generasi yang tua sahaja masih menggunakan metode mengaji lama ini. Pun demikian di pelbagai daerah Minangkabau, Tapanuli (Mandahiling) dan Batak Indonesia, hingga saat ini masih ada yang mengaji menggunakan bahasa Rao ini. Sewaktu penulis sekolah rendah dahulu juga menggunakan metode ini juga. Baru-baru ini sahaja mengaji dengan menggunakan bahasa Rao sudah mulai dikalahkan dengan metode Iqra` karya As`ad Humam. Yang jelas dalam berbagai sejarah dinyatakan, beberapa daerah Mandailing dan Batak di Islamkan oleh Tuanku Rao cs. Cara orang mandailing menyuruh beruk memanjat dan memilih kelapa tua pun masih menggunakan bahasa Rao hingga saat ini. Berikut adalah tatacara mengaji menggunakan bahasa Rao;

Tulis Arab Bahasa Rao
اُ اِ اَ Alif dateh a, alif bawah i. alif dopen u →a-i-u
بَ بِ بُ Ba dateh ba, ba bawah bi, ba dopen bu →ba-bi-bu
تَ تِ تُ Ta dateh ta, ta bawah ti, ta dopen tu, →ta-ti-tu
ثَ ثِ ثُ Tsa dateh tsa, tsa bawah tsi, tsa dopen tsu →tsa-tsi-tsu
جَ جِ جُ Jim dateh ja- jim bawah ji- jim dopen ju→ ja-ji-ju
حَ حِ حُ Ha dateh ha, ha bawah hi, ha dopen hu →ha-hi-hu
خَ خِ خُ Kho dateh kho, kho bawah khi, kho dopen khu →kho-khi-khu
دَ دِ دُ Dal dateh da, dal bawah di, dal dopen du →da-di-du
ذَ ذِ ذُ Dzal dateh dza, dzal bawah dzi, dzal dopen dzu →dza-dzi-dzu
رَ رِ رُ Ro dateh ro, ro bawah ri, ro dopen ru →ra-ri-ru
زَ زِ زُ Zai dateh za, zai bawah zi, zai dopen zu→ za-zi-zu
سَ سِ سُ Syin dateh sa, sin bawah si, sin dopen su →sa-si-su
شَ شِ شُ Shin dateh sha, shin bawah shi, shin dopen shu→sha-shi-shu
صَ صِ صُ Shad dateh sho, shad bawah shi, shad dopen shu→sha-shi-shu
ضَ ضِ ضُ Dhad dateh dho, dhat bawah dhi, dhat dopen dhu →dho-dhi-dhu
طَ طِ طُ Tho dateh tho, tho bawah thi, tho dopen thu→Tha-thi-thu
ظَ ظِ ظُ Zho dateh zho, zho bawah zhi, zho dopen zhu→zha-zhi-zhu
عَ عِ عُ `ain dateh `a, `ain bawah `i `ain dopen `u →`a-`i-`u
غَ غِ غُ Ghin dateh gho, ghin bawah ghi, ghin dopen ghu→gha-ghi-ghu
فَ فِ فُ Fa dateh fa, fa bawah fi, fa dopen fu→fa-fi-fu
قَ قِ قُ Kho dateh kho, kho bawah khi, kho dopen khu→kho-khi-khu
كَ كِ كُ Kaf dateh ka, kaf bawah ki, kaf dopen ku →ka-ki-ku
لَ لِ لُ Lam dateh la, lam bawah li, lam dopen lu→la-li-lu
مَ مِ مُ Mim dateh ma, mim bawah mi, mim dopen mu→ma-mi-mu
نَ نِ نُ Nun dateh na, nun bawah ni, nun dopen nu→na-ni-nu
وَ وِ وُ Waw dateh wa, wau bawah wi, waw dopen wu →wa-wi-wu
هَ هِ هُ Ha dateh ha, ha bawah hi, ha dopen hu →ha-hi-hu
ءَ ءِ ءُ Hamzah dateh a, hamzah bawah i, hamzah dopen u→ a-i-u
يَ يِ يُ Ya dateh ya, ya bawah yi, ya dopen yu →ya-yi-yu-
Tulis Arab Bahasa Rao
اٌ اٍ اً Alif duo dateh an, alif duo bawah in. alif duo di dopen un →an-in-un
بً بٍ بٌ Ba duo dateh ban, ba duo bawah bin, ba duo dopen bun →ban-bin-bun
تً تٍ تٌ Ta duo dateh tan, ta duo bawah tin, ta duo dopen tun, →tan-tin-tun
ثً ثٍ ثٌ Tsa duo dateh tsan, tsa duo bawah tsin, tsa duo dopen tsun →tsan-tsin-tsun
جً جٍ جٌ Jim duo dateh jan- jim duo bawah jin- jin duo dopen jun→ jan-jin-jun
حً حٍ حٌ Ha duo dateh han, ha duo bawah hin, ha duo dopen hun →han-hin-hun
خً خٍ خٌ Kho duo dateh khan, kho duo bawah khin, kho duo dopen khun →khon-khin-khun
دً دٍ دٌ Dal duo dateh dan, dal duo bawah din, dal duo dopen dun →dan-din-dun
ذً ذٍ ذٌ Dzal duo dateh dzan, dzal duo bawah dzin, dzal duo dopen dzun →dzan-dzin-dzun
رً رٍ رٌ Ro duo dateh ran, ra duo bawah rin, ro duo dopen run →ran-rin-run
زً زٍ زٌ Zai duo dateh zan, zai duo dibawah zin, zai duo dopen zun→ zan-zin-zun
سً سٍ سٌ Syin duo dateh san, sin duo dibawah sin, sin duo dopen sun →san-sin-sun
شً شٍ شٌ Shin duo dateh shan, shin duo bawah shin, shin duo di dopen shun→shan-shin-shun
صً صٍ صٌ Shad duo dateh shan, shad duo bawah shin, shad duo di dopen shun→shan-shin-shun
ضً ضٍ ضٌ Dhod duo dateh dhan, dhat duo bawah dhin, dhat duo dopen dhun →dhan-dhin-dhun
طً طٍ طٌ Tho duo dateh thon, tha duo bawah thin, tho duo dopen thun→Than-thin-thun
ظً ظٍ ظٌ Zha duo dateh zhon, zha duo bawah zhin, zha duo dopen zhu→zhan-zhin-zhun
عً عٍ عٌ `ain duo dateh `an, `ain duo bawah `in `ain duo di dopen `un →`an-`in-`un
غً غٍ غٌ Ghin duo dateh ghan, ghin duo bawah ghin, ghin duo dopen ghun→ghan-ghin-ghun
فً فٍ فٌ Fa duo dateh fan, fa duo bawah fin, fa duo di dopen fun→fan-fin-fun
قً قٍ قٌ Khaf duo dateh khan, khaf duo bawah khin, khaf duo dopen khun→khon=khin-khun
كً كٍ كٌ Kaf duo dateh kan, kaf duo bawah kin, ka duo dopen kun →kan-kin-kun
لً لٍ لٌ Lam duo dateh lan, lam duo bawah lin, lam duo dopen lun→lan-lin-lun
مً مٍ مٌ Mim duo dateh man, mim duo bawah min, mim duo dopen mun→man-min-mun
نً نٍ نٌ Nun duo dateh nan, nun duo bawah nin, nun duo dopen nun→nan-nin-nun
وً وٍ وٌ Waw duo dateh wan, wau duo bawah win, waw duo dopen wun →wan-win-wun
هً هٍ هٌ Ha duo dateh han, ha duo bawah hin, ha duo dopen hun →han-hin-hun
ءً ءٍ ءٌ Hamzah duo dateh an, hamzah duo bawah in, hamzah duo dopen un→ an-in-un
يً يٍ يٌ Ya duo diateh yan, ya duo bawah yin, ya duo dopen yun →yan-yin-yun-


Di zaman modern ini anak-anak lelaki Rao tidak tidur disurau menurut konsep klasik lagi, tetapi dirumah orang tua mereka. Namun demikian ada dua budaya baru di masjid dan surau saat ini yang cukup menunjang perkembangan mental anak-anak iaitu;
1. Kuliah Subuh
Dalam kuliah subuh yang diadakan setiap ahad pagi selepas sholat subuh, para pelajar akan solat subuh berjamaah di surau dan selepas itu akan diadakan kuliah subuh yang secara bergilir dibawakan oleh anak-anak mengaji. Muatan pelajaran dalam kuliah subuh adalah; murid akan mengaji berirama, menyampaikan bacaan sholat wajib dan sholat jenazah. Rukun iman dan rukun Islam, menyanyi nasyid, pidato, berdo`a, asma`ul khusna, nama dan tugas malaikat, nama-nama Nabi dan Rasul dan sebagainya dan diakhiri oleh nasehat ringkas dari ustaz yang membimbingnya . Konsep kuliah subuh ini akan mendidik keberanian pelajar untuk tampil dihadapan khalayak ramai kelak.

2. Kuliah tujuh menit (Kultum)
Kuliah tujuh menit dibawakan oleh pelajar yang dewasa, ustaz atau penduduk kampong secara bergilir sesuai dengan bidang masing-masing akan memberikan kuliah setelah azan dan sebelum iqamat dalam sholat zuhur. Seorang diploma ekonomi umpamanya akan berpidato tidak melebihi tujuh menit menerangkan tentang prinsip pelaksanaan ekonomi yang baik dan seterusnya . Konsep ini akan mendidik masyarakat menjadi orang yang berani dan bertanggung jawab atas ide-ide yang dikemukakannya.
J. Analisa dan Kesimpulan
Dalam sistem pendidikan surau suatu ketika dahulu di Minangkabau, anak-anak yang telah berumur tujuh tahun, disuruh tidur di surau, dan merasa malu kalau masih sahaja tidur di rumah orang tuanya. Di surau anak-anak diperkenalkan dengan pelajaran dan didikan asas-asas agama Islam, pelajaran adat budaya minangkabau, tambo, silat, pidato-pidato adat, tata cara berumah tangga. Di surau anak-anak tidur bersama, mengaji bersama, shalat bersama, agar mereka dididik bagaimana tata cara bermasyarakat, dan bagaimana supaya pandai menyesuaikan diri dengan khalayak ramai.
Di surau anak-anak tinggal sekali dengan guru mereka, masa yang lapang itu digunakan untuk belajar silat, bercerita, berkomunikasi, dan bekerja, dengan tujuan agar anak-anak tidak penakut dan supaya mereka berjiwa besar. Di surau juga dapat dipelajari bagaimana cara berdagang, cara bertenun pakaian dan songket, cara-cara serta pengalaman merantau. Di surau-surau juga diadakan kursus-kursus politik disaat bumi Nusantara berada dalam jajahan Belanda.
Ramai tokoh-tokoh ulama silam yang berasal dari lembaga pendidikan surau. Nama-nama tokoh ulama besar seperti Hamka, Mohammad Natsir, Syaikh Ahmad Khatib, Haji Rasul, Djamil Djambek, Abdullah Ahmad, Inyiak Canduang, Mahmud Yunus, AR. Sutan Mansur, KH. Agus Salim, Tuanku Rao, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Tambusai dan lainnya adalah keluaran institusi pendidikan surau suatu ketika dahulu. Kebanyakan dari mereka berjaya tidak melalui pendidikan formal, tetapi melalui otodidak (belajar sendiri) semua kejayaan itu tidak terlepas dari pengaruh didikan surau sebelum ini tentunya.
Fungsi masjid dizaman modern ini agak dipersempit kepada tempat mengerjakan ibadah mahdhah sahaja. Masjid dijauhi oleh generasi muda, kerana tiada daya tarik. Mereka disalahkan atas setiap penyimpangan yang berlaku. Generasi muda dihadapkan pada masalah klasik Khilafiyah yang mewarnai hampir setiap aspek kehidupan beribadah ummat. Sering kita terhalang untuk membaca al-Qur`an kerana belum berwudhu`, anak-anak dilarang daripada mendekati kitab suci, membaca tafsir, buku-buku agama, memasuki masjid kerana dikhawatirkan tidak suci dan sebagainya. Padahal semua itu adalah masalah khilafiyah yang dibesar-besarkan.
Peranan dan aktiviti surau dalam masyarakat melayu Rao saat ini masih mempertahankan idea dan konsep lama dengan beberapa perubahan. Hasil pengamatan dan wawancara penulis dengan masyarakat keturunan Rao di Malaysia mengatakan bahawa, amalan pendidikan surau ini juga diamalkan oleh generasi awal keturunan Rao di Malaysia. Akan tetapi disebabkan oleh perkembangan zaman, adat dan kebiasaan itu sudah mulai berubah dan ditinggalkan.

Bibliografi
Afriadi Sanusi (2008) Usaha Membendung Pengaruh Islam Liberal: Kajian Terhadap Strategi KH. Ahmad Dahlan Dalam Memurnikan Ajaran Islam. Bangi: kertas kerja dalam Seminar Peringkat Kebangsaan Persatuan Ulama Malaysia.

_____ (2008) Peranan Surau Dalam Menghasilkan Tokoh-Tokoh Ulama Melayu Silam Di Minangkabau. Kelantan: Kertas kerja dalam Seminar Kebangsaan Pengurusan Masjid, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya, Nilam Puri.

A. Kardiyat Wiharyanto (2005) Asia Tenggara Zaman Pranasionalisme. Jogjakarta: Universitas Sanata Dharma.

Adriyetti Amir et. Al (2006) Pemetaan Sastera Lisan Minangkabau. Padang: Andalas University Press

Anwar Harjono dkk. (2001) Pemikiran dan Perjuangan Mohammad Natsir. Jakarta: Pustaka Firdaus

Azyumardi Azra (2004) Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara abad XVII & XVIII. Jakarta: Kencana, h. 50

Buletin Silungkang, Nomor : 001/SM/JUNI/1998

Deliar Noer (1994) Gerakan Moderen Islam di Indonesia. Jakarta: LP3S. op.cit, h. 38-40

Hamka (1974) Antara Fakta dan Khayal Tuanku Rao: Bantahan Terhadap tulisan Ir Onggan Parlindungan dalam bukunya Tuanku Rao. Jakarta: Bulan Bintang

_____ (2007) Ayahku : riwayat hidup Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan perjuangan kaum agama di Sumatera. Shah Alam, Selangor : Pustaka Dini

_____ (2007) Tasauf Modern. Jakarta: Pustaka Panjimas

Hasmah Haji Omar (2005) Sama Serumpun. Tanjung malim: UPSI

Hasyim Awang (1998) Rumpun Melayu Dispora dalam konteks hubungan Ras. Kuala Lumpur: Universiti Malaya

http://jaro.com.my/

http://sekondakhati.com.my/

http://www.tokohindonesia.com/ensiklopedi/m/mahmudyunus/index.shtml

Kenangan-kenangan 70 tahun Buya Hamka. Jakarta : Yayasan Islam, (1979)

Khazin Mohd Tamrin dalam DInamika Adat dan Tradisi Merantau di Alam Melayu dalam adat Melayu serumpun. Kuala Lumpur: Universiti Malaya

Komaruddin Hidayat dan Ahmad Gaus(2006) Menjadi Indonesia: 13 Abad Eksistensi Islam di Bumi Nusantara. Jakarta: Mizan

Lukman Sinar Harian Waspada: Medan

M. Rajab (1976) Perang Paderi. Jakarta: Bulan Bintang

M. Solihin (2005) Melacak pemikiran Tasawuf di Nusantara. Jakarta: Rajawali Pers

Mahmud Yunus, (1996) Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta: Hidakarya Agung

Mohd. Koharuddin Moh. Balwi (2005) Peradaban Melayu. Johor: UTM

Prof. DR H. Amir Syarifuddin. http://www.cimbuak.net/content/view/77/46/.

Sejarah Pendidikan Daerah Sumatera Barat. http://pakguruonline.pendidikan.net/

Shalahuddin Hamid, Iskandar Ahza (2003) 100 Tokoh Paling Berpengaruh di Indonesia. Jakarta: Intimedia

Silfia Hanani, M.Si. dalam makalah: Difusi Ajaran dan Pemikiran Ulama dalam Sejarah Islam Minangkabau dalam: http://ern.pendis.depag.go.id/DokPdf/ern-II-03.pdf

Tengku Sutan Hermansyah M. Saman (2003) Sejarah Masuknya Agama Islam ke Minangkabau. Padang: Terbit

Tuanku Rao dan Rakyat Rao Melawan Penjajah. Medan: Tiga Saudara

Umar Ahmad Tambusai (1999) Pahlawan Nasional Tuanku Tambusai. Riau: Pemda TK II Kampar

Undri, (2008) Pusat Dokumentasi Informasi Sejarah-Budaya BPSNT Padang. Padang Ekspres
_____ (2004) Konflik Lahan Perkebunan 1930-1960. Padang: Lipi

Wan Moh. Shagir Abdullah (2001) Penyebaran Islam dan Silsilah Ulama Sehagat Dunia Melayu. Kuala Lumpur: Khazanah Fathaniyah

Wan Moh. Shagir Abdullah (2004) Wawasan Pemikiran Islam Ulama Asia Tenggara. Kuala Lumpur: Khazanah Fathaniyah

Wawancara dengan penduduk kampong Koto Tua Bukit Tinggi Sumatera Barat Indonesia bulan mei 2008

Wawancara Dengan Penjaga Museum Buya Hamka di Maninjau Sumatera Barat Indonesia, 24 Mei 2008

Wawancara dengan pimpinan Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia, Pimpinan Universitas Muhammad Natsir di Jakarta dan dengan Pimpinan Universitas Ibn Khaldun di Bogor bulan mei 2008

www.antara-sumbar.com/id

www.id.wikipedia.com

Zaffuan Haji Manaf (2007) Bingkisan Sejarah Raub: Rao Dan Pagaruyung Dengan Raub dan Pahang. Kuala Lumpur: Anjung Media Resources

Zuriati (2007) Undang-undang Minangkabau Dalam Perspektif Ulama Sufi. Padang: Unand

Tiada ulasan: