Jumaat, 3 Disember 2010
HUBUNGAN MASYARAKAT MELAYU SUMATERA DENGAN SEMENANJUNG TANAH MELAYU
HUBUNGAN MASYARAKAT MELAYU SUMATERA DENGAN SEMENANJUNG TANAH MELAYU
Afriadi Sanusi
Dr. Bharuddin Che Pa
Pendahuluan
Hubungan Sumatera dengan Semenanjung Tanah Melayu telah berlaku sebelum wujudnya negara Indonesia dan Malaysia atau sejak pranasionalisme. Hubungan itu dieratkan lagi dengan kedatangan Islam di Nusantara ini yang bermula pada abad pertama Hijrah. Pada abad ke 15, sebuah kitab Tasawwuf "Darul Mazkum" karangan Maulana Abu Bakar dari Makkah diarak di Malaka, baru kemudian diantar ke pasai untuk diterjemahkan. Hubungan antara Malaka dan daerah sekitarnya juga berlaku di Sumatera Timur, Riau, Jambi, Kerinci, Rao, Sumatera Selatan, Sumatera Barat, yang kesemua daerah-daerah ini menggunakan bahasa Malayu sebagai bahasa ilmu dan bahasa pergaulan. Hubungan itu juga mencakupi aspek lainnya seperti, perdagangan, budaya, bahasa, seni dan juga jaringan intelektual Muslim. Sejarah pernah mengenal kerajaan Aceh Darus Salam (1607-1936) yang kekuasaannya meliputi Deli, Johor, Bintan, Pahang, Kedah sampai ke Semenanjung Melaka. Juga Kerajaan Melayu Riau Lingga yang kekuasaanya meliputi Riau, Johor dan Pahang (abad ke 19). Setelah merdeka bekas jajahan Inggris menjadi Malaysia dan bekas jajahan Belanda menjadi Indonesia dan disinilah berawalnya sebuah fenomena.
Hubungan baik kedua pulau ini dicemari oleh virus nasionalisme sempit dan salah oleh sebagian rakyat Indonesia yang dimanfaatkan oleh pemerintah untuk menutupi kelemahan dan kekurangan kepemimpinan mereka dalam mengurus negara. Hubungan kedua pulau juga dicemari oleh virus politik kekuasaan oleh pemerintah Malaysia yang memerlukan “kambing hitam” untuk membuktikan keberhasilan kepemimpinan partai pemerintah dalam rangka mencari sokongan rakyat dalam pemilu.
Kedudukan Islam di Alam Melayu
Islam telah masuk ke kawasan ini dalam keadaan damai bermula dari abad pertama Hijriyah lagi. Islam menjadi agama mayoritas yang dianut oleh penduduk Nusantara. Suku bangsa Melayu identik dengan Islam dan Islam menjadi identitas bagi masyarakat Melayu. Orang Melayu yang keluar dari Islam akan di asingkan oleh kaum kerabatnya dan tidak dianggap masyarakat sebagai bangsa Melayu lagi.
Di kepulauan Nusantara ini pernah berkuasa raja-raja Islam yang menggunakan istilah Sultan atau Malik dan memiliki nama-nama Islam. Raja-raja ini diperkirakan menjadi ujung tombak meluasnya dakwah Islamiyah dikawasan ini. Setiap raja didampingi oleh Ulama yang memiliki pengaruh dan kuasa yang hampir setaraf dengan Sultan.
Bahasa melayu (yang sekarang menjadi bahasa resmi bangsa dan negara Indonesia, Malaysia dan Brunei) menjadi bahasa kebangsaan bangsa melayu yang dipahami oleh hampir semua masyarakat Nusantara. Bahasa Melayu banyak dipengaruhi oleh bahasa Arab seperti; kabar, sehat, paham, maklum, asli dan sebagainya. Bahasa Melayu juga menjadi bahasa ilmu yang terdapat dalam kitab-kitab ulama silam dan juga bahasa ekonomi, sosial, politik serta budaya dengan menggunakan tulisan Arab Melayu yang menjadi bahasa pemersatu alam Melayu ketika itu. Belakangan ini pengaruh dan penggunaan arab melayu sudah mulai dikalahkan dengan huruf rumi yang berasal dari dunia kristian, begitu juga dengan tanggal masehi telah mengalahkan penanggalan Hijriyah.
Pengaruh Islam politik, sosial, ekonomi dan budaya mulai berkurang semenjak kedatangan kaum penjajah. Disamping menjajah, mereka juga menjarah kekayaan alam serta menyiarkan ajaran kristian kepada penduduk tempatan. Setelah usaha mengkristenkan bangsa melayu gagal, akhirnya penjajah membawa bangsa asing yang berlainan agama dan bangsa dengan agama dan bangsa pribumi untuk mengimbangi kekuatan dan kekuasaan Islam politik di alam melayu ini.
Umat Islam di Nusantara sebelum kemerdekaan menjadi sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan oleh batas geografi dan kenegaraan lainnya. Ulama silam berdakwah di Nusantara dan dimiliki secara bersama oleh umat Islam yang berada di rantau ini. Pusat peradaban ke Islaman bertukar mengikut keadaan semasa dan penjajahan barat ketika itu. Aceh dan Malaka dikatakan pernah menjadi pusat keilmuan Islam yang di datangi oleh orang melayu dari berbagai wilayah Nusantara [4].
Karena kuatnya pengaruh Islam suatu ketika dahulu di Nusantara, maka saat ini masih banyak kita jumpai peninggalan tulisan ilmuan dan cendekiawan silam yang menggunakan tulisan arab dan arab melayu. Menurut Hamka, diawal kemasukan Islam lagi bahasa Melayu telah mulai menjadi bahasa untuk ilmu pengetahuan dan agama yang mendalam. Seperti tulisan Nuruddin ar-Raniri, Abdus Samad Palimbani, Syeikh Yusuf al-Makatsari dan sebagainya. [5]
Islam telah datang ke Nusantara ini sejak abad pertama hijrah lagi, akan tetapi Islam baru berkembang pada abad ke 6 Hijriyah. Berkembangnya Islam di Nusantara ditandai dengan Islamnya raja-raja Nusantara. Institusi raja memainkan peranan yang kuat dalam melindungi dan menyebarkan ajaran Islam.
Kerajaan Islam pertama di Nusantara ialah Perlak (840-986 M) yang didirikan pada 225 Hijriyah. Kerajaan Islam ini dipimpin oleh delapan orang Sulthan secara berturut-turut. Sulthan yang terkenal dalam kerajaan Islam ini ialah Sultan Malik al-Saleh. Di Perlak terdapatnya pusat-pusat pendidikan Islam yang disebut Dayah. Ulama memainkan peranan yang kuat dalam kerajaan ini. Bahkan salah satu antara rajanya adalah seorang maha guru dan ulama besar seperti Muhammad Amin Syah yang memerintah antara 922-946 M [6]
Samudera Pasai (1042-1450 M) adalah sebuah kerajaan Islam yang banyak dipengaruhi oleh pedagang dan pendakwah dari tanah Arab. Kerajaan ini menjalin hubungan diplomasi yang rapat dengan Makkah pada masa itu [7]
Aceh Darussalam (1205-1675 M) dalam kanun Maukota Alam al-Asyi halaman 32 telah menjadikan al-Qur’an, al-Hadis, Ijma’ dan Qiyas menjadi hukum positif yang mengikat. [8] Ini termasuk hukum pidana seperti Qisas, ta’zir dan sebagainya. [9] Dimasa ini kekuasaan eksekutif, kepala negara berada di tangan Sultan. Kekuasaan Yudikatif atau pelaksanaan hukum berada ditangan Ulama yang menjadi Kadli Malikul Adil. Kekuasaan Legislatif atau pembuat Undang-undang berada ditangan dewan rakyat yang diasaskan oleh Puteri Pahang. Dalam keadaan perang segala kekuasaan berada ditangan Panglima Tertinggi Angkatan Perang. [10] Aceh Darus Salam adalah kerajaan Islam tebesar dan berwibawa ketika itu dan Aceh juga sebagai pusat pengajian Islam yang melahirkan ramai ulama yang menebarkan pengaruh mereka diberbagai pelosok Nusantara seperti Syeikh Nuruddin al-Raniri dan Hamzah Fansuri [11] Kerajaan-kerajaan Islam Nusantara berperanan dalam menyebarkan ajaran Islam dan memainkan pengaruhnya dalam melindungi hak-hak beragama Umat Islam [12].
Malaka (1400-1511) adalah pusat kerajaan Melayu Islam yang dipengaruhi oleh para ulama dan pedagang Islam dari tanah Arab. Hukum Islam dinyatakan sebagai hukum positif yang berlaku dan mengikat. Para Sultan biasanya adalah orang-orang yang memahami hukum Islam dan ada diantara mereka yang bertaraf sebagai ulama. Setiap sulthan biasanya akan didampingi oleh seorang ulama yang sangat berpengaruh dan kitab-kitabnya menjadi rujukan Sulthan dalam membuat keputusan. Kesultanan Aceh memiliki Ulama terkenal Ar-Raniri dengan kitab Fikihnya Shirat al-Mustaqim. Di Banjarmasin terdapat ulama Syekh Arsyad al-Banjari memiliki kitab Sabil al-Muhtadin. Di kesultanan Johor-Riau juga terdapat Tuhfat al-Nafis dan Tsammarat al-Muhimmah Dhiyafah lil-Umara wa al-Qubara, yang berisi tentang acuan ketatanegaraan dan rujukan hukum Islam di kesultanan itu.
Syiling emas dijadikan sebagai mata uang resmi di zaman kerajaan Islam Pasai yang disebut dengan deureuham atau dirham. Uang emas itu menggunakan kalimat Allah dan Nabi Muhammad dan al-Sutan al-Adil yang besar dengan menggunakan huruf timbul. Penggunaan mata uang syiling mas juga diamalkan dimasa keajaan Aceh Dar al-Salam. Mata wang mas juga dijumpai pada kerajaan Melaka, Terengganu, kedah, Brunei, Kelantan-Siam silam [13]. Peninggalan mata uang emas dan perak ini masih mudah dijumpai pada koleksi-koleksi orang tua di kepulauan Nusantara saat ini. Ini salah satu bukti kuatnya pengaruh Islam di zaman itu.
Raja-raja yang memerintah di Perlak, Pasai, Aceh, Banjar, Sulu, Mindanao, Melaka, Johor dan sebagainya menggunakan nama-nama Islami dan menggunakan perkataan Sultan atau Malik. Ini tentunya berbeda dengan nama dan istilah sekarang yang menggunakan istilah Presiden dan Perdana Menteri serta memiliki nama-nama yang tidak Islami.
Menurut Ramli Hutabarat, hukum Islam telah menjadi hukum positif yang diberlakukan oleh berbagai kesultanan Islam di Nusantara. Bahkan ada diantara Sultan itu adalah ulama seperti Sultan Malik Zahir dari kesultanan Pasai. Kitab-kitab Ar-Raniri Shirat al-Mustaqim, Syeikh al-Banjari Sabil al-Muhtadin pengaruhnya sampai ke Pathani. Hukum Islam yang berdasarkan kitab Raja Ali Haji seperti Tuhfat al-Nafis dan Tsammarat alMuhimmah dijadikan acuan tatanegara dan hukum Islam kesultanan Johor-Riau. Hukum Islam juga dilaksanakan di kerajaan, Aceh, Malaka, Johor-Riau, Bugis, Bone, Boton, Bima, Demak, Jepara, Tuban, Gresik, Ampel, Mataram dan sebagainya. [14]
Menurut Mahmood Zuhdi, Islam mempengaruhi secara ekonomi, politik dan hukum di Malaka seperti kanun Malaka yang mula dikumpulkan pada zaman pemerintahan Sultan Muhamad Shah (1422-1444) dan dilengkapkan pada zaman pemerintahan Mudzafar Shah (1445-1450) Kanun Malaka ini telah menjadi undang-undang asas kerajaan Malaka dan mempengaruhi negeri-negeri lainnya seperti Pontianak dan Brunei. Kanun Malaka memperuntukkan hukum jenayah, muamalat, keluarga, keterangan, acara dan syarat-syarat menjadi pemerintah. Undang-undang Pahang dimasa Sultan Abdul Ghafur (1592-1414M) yang mengandungi 65 fasal meliputi jenayah, sivil, keluarga, acara dan jihad dan Undang-undang Johor di ambil dari undang-undang Malaka. [15]
Munculnya para pahlawan dikalangan para ulama yang berperang secara langsung dengan memimpin ribuan angkatan perang untuk melawan penindasan, penjajahan dan kezaliman yang dilakukan oleh penjajah tidak dapat diragukan sama sekali. Nama-nama besar seperti Raja Haji yang menjadi tokoh kebanggaan Melayu Nusantara, Abdul Sa’id Gelar Dato’ Seri Maharaja Merah, Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Rao, Tuanku Tambusai, Pangeran Diponegoro, Tengku Chik di Tiro, Teuku Omar Johan Pahlawan dan Panglima Polim di Aceh, Pangeran Antasari di Kalimantan, Raden Intan di Lampung, Sultan Daud Badaruddin di Palembang, orang kaya kenamaan dan Dato’ Gajah di Pahang, Kiyai Haji Wasith di Bantam, Syeikh Yusuf al-Makatsari dan juga munculnya ulama-ulama besar yang bertindak melawan penjajah dengan membangkitkan semangat umat untuk melawan penjajahan seperti Syeikh Arsyad di Banjarmasin, Syeikh Nawawi di Bantam, Syeikh Abdus Samad di Palembang, Sayid Usman Bin Yahya di Jakarta, Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi.
Ukhuwah Islamiyah
Islam telah menggariskan dalam al-Quran dan Sunnah, bahwa setiap orang yang beriman itu adalah bersaudara. Wajib bekerjasama di dalam kebaikan serta mendamaikan antara satu dengan lainnya. Persaudaraan dalam Islam merangkumi Internationalisme dan tidak mengenal nasionalisme dalam arti sempit. Mengutip beberapa pandangan tokoh seperti al-Maududi, Ibn Khaldun, Hasan al-Banna, Rashid Rida dalam kajian W. Mohd. Azam Mohd Amin, [16] bahwa Nasionalisme atau ashabiyah yang berkembang saat ini cenderung kepada negatif dengan membelakangkan prinsip-prinsip ukhuwah Islamiyah;
Nasionalisme berdasarkan kepada keturunan, bahasa, agama, daerah, sejarah adat, persamaan pemerintahan dan berdasarkan kepada kepentingan bersama. Pengertian nasionalisme sangat luas dan belum memiliki defenisi yang tepat hingga saat ini. Nasionalisme modern lebih bersifat fanatik untuk kepentingan bangsa dan keturunan. Tidak membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mengarah kepada nasionalisme dizaman jahiliyah.
Barbara Ward memandang sinis nasionalisme yang telah menyebabkan peperangan berpanjangan dan perlombaan senjata seperti nasionalisme versi Amerika, Yahudi, German.
Imam khomeini menerima nasionalisme mencintai tanah air, mempertahankan negara, tetapi beliau tidak menerima nasionalisme yang melibatkan sengketa antara negara Islam.
Abu Ala al-Maududi menerima nasionalisme seperti dukungannya kepada Pakistan tanpa memusnahkan bangsa lain. Beliau tidak menerima konsep nasionalisme yang memiliki sifat kebangsaan atau asabiyyah, kesukuan fanatik yang tidak melihat kepada haq dan bathil.
Hasan al-Banna memetakan nasionalisme dengan akidah. Setiap wilayah yang terdapat orang Islam harus dicintai dan dipertahankan kehormatannya.
Bagi Rashid Rida pula, Islam melarang keras berpecah sesama Islam demi kepentingan puak, negara dan kawasan.
Islam tidak mengenal batas geografi, perbedaan suku kaum dan bangsa. Orang-orang dan negara Islam adalah umat yang satu, satu kesatuan tanah air yang berpusat pada kesatuan agama dan kesatuan umat atas dasar ukhuwah Islamiyah [17].
Mengutip Agus Salim, Suhelmi mengatakan bahwa; Nasionalisme yang salah menjadi sumber malapetaka bagi bangsa-bangsa didunia dengan berlakunya peperangan dan kekacauan lainnya atas nama nasionalisme di Eropah. Rasa cinta pada tanah air menurut A. Hasan (Tokoh Persis) hendaknya tidak memutus hubungan mereka dengan muslim di negara Islam lain dengan alasan mereka bukan setanah air. Ini karena setiap muslim adalah bersaudara, satu sama lain harus bersatu. [18]
Nasionalisme yang diperjuangkan oleh Soekarno yang mengarah kepada chauvinism yang mendewakan Patih Gajah Mada sebagai simbol, yang menurut Prof. Dr. Abdullah Zakaria sejarah Gajah Mada masih sangat diragukan, atau menurut bahasa Anhar Gonggong salah kaprah, atau menurut M. Yamin, Gajah Mada adalah orang minang berdasarkan namanya dan hasil lukisan M. Yamin atas wajahnya sendiri yang sedikit digemukkan yang sampai sekarang menjadi gambar gajah mada, dan atau menurut analisa penulis bahwa Gajah Mada sengaja dibesar-besarkan atau diada-adakan untuk tujuan kepentingan politik kekuasaan ketika itu (Orde lama). Jelas nasionalisme versi Soekarno bertentangan dengan nasionalisme yang diprakarsai oleh Haji Agus Salim, Hamka dan M. Natsir, dimana nasionalisme harus bermuara pada mencari keridhoan Allah SWT [19]. Menurut Natsir, Agus Salim dan A. Hasan, Nasionalisme Indonesia harus memiliki dasar-dasar ke Islaman, karena secara historis, Islam memberikan sumbangan yang penting bagi perumusan faham kebangsaan Indonesia. Islamlah yang pertama kali menyemaikan benih nasionalisme dan persatuan Indonesia. Tanpa Islam nasionalisme Indonesia tidak akan pernah lahir [20]
Dasar dari Ukhuwah Islamiyah ialah Firman Allah SWT dan Sunnah Rasul-Nya seperti;
“Sesungguhnya orang beriman itu adalah bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah semoga kamu mendapat rahmat” (QS: al-Hujurat ayat 10)
“Orang mukmin itu seperti satu jasad, atau bagaikan satu bangunan yang saling mengukuhkan” (HR: Bukhari Muslim)
Ukhuwah Islamiyah dilandasi oleh ikatan persaudaraan yang berdasarkan kepada kesamaan keimanan, kesepakatan atas pemahaman serta pembelaan kepada Islam sebagai agama yang diridhai Allah SWT. Iman adalah tali pengikat yang lebih kuat dari ikatan keturunan, kekerabatan, kesukuan dan kebangsaan. [21]
Gerakan nasionalisme Islam melalui SDI, SI, Muhammadiyah telah membentuk sebuah negara yang bernama Indonesia hasil dari perjuangan dari pejuang-pejuang ulama Islam silam seperti Imam Bonjol, Diponegoro dan sebagainya melalui perang sabilillah yang menjadikan agama Islam sebagai pengikat komunitas ini. Yang menyatakan bahwa seluruh umat Islam adalah bersaudara karena mereka sama-sama hamba Allah. Islam menjadi kebangsaan orang Indonesia dan kekuatan. Islam merupakan faktor integrasi sosial dan simbol nasional [22].
Menurut Prof. Dr. Abdullah @ Alwi Haji Hasan, negara-negara Islam akan menjadi sebuah kekuatan yang besar dunia kalau Kerjasama umat Islam dalam bidang politik, sosial, dan ekonomi, seperti perdagangan antara negara-negara Islam, kerjasama dibidang pendidikan, militer, kesehatan, infrastruktur dan sebagainya ditingkatkan.
Jalinan Ulama Melayu Silam
Ukhuwah Islamiyah telah ditanam oleh para Ulama Silam dan bersemai dengan suburnya di kepulauan ini. Dalam sejarah kita mengenal beberapa ulama yang menyebarkan ajaran Islam di Semenanjung Malaysia yang berasal dari suku Melayu, Banjar, Bugis, Mandailing, Minangkabau, Rao/Rawa, Johor, Riau dan sebagainya. Sebagai tokoh, mereka ini tentu saja memiliki pengaruh yang tiada terhingga di Nusantara hingga saat ini. Mereka melahirkan keturunan yang ramai dan berpengaruh, mereka meninggalkan ajaran, karya tulis dan murid-murid yang setia dan mereka meninggalkan jasa yang tidak terhingga nilainya. Wan Muhammad Shagir [23] banyak menuliskan para ulama yang berasal dari suku kaum Melayu yang ikut aktif dalam penyebaran Islam di dunia Melayu seperti;
Nama / Asal Keturunan Sumbangan Jalinan Intelektual & Perkahwinan
Abdullah Nordin Ar-Rawa/Rao Ulama, Percetakan Keturunan Rao -Tanah Melayu
Haji Yusuf Rawa. (1922- 2000 M/ Rao Ulama Keturunan Rao - wakil Malaysia ke PBB, menjadi duta Iran, Iraq, Afghanistan dan Turki
Syeikh Muhammad Murid Rawa/Rao Ulama Keturunan Rao-Datuk nenek beberapa orang tokoh terkemuka di Malaysia, antaranya Tun Dr. Hamdan Syeikh Tahir, bekas Yang Dipertua Pulau Pinang
Tuanku Tambusai (1784-1882 M) [24]. Riau ulama dan pahlawan Riau-Menyemaikan benih anti penjajah di tanah melayu.
Mat kilau (1865-1970M) [25]. Rao pahlawan terkenal Malaysia Keturunan Rao –Tanah melayu
Imam Ishak Rawa (1908-1992). [26]/Rao Ulama Keturunan Rao-Tanah Melayu
Tengku Ali Tengku Selat. (1869- 1955 M) [27], Riau Tokoh Korporat, Percetakan Riau- Singapura-Malaya
Raja Ali Kelana. (w. 1927) [28], Riau Ulama Kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang dan takluknya.
Raja Ali Haji [29], Riau Gurindam Dua Belas. karya-karyanya, pemikiran dan ahli keluarganya yang menyebar di alam Melayu. [30] Kerajaan Riau-Lingga-Johor dan Pahang, Ibunya Hamidah binti Panglima Malik, Selangor. [31]
Raja Haji Ahmad (1874-1963). Riau Ulama Riau-Lingga, Johor, Pahang atau pun Selangor, Melaka, Batu Sawar Bintan, Minangkabau, Kampar. [32]
Raja Haji (1725-1784M). Riau pahlawan dunia Melayu yang terbesar atau teragung dan terhebat yang memiliki daerah operasi di daratan dan maritim yang amat luas Riau melalui Lingga, Johor, Rembau, Malaka, Linggi, Rembau, Klang, Selangor siak dan hampir seluruh tanah melayu. Di antaranya Terengganu, Pahang, Kedah, Langkat, Inderagiri, Jambi, Muntok/Bangka, Pontianak, Mempawah dan lain-lain [33].
Ilyas Ya’kub. (L. 1903M) Minangkabau Pahlawan Pemimpin mahasiswa Malaysia-Indonesia di Mesir. Mendirikan dan memimpin Majalah Seruan Al-Azhar dan majalah Pilihan Timur. Kedua produk jusnalistik ini banyak dibaca mahasiswa Indonesia – Malaysia di Mesir ketika itu. [34]
Haji Utsman bin Abdullah (1850-1919), minangkabau Imam, Khatib dan Kadi Kuala Lumpur yang pertama memperoleh 7 orang anak yang menjadi tokoh dan melahirkan ramai keturunan yang tersebar di pelbagai negeri [35]
Haji Muhammad Nur (1879-1943 M). Minangkabau Ulama Diantara muridnya menjadi tokoh Malaya. Dan melahirkan ramai keturunan yang menjadi tokoh di Indonesia dan Malaysia [36].
Muhammad Kamil, Minangkabau Pejuang kemerdekaan ketua persatuan Indonesia dan Malaya Kepulauan melayu
Hajah Halimah Nur, Minangkabau Tokoh Pendidikan Kepulauan melayu
Abdullah Kamil, Minangkabau Pejuang Bersama Ibrahim Ya'qub, Ishak Haji Muhammad, Dr. Burhanuddin al-Helmi, Ahmad Boestamam dan Raja Haji Muhammad Yunus Ahmad mengasaskan Kesatuan Melayu Muda (KMM).
Zain Simabur (w. 1957 M). Syeikh al-Islam Perak Indonesia-Malaysia [37].
Syeikh Ismail bin Abdullah Minangkabau Ulama Membuka institusi suluk di Semabok, Melaka, Pondok Upih Pulau Pinang, Kedah dan Perak [38].
Prof. Dr Haji Abdul Malik Karim Amrullah (Hamka) [39]. Minangkabau Ilmuan multidisiplin
Penulis tafsir al-Azhar dan 300 tajuk lainnya Menerima anugerah Doctor Honoris Causa, Universiti al-Azhar, 1958; Doktor Honoris Causa, Universiti Kebangsaan Malaysia, 1974; dan gelaran Datuk Indono dan Pengeran Wiroguno dari pemerintah Indonesia [40]. Jasanya di seluruh alam Nusantara, termasuk Malaysia dan Singapura. dan memiliki ahli keluarga di Nusantara termasuk Malaysia. [41]
Syeikh Tahir Jalaluddin al-Azhari [42]. (1869-1956M) Minangkabau Ulama Indonesia, Malaysia, Singapura [43] Pulau Penyengat, Surabaya, bali, Boleleng, Ampenan, Sumbawa, Bima, Makasar, Gowa. Pengaruh dilihat dari ajaran, anak murid dan keturunannya yang menyebar di tanah melayu seperti Muar, Perlis, perak dan sebagainya. Meninggal di Perak. [44]
Syeikh Sulaiman ar-Rasuli al-Minangkabawi (1871-1970M). Ulama Pengaruh karya tulis, ahli keluarga dan murid-muridnya yang berasal dari berbagai tempat, termasuk dari Malaysia. [45] Pulau Penyengat, Riau, di Istana Temenggung Ibrahim di Teluk Belanga, Singapura, di Kampung Semabok, Melaka dan Kampung Upih di Pulau Pinang dan lainnya [46]
Syeikh Ahmad Khatib al-Minangkabawi. (1860-1916M) [47]. Ulama, penulis Antara muridnya: KH. Ahmad Dahlan (pendiri Muhammadiyah), KH Hasyim Asy’ari (pendiri NU), Syeikh Muhammad Nur (Mufti kerajaan Langkat), Syeikh Hasan Maksum (Mufti kerajaan Deli), Syeikh Muhammad Saleh (Mufti kerajaan Selangor), Syeikh Muhammad Zain (Mufti kerajaan Perak), HM. Nur Ismail (Kadi kerajaan Langkat). Syeikh Jamil Jaho (Pemimpin Perti), Syeikh Muhammad Jamil Jambek, Syeikh Ibrahim Musa. Dr. Abdullah Ahmad, Dr. H. Abdul Karim Amrullah dan Syeikh Sulaiman Ar-Rasuli. [48]
Haji Abdurrahman Limbong (1868-1929M). Malaya Pahlawan Melayu Terengganu, Pahang, Kelantan, Patani, Kedah, Sambas, Jambi, Riau dan Brunei. Memiliki ramai murid [49]
Ismail Al-Kalantani (1882-1951). Malaya Mufti Pontianak Mekah ke Riau dan selanjutnya ke Pontianak. kamboja [50]
Haji Abu Bakar Al-Funtiani. Malaya Ulama Melaka, Bentan, Kampar, Minangkabau. Mekah, Pontianak, Kalimantan Barat, Singapura, Tembilahan Riau Daratan, juga Kepulauan Riau di antaranya pernah tinggal di Pulau Midai dan Pulau Bunguran/Natuna. [51]
Sulthan sulaiman (1865-1938 M). Malaya Ulama, Sultan Selangor ke-5 Keturunan anak Raja Bugis yang berasal dari Luwuk, Sulawesi dan dari sebelah ibu baginda adalah keturunan puteri Kerajaan Riau.
Mufti Jamaluddin al-Banjari. (1710-1812M) [52] Ulama Banjarmasin, Kedah dan Riau [53]
Muhammad Thaiyib al-Banjari Ulama Riau-Lingga, Melaka dan Kedah [54].
Gusti Muhammad Taufiq Agamuddin Ulama, Raja Hubungan kekeluargaan antara Mempawah dan negeri-negeri Melayu di Riau, Johor, Pahang, Terengganu, Selangor dan lainnya [55].
Syeikh Yusuf al-Makatsari. (1626-1699 M) Sulawesi Ulama, penulis, mufti Perjalanan, pengaruh dan perjuangannya meliputi Indonesia, Malaysia, Srilanka, Afrika dan sebagainya. [56]
Syeikh Abdul Ghani al-Mandaili Ulama, Penulis Mandailing, Selangor, Kuala Lumpur [57]
Syeikh Junid Thala. (l.1897 M) Mandailing Ulama Kedah, Pulau Pinang, Perak [58],
Syeikh Syamsuddin al-Sumaterani [59]. (abad ke 16) Aceh Mufti Sulthan Iskandar Muda Pengaruhnya dapat dilihat dari murid, ajaran dan Karya tulis beliau yang sangat banyak dan memiliki pengaruh yang besar di dunia melayu [60].
Syeikh Abdul Wahab Rokan (1826-1926 M). Sumatera Utara Ulama, Penulis Riau, Semenanjung Tanah Melayu terutama Johor, Malaka dan Singapura. [61]
Syeikh Abdul Rauf Fansuri (l.1615M). Aceh Ulama Penulis Pengaruhnya melalui murid di kepulauan melayu [62]
Abd Al-Ra`uf Al-Sinkili` (1024-1615 M). Aceh Ulama penulis Banyak meninggalkan murid di Nusantara antaranya Burhanuddin Ulakan di Sumatera Barat dan Tok Pulau Manis di Tanah melayu [63]
Syeikh Hamzah al-Fanzuri. (1592-1607 M) Aceh Ulama Penulis Banten, Jawa, Semenanjung Tanah Melayu, India, Parsi dan Arab [64].
Syeikh Nuruddin ar Raniri [65] (w. 1658 M). Ulama Penulis dalam bahasa melayu [66] Aceh, Pahang dan Kedah. Diantara muridnya ialah Syeikh Yusuf al-Makatsari. [67]
Abdul Samad al-Palimbani Ulama Lahir di Palembang meninggal di Kedah
Hubungan Sejarah
Dari berbagai penemuan atropologi dan arkeologi dapat disimpulkan bahawa bahasa Melayu merupakan keturunan dari penutur bahasa Austronesia. Dari sini dapat di pahami bahwa orang-orang yang sekarang berada di bumi Nusantara, termasuk di Pacific sana, serta Semenanjung Melayu ini berasal dari satu nenek moyang yang sama, yaitu penutur bahasa Proto-Austronesia, di Formosa, Taiwan. Mayoritas masyarakat di Nusantara digolongkan kepada Melayu. Orang Melayu merujuk kepada mereka yang bertutur bahasa melayu dan mengamalkan adat resam orang Melayu [68]. Perkataan Melayu berasal dari nama sebuah anak sungai yang bernama Sungai Melayu di hulu Sungai Batang Hari, Sumatera. Di sana letaknya Kerajaan Melayu sekitar 1500 tahun dahulu sebelum atau semasa adanya Kerajaan Sriwijaya. Sehubungan itu, dari segi etimologi, perkataan "Melayu" itu dikatakan berasal dari perkataan Sanskrit "Malaya" yang bermaksud "bukit" ataupun tanah tinggi. Istilah "Melayu" ditakrifkan oleh UNESCO pada tahun 1972 sebagai suku bangsa Melayu di Brunei, Filipina, Indonesia, Madagaskar, Semenanjung Malaysia, Singapura dan Selatan Thailand [69]. Mereka berasal dari Hindia Belakang yang berpindah berkelompok kebawah melalui sungai Siam, semenanjung tanah melayu, pulau sumatera, dan pulau-pulau besar yang dinamai Nusantara (Antara pulau-pulau dari bahasa sanksrit) [70]
Hamka menuliskan bahawa yang dimaksud dengan negeri-negeri Melayu atau pulau-pulau Melayu ialah Semenanjung Tanah Melayu, (termasuk Singapura sekarang pen.) Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Pulau-pulau Nusa tenggara, Pulau-pulau Maluku termasuk Irian, Pulau-pulau Luzon dan Mindanao atau Filipina sekarang. [71] Abdul Rahman Hj Abdullah mengatakan bahawa Melayu itu adalah nama kerajaan dan ibu kota. Setelah itulah pengaruh bahasa melayu meluas ke Nusantara [72]
Carlos Romula ahli politik Filipina menyatakan cita-cita untuk membentuk kesatuan Melayu Raya. [73] Perjuangan ini juga diperjuangkan oleh Dr. Burhanuddin el-Helmy, Ahmad Boestamam dan Haji Ibrahim Yaakob dari tanah-tanah Melayu, dengan berbagai organisasi seperti Kesatuan Melayu Muda (KMM), Kesatuan Rakyat Indonesia Semenanjung (KRIS) dan sebagainya [74]. Rumpun melayu juga merangkumi selatan Burma, Vietnam, kamboja, sri lanka, Taiwan dengan berbagai istilah seperti dunia melayu, alam melayu, nusantara dan austronesia. [75] Istilah melayu Nusantara juga dipakai oleh Tansri Prof. Pandita Ismail Husein dari Malaysia [76] dan Djamal Tukimin sasterawan Singapura [77] Prof. Dr Zainal Kling dan banyak lagi [78].
Tulisan melayu yang paling tua dan sempurna berasal dari Riau, yaitu yang ditulis dalam gurindam dua belas karya Raja Ali Haji yang hingga sekarang di abadikan di kuburan beliau di Pulau Penyengat. Saat ini boleh dikatakan bahawa bahasa melayu adalah bahasa kebangsaan Nusantara yang dapat di pahami oleh warganegara Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Selatan Thailand [79].
Negara-negara yang terbentuk setelah kemerdekaan saat ini seperti Indonesia, Malaysia, dan Singapura tidak menunjukkan teritori dan kekuasaan raja-raja melayu Islam silam. Kerajaan Aceh Darussalam (1607-1936) dengan rajanya yang terkenal Iskandar Muda wilayah kekuasaannya meliputi Aceh, Deli, Johor, Bintan, Selangor, Kedah, Pahang, sampai ke Semenanjung Malaka. [80] Sebuah kerajaan Melayu Riau Lingga (Abad ke 19) wilayah kekuasaannya meliputi Deli, Johor, dan Pahang [81]. Setelah merdeka bangsa Melayu dipisahkan menjadi warga negara Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Selatan Thailand. Apa yang pasti, dalam istilah ilmu tidak mengenal adanya bangsa Brunei, Indonesia, Malaysia, Singapura dan Selatan Thailand. Karena bangsa bermaksud race. Istilah bangsa Brunei, Thailand, Malaysia dan sebagainya adalah istilah politik saja, yang benar adalah warganegara atau rakyat.
Hubungan Sumatera dengan dunia luar melalui perdagangan diperkirakan berlaku sebelum masehi lagi. Barus yang berdekatan dengan Aceh sebagai pengeluar kapur barus menjadi komoditas mewah yang dicari oleh berbagai bangsa dunia. Kapur ini dikatakan juga dibeli oleh orang Mesir untuk kegunaan pengawetan mayat untuk pembuatan mumi. Hasil hutan seperti kayu gaharu atau cendana, damar, storaks, myrobalan, candu dan benzoin, kemeyan, burung kasuari, bayan dan nuri, harimau, kucing hutan, beruang, kera, emas di Sumatera sebagai Pulau emas dan komoditas lainnya juga dicari oleh bangsa lain ke kawasan ini. [82]
Banyak sejarah yang belum diungkap yang disebabkan oleh dominasi dan tujuan kekuasaan di Kepulauan ini. Dominasi mitos gajah mada menurut Anhar Gonggong masih merupakan mitos yang sangat perlu dipertanyakan kebenarannya [83]. Dominasi serangan arek-arek Suroboyo perlu ditempatkan lagi ke real kebenaran, ini karena diwaktu yang sama juga berlaku peperangan melawan penjajah oleh anak negeri hampir disemua daerah Indonesia saat ini [84]. Dominasi sejarah Jawa untuk tujuan kekuasaan Orde Lama dan Orde Baru, dimana history (cerita dia) perlu dikaji kembali kebenarannya. Ini bertujuan agar Sumatera yang dizaman purbakala pernah terkenal dan menjadi tujuan orang-orang asing bisa kembali bercahaya di dunia International.
Meminjam kata-kata Prof. Suwardi MS mengatakan bahwa Sumatera hanya dijadikan sapi perahan pemerintah dengan berbagai konflik yang sengaja diciptakan dan budaya Melayu di zaman Orde Baru jarang mendapat tempat dalam budaya Nasional [85]
Parameswara raja Malaka yang pertama adalah berasal dari Palembang. Kerajaan Aceh Darus Salam memiliki hubungan yang sangat erat dengan Kerajaan pahang, Malaka dan Johor. Keluarga Diraja Negeri Sembilan yaitu Yang Dipertuan Agung Malaysia yang pertama, yang sampai sekarang menjadi lambang mata uang Malaysia berasal dari Minangkabau. Kerajaan Johor dan Selangor Memiliki hubungan kekeluargaan yang rapat dengan Kerajaan Riau Lingga. Para Menteri dan pejabat tinggi lainnnya di Malaysia banyak yang memiliki darah Rao, Aceh, Riau, Minangkabau, Palembang, Jambi, kerinci.
Tokoh-tokoh awal kemerdekaan memiliki hubungan kekeluargaan yang rapat antara semenanjung Tanah melayu dengan Pulau Sumatera Seperti Hamka [86], Adam Malik, Dr. Burhanuddin el-Helmy, Ahmad Boestamam, Haji Ibrahim Yaakob dan banyak lagi. Mereka semua bukan berasal dari Indonesia, karena Indonesia baru saja lahir pada Tahun 17 Ogos 1945. Mereka juga bukan anak Malaysia karena Malaysia baru saja lahir tahun 31 Ogos 1957, mereka adalah anak melayu Nusantara.
Route perjalanan Haji dimasa silam dengan menggunakan kapal laut harus melalui Aceh dan Pulau Pinang. Tempat itu bukan hanya sekedar transit, tetapi juga sebagai media pembelajaran dan menuntut ilmu jamaah sambil menunggu cuaca yang akan membawa mereka ke Tanah Arab [87]
Dekatnya hubungan kedua Pulau ini dicemari dengan adanya berbagai konflik antara Indonesia dengan malaysia pasca kemerdekaan. Disamping konflik ini membawa dampak negatif yang tidak terhingga, konflik itu juga membawa hikmah dengan dilakukannya berbagai kajian, seminar dan kerjasama antara dua negara. Konflik juga berhasil mengungkap berbagai aspek khazanah sejarah Nusantara yang selama ini menurut Prof. Abdullah Zakaria hanya dimonopoli oleh sejarah dan budaya Jawa saja. Data yang tidak objektif itu tentu saja dipengaruhi oleh kuatnya dominasi kekuasaan Jawa dimasa orde lama dan orde baru. Beberapa dekad ini berbagai kesilapan sejarah itu sudah mulai diluruskan kembali seperti oleh Anhar Gonggong tentang sejarah gajah mada dan sebagainya.
Hubungan Kekeluargaan
Menurut Datuk Dr Muhammad Rais Abdul Karim, penghijrahan orang Sumatera ke Tanah Melayu telah berlaku zaman berzaman dan jauh sebelum kedatangan Barat menjajah tanah Melayu. [88] Ini bererti berbeda dengan kedatangan kaum China dan India ke tanah Melayu yang dilakukan atas keinginan dan keperluan penjajah. Penghijrahan masyarakat dari satu tempat ke tempat lain di Alam Melayu adalah perkara yang biasa berlaku jauh sebelum kemerdekaan lagi.
Di waktu itu Nusantara tidak dibatasi oleh sempadan dan batasan. Bahkan penghijrahan dari satu tempat ke tempat lain dalam wilayah Nusantara biasanya di alu-alukan dan disambut bagaikan menyambut sang pahlawan. Ini karena yang hijrah dan yang menerima penghijrahan itu memiliki identitas yang sama. Kesamaan dari segi alam, ekonomi, politik, sejarah masa lalu, bentuk tubuh, warna kulit, budaya, bahasa, agama dan berbagai-bagai kesamaan lainnya membuat mereka merasa bersaudara antara satu dengan lainnya. Belum ada sistem pasport, visa dan fiskal ketika itu. Asia Tenggara pula pernah menjadi sebuah kesatuan disaat permukaan air laut turun. [89]
Dalam budaya Melayu Islam sangat menekankan institusi keluarga. Diantara identitas orang melayu adalah mereka kuat menjalankan agamanya dan kuat menjalin hubungan persaudaraan. Agama dan adat melayu memandang hina kepada orang yang memutuskan hubungan kekeluargaan.
Hubungan kekeluargaan telah berjalanan ribuan tahun lamanya di kepulauan Nusantara dan jauh sebelum lahirnya negara Indonesia-Malaysia. Hubungan kekeluargaan dapat dilihat dari hubungan darah, persemendaan, hubungan suku kaum, dan adat budaya. Hubungan kekeluargaan yang baik antara Malaysia-Indonesia saat ini dapat dilihat dari lahirnya berbagai-bagai organisasi berdasarkan suku kaum yang ada di Malaysia, seperti Persatuan masyarakat Banjar, Boyan, Bugis, Jawa, Kampar, Kerinci, Mandailing, Minangkabau, Rao, Riau dan sebagainya dan mereka disebut dengan penduduk bumi putera.
Setiap masyarakat yang berhijrah membawa sekali adat, budaya dan bahasanya ke tempat baru mereka pindah. Ini dapat dilihat dari nama-nama perkampungan dan tempat kediaman di Malaysia seperti kampung Rao, Selayang, Kampung Kerinci, Kampar, kampung Mandailing, Kampung Aceh, kampung Minang, dan sebagainya. Nama-nama itu adalah nama kampung di Pulau Sumatera.
Cukup ramai yang penulis jumpai, masyarakat Malaysia datang ke Indonesia dan masyarakat Indonesia datang ke Malaysia semata-mata bertujuan untuk mengunjungi sanak saudara mereka. Ini tidak terkecuali terhadap keturunan Arab dan China Malaysia yang berasal dari keturunan Arab dan China Indonesia (sekarang). Akan tetapi semua itu sepertinya tidak mendapat liputan media.
Sebagai perbandingan penulis hanya akan menceritakan tentang masyarakat keturunan keluarga suku kaum Rao/Rawa di Malaysia secara ringkas;
Menurut Jaringan Anak Rao Malaysia (JARO) yang bertugas mengumpulkan silsilah masyarakat Rao Malaysia, orang Rao telah datang ke tanah Melayu bermula sejak abad ke 5 Masehi lagi [90]. Penghijrahan secara besar-besaran bermula sejak abad ke 16, 17 dan abad 18. [91] Data itu juga didukung oleh Tengku Lukman Sinar, seorang sejarawan yang berasal dari Rao yang sekarang berada di Medan. Menurutnya Orang Rao dan Kampar dulunya menetap di Sungai Itek Gopeng Perak, Mantin Negeri Sembilan dan Raub Pahang pada abad ke 16. [92]
Belum ada negara yang namanya Indonesia dan belum lahir kerajaan yang bernama Malaysia ketika masyarakat Rao datang ke Tanah Melayu waktu itu. Indonesia merdeka pada 17 Ogos 1945 dan Malaysia merdeka pada 31 Ogos 1957. Keadaan dizaman itu sangat berbeda dengan keadaan Malaysia saat ini.
Orang Rao pula tidak tinggal diperkampungan orang-orang tempatan, tetapi menetap dan membuka penempatan baru yang belum diterokai dan belum berpenghuni lagi. Membuka hutan, meredah denai, menyuluh arah, jalan beliku menurut lagu sekondakhati. [93] Sejarah juga mengatakan bahawa masyarakat Rao menjadi pengasas perkampungan baru dan sebagai peneroka awal di beberapa tempat tanah Melayu [94]. Ia tidak sama dengan masyarakat Felda atau transmigrasi yang diberi berbagai kemudahan untuk meneroka perkampungan dan lahan pertanian. Perjalanan dari Kuala Lumpur ke Kelang saja memakan masa 10 sampai lima belas hari lamanya [95].
Rao yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah daerah rawa-rawa yang meliputi berbagai-bagai daerah yang luas seperti Panti, Padang Gelugor, selayang, Sungai Ronyah, Muara Sipongi dan sebagainya yang terletak di pulau Sumatera. Di sebelah Utara, Rao berbatasan dengan Sumatera Utara, di sebelah Timur berbatasan dengan Riau Daratan, di Selatan, bersempadan Minangkabau manakala di sebelah Barat, terbuka dengan Selat Mentawai yang secara geografi membentuk permukaan bumi di daratan pulau Sumatera. [96]
Orang Rao telah datang ke Tanah Malayu terdiri dari golongan petani dan pemburu emas. Tanah Melayu ketika itu terkenal dengan Semenanjung emas. Mengikut sejarah, suku kaum Rao yang mula-mula sekali berhijrah ke Tanah Melayu ialah golongan petani. Ini berlaku sekitar abad ke 5 Masehi. Faktor perdagangan bebas semasa zaman Kesultanan Melaka di abad ke 15 Masehi telah menggalakkan Iebih ramai kaum Rao merantau, berdagang dan bermukim di Tanah Melayu. [97] Penghijrahan masyarakat Rao pula adalah penghijrahan melalui proses hijrah semula jadi karena adanya persamaan sejarah, antropologi, linguistik dan budaya antara masyarakat Rao dengan masyarakat tempatan. Masyarakat rumpun Melayu pula memiliki adat kebiasaan merantau untuk mempertingkatkan imeg, status, taraf sosial dan ekonomi individu dan masyarakat. [98]
Etnik masyarakat Rao kurang terkenal di Indonesia karena Belanda telah menyatukannya dengan Minangkabau dalam district Lubuk Sikaping. Akan tetapi kajian tentang Rao banyak terdapat dalam tulisan di zaman penjajahan lagi. Kajian tentang Rao secara akademisi juga terdapat dalam perpustakaan diberbagai perguruan tinggi Malaysia (Singapura) mulai tahun 60-an lagi. Berdasarkan bahasa, adat, suku dan asal usul, etnik masyarakat Rao tidak sama dengan Minangkabau.
Penghijrahan beramai-ramai suku kaum Rao ke Tanah Melayu berlaku semasa Perang Padri (1816-1833) diwaktu zaman pemerintahan penjajah Belanda. Sebahagian besarnya terdiri dari golongan istana, para ulama, cendekiawan, pendekar, panglima dan sebagainya. Proses penghijrahan masyarakat Rao mengikut negeri yang baru dapat di kesan oleh para pengkaji keturunan Rao di Malaysia ialah; [99]
Negeri Sembilan: Penghijrahan ke Seri Menanti di sekitar tahun 1773 dan melalui Sungai Ujong (Seremban) di sekitar tahun 1848. Negeri Pahang: Penghijrahan melalui Sungai Hulu Pahang (Bera, Hulu Pahang, Kuala Lipis, Raub, Bentong) sekitar tahun 1857-1863. Antaranya Tengku Khairul Alam, Pakeh Khalifah Saka, Tujuan Saka dll. Negeri Selangor: Penghijrahan melalui Sungai Klang (Hulu Langat, Hulu Selangor) dan Sungai Selangor (Kalumpang, Ampang, Kuala Lumpur, Gombak) sekitar tahun 1867- 1873. Pelopornya belum lagi dapat dikenal pasti. Negeri Perak: Penghijrahan melalui Sungai Perak, Sungal Bidor dan Sungai Bernam (Teluk Intan, Kuala Kangsar, Larut, Kinta, Gopeng, Tapah, Kampar) sekitar tahun 1875-1876. Antaranya Datuk Sakti Putih dll. Negeri Kelantan: Catatan sejarah juga menunjukkan bahawa suku kaum Rao turut berhijrah ke Kelantan melalui Pahang, khususnya di Jajahan Pasir Mas melalui Sutan Amir Kaharuddin Budiman.
Kuatnya pengaruh Islam pada masyarakat Rao dapat dilihat dari nama-nama orang Rao silam ataupun dari nama-nama orang tua yang masih hidup di Rao saat ini yang Islami. Diperkirakan dampak dari peperangan PRRI, kekuasaan orde lama dan orde baru, masyarakat Rao telah menukar nama-nama mereka kepada yang tidak islami, untuk menghilangkan jejak dizaman orde lama. Dan untuk mudah menjadi PNS dizaman kekuasaan orde baru yang mengarah kepada jawanisasi.
Faktor penghijrahan besar-besaran adalah disebabkan Rao ditakluk oleh Belanda pada tahun 1833. Faktor penghijrahan lainya adalah disebabkan oleh kuatnya pengaruh komunis di Indonesia dan meletusnya perang saudara antara Pemerintahan Revolusioner Republik Indonesia (PRRI) dengan tentera pusat di Sumatera Barat pada 15 Februari 1958, dan Rao adalah kubu terakhir PRRI ketika itu.
Usaha menyatukan kembali keluarga masyarakat Rao yang terpisah-pisah diserata dunia ini telah dilakukan dengan mendirikan Ikatan Keluarga Besar Rao (IKBR) di Medan, Jakarta dan berbagai-bagai tempat di Indonesia. Usaha serupa juga dilakukan di Malaysia dengan mendirikan persatuan Jaringan anak Rao Malaysia (JARO) yang dimulai di Pahang yang fokus mengkaji silsilah keturunan Rao dan dilanjutkan di Perak yang mewakili masyarakat Rao secara keseluruhan di Malaysia.
Bentuk aplikasi hubungan baik masyarakat Rao Malaysia dapat dilihat dari kunjungan Pada 26 februari 2002. Seramai 42 orang keturunan Rao Pahang telah berkunjung ke Rao dalam rangka mencari susur galur silsilah keturunan dan sanak saudara mereka disana. Pada 27 November 2008 seramai 45 ahli Jaringan Anak Rao (JARO) telah berkunjung pula ke sana. Acara ini telah disambut secara besar-besaran di Rao tanah asal mereka dengan tangisan bahagia dan rindu karena hanya dapat berjumpa setelah terputus bergenerasi lebih 200 tahun lamanya. Kunjungan individu, keluarga, penyelidik dan berbagai-bagai kunjungan lainnya juga banyak dilakukan selain kunjungan rombongan yang diungkapkan di atas. Walaupun yang dapat berjumpa itu ada yang 3 pupu dan 4 pupu, namun tali persaudaraan ibarat menebas air yang tak akan putus oleh perbedaan negara, aliran politik dan fahaman nasionalisme sempit.
Pada 25 Julai 2009 telah diadakan sebuah seminar sehari yang membincangkan tentang berbagai aspek sejarah, sosial budaya, ekonomi masyarakat Rao dahulu dan sekarang. Dalam seminar tersebut juga telah diterbitkan 3 buah buku; 1. Buku Rao Disana Sini, yang merupakan kumpulan 11 makalah seminar dari beberapa orang PhD bidang kajian melayu dan beberapa pakar lainnya. 2 buku Puisi Rao Nusantara, yang berisi kumpulan puisi yang menceritakan tentang masyarakat, adat resam, bumi dan budaya Rao dan 3. Buku Sekondakhati, yang merupakan isi website masyarakat Rao Malaysia. Ianya kumpulan sumbangan tulisan yang dikirim oleh masyarakat Rao dari berbagai pelosok dunia.
Seminar yang diadakan oleh Jaringan Anak Rao Malaysia (JARO) di UPSI itu dihadiri oleh para tokoh Nasional Malaysia seperti Tun Ahmad Sarji (Pengerusi PNB), Dato' Prof Dr Aminah Ayob (Naib Canselor UPSI), Tan Sri Prof Ameritus Dr Ismail Hussin (Ketua Satu GAPENA), Djamil Tukimin (Sasterawan Singapura), Prof Emeritus Dr Abdullah Hassan (Institut Peradaban Melayu UPSI), Dato' Seri Mohd Khalil Hj Hussein (YDP JARO), Dato' Hj Zainal Abidin Hj Nordin (Tim.YDP JARO), Edi Herman (YDP Yayasan Anak Rao Indonesia atau YARO), Dato' Seri Aziz Shamsudin, sejumlah artis dan berbagai lapisan masyarakat lainnya. Sekitar 3000 orang memadati dewan besar di Universiti Pendidikan Sultah Idris Tanjung Malim menghadiri seminar itu.
Bulan Juli 2010 JARO telah berjaya mengadakan AGM dan majlis makan malam yang dihadiri 400 orang. Rombongan kunjungan JARO Malaysia selanjutnya ke Rao akan diadakan pada bulan November 2010.
Di antara Tokoh-tokoh Rao yang berasal dari keturunan Suku Rao di Malaysia adalah Tun Ahmad Sarji (pengerusi Permodalan Nasional Berhad), Tun Ismail Muhamad (Gubernur Bank Negara), Tun Hamdan (Tokoh Pendidikan), Tun Dr Siti Asmah (Isteri Dr Mahathir), Tansri Salehuddin Muhammad (Ketua setiausaha Negara), Datuk Seri M. Khalil Husein (Pengarah Imigresen), Datuk Aziz Shamsuddin (Menteri Luar bandar), Tan Sri Muhammad Taib (Menteri Luar Bandar), Tansri Gazali Shafie (Menteri Luar Negeri), Tansri Rafidah Aziz (Menteri Perdagangan Antarabangsa), Datuk Ahmad Razali (MB Selangor), Yusuf Rawa (Duta Besar di Iran, Turki & Afgahanistan), Dr Mujahid Rawa (Ahli Politik), Dan ramai lagi lainnya.
Penulis sengaja tidak memasukkan Tokoh-tokoh yang terdiri dari para Jenderal dan petinggi Tentera dan Polisi Malaysa, karena Polisi dan tentera di negara ini tidak dihormati dan ditakuti melebihi rakyat biasa lainnya. Barangkali di dunia ini hanya orang Indonesia lah satu-satunya yang takut dan hormat pada Tentera dan Polisi melebihi rakyat biasa lainnya.
Sampai sekarang hubungan persaudaraan dan suku kaum antara kedua negara masih terjalin. Kaitan itu dapat dilihat melalui hubungan perkahwinan, kunjung mengunjung dan saling tolong menolong antara satu dengan lainnya.
Masa Depan Hubungan
Sejarah kelam hubungan Korea Selatan dengan Korea Utara tidak akan berlaku antara Indonesia dengan Malaysia. Penulis melihat hubungan antara Sumatera dengan Semenanjung Malaysia akan terus berjalan dengan baik dan tidak begitu dipengaruhi oleh keadaan politik semasa antara pemerintah Indonesia dengan kerajaan Malaysia. Ini karena masyarakat kedua negara tidak sama seperti zaman orde lama lagi.
Hubungan ekonomi, sosial, budaya akan terus berjalan baik secara legal maupun illegal melalui selat Malaka maupun udara. Ferri Malindo, Indomal dan penerbangan murah airasia banyak membantu mempelancar hubungan ini. Rakyat Sumatera akan terus datang ke Malaysia dan sebaliknya karena mereka punya ikatan kekeluargaan, suku kaum, seagama dan jaringan bisnes lainnya. Saya melihat ramai orang kampung saya dari Sumatera datang melancong ke Malaysia, karena biaya datang ke Malaysia lebih murah dan lebih nyaman dari datang ke Jakarta.
Jalinan ulama silam telah dilanjutkan oleh generasi sekarang melalui berbagai hubungan seperti Dr. Abdullah Yasin, Muhamadiyah, ajaran tarikat, yang menurut penulis perlu kepada makalah tersendiri untuk membahasnya
Hubungan suku kaum dan kekeluargaan tidak akan dapat dihentikan karena ini melibatkan emosi yang tidak akan dipengaruhi oleh rasa nasionalisme sempit. Hubungan suku kaum dan kekeluargaan ini dapat dilihat dengan adanya persatuan masyarakat Mandailing, minangkabau, Aceh, Rao, Kerinci, Jambi di Malaysia.
Apa yang sedang berlaku saat ini adalah melalui hubungan pendidikan dengan terdapatnya ribuan mahasiswa Sumatera yang belajar ke semenanjung Malaysia dan sebaliknya. Mereka ini akan menjadi agen pemersatu yang akan meluruskan persepsi masyarakat tentang kedua negara. Sebagai mahasiswa tentu saja mereka bukan orang bodoh yang mau dikorbankan untuk kepentingan politik penguasa.
Malaysia saat ini sedang giatnya mendatangkan para dosen Indonesia terutama yang dari Sumatera sebagai dosen tamu diberbagai perguruan tinggi Malaysia dan ini sebenarnya kelanjutan kerjasama akademik yang telah berjalan sejak dulu lagi, seperti dalam pendirian UKM, UPSI dll.
Bulan mei 2010 penulis ke Jakarta melihat bagaimana hubungan Yayasan Dakwah Islamiyah Malaysia dan Indonesia (YADIM - YADMI). Hubungan ini menurut penulis mempunyai prospek yang cerah untuk hubungan baik kedua negara melalui ukhuwah Islamiyah dengan kerjasama dakwah.
Kerjasama budaya seperti antara Solok, Riau dengan Malaka dan sebagainya seperti kerjasama “alam melayu alam Islam” yang banyak di promosikan oleh Muhammad Ali Rustam Menteri Besar Malaka juga banyak membantu.
Analisa dan Kesimpulan
Hubungan Sumatera dengan Semenanjung Tanah Melayu telah berjalan sebelum lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Kerajaan Malaysia lagi. Hubungan masyarakat kedua pulau semakin rancak dengan adanya jalinan ukhuwah Islamiyah yang diasaskan oleh para ulama silam yang berkembang kepada hubungan kekeluargaan, isntitusi diraja, suku kaum dan sebagainya.
Umat Islam adalah bersaudara dan setiap orang Islam diwajibkan mendamaikan saudara mereka yang bertikai, bukan malah memecah belah antara satu dengan lainnya. Diharapkan hubungan kekeluargaan, suku kaum dan seagama yang telah terjalin ribuan tahun lalu di kepulauan Nusantara ini, tidak dicabikkan oleh kepentingan politik sesaat dan nasionalisme sempit yang baru lahir beberapa puluh tahun ini saja
Seperti yang diketahui umum bahwa tiga orang pemimpin tertinggi Bendera adalah juga pemimpin Batak Kristen dan orang-orang yang melakukan demonstrasi itu adalah dibayar yang menjadi bisnes baru bagi para penganggur dan orang miskin di Jakarta.
Dalam Islam dinyatakan bahwa fitnah lebih kejam dari pembunuhan, akibat dari fitnah boleh menimbulkan perpecahan, permusuhan, kebencian, dendam, perang yang boleh membunuh ratusan bahkan ribuan nyawa yang tidak berdosa lainnya. Media massa dalam hal ini diharapkan berhentilah memberikan judul-judul sensasi dalam judul beritanya demi tujuan populeritas yang merugikan rakyat sebagai konsumen mereka. Media massa sebaiknya membuat berita berdasarkan kebenaran dan fakta, bukan berdasarkan gosip dari mulut ke mulut.***
Langgan:
Catat Ulasan (Atom)
Tiada ulasan:
Catat Ulasan