Isnin, 1 Disember 2008

Pengabdi Republik Tak Mungkin Munafik

Pengabdi Republik Tak Mungkin Munafik

A.Rahim Qahhar
rahim_qah@yahoo. com


”Pak, saya dari Medan !”
“Wah, kita sekampung. Anak Medan jangan mau kalah dengan daerah lain, termasuk untuk lingkungan ASEAN,”
“Terima kasih, Pak!”

ITULAH dialog singkat antara penulis dengan Wapres H.Adam Malik di Istana Bogor , saat beliau menyerahkan bukunya “Adam Malik Mengabdi Republik” kepada penulis sekaligus menandatanganinya. Juga tertera di buku terbitan PT Gunung Agung yang baru diluncurkan itu tanggal 20/7/78.

Kenapa harus disebut ASEAN?
Ada dua hal yang saling berkaitan. Pertama, karena acara pertemuan silaturahim di Istana Bogor itu, adalah pertemuan para pengarang sehubungan berlangsungnya Pertemuan Sastrawan ASEAN 1978 di Taman Ismail Marzuki Jakarta dan Bogor.
Kedua, dengan menyebut ASEAN, orang pasti tahu bahwa nama Adam Malik cukup berperan dalam sebuah deklarasi bersejarah. ASEAN didirikan pada 8 Agustus 1967 oleh lima negara pemrakarsa, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok melalui Deklarasi Bangkok. Menteri luar negeri penandatangan Deklarasi Bangkok kala itu ialah Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand).

Dalam rentang waktu, nama tokoh patriot bangsa yang telah diakui sebagai pahlawan nasional pada 1998 itu tak disebut-sebut. Dua bulan lalu dikabarkan Museum Adam Malik ditutup. Menjelang akhir November ini, tiba-tiba berita terkuak sekaligus membuat orang tersentak.
Buku Tim Weiner, Membongkar Kegagalan CIA, 2008, menuding Adam Malik sebagai agen CIA. Buku yang judul aslinya Legacy of Ashes ini mengutip perkataan Clyde Mc Avoy, pejabat tinggi CIA yang menyatakan telah merekrut Adam Malik sebagai agen dan mengontrolnya. Lewat Adam Malik ini pula konon CIA mengucurkan dana 10 ribu US dolar untuk membiayai aksi pembasmian G30S-PKI.
Tim Weiner ternyata bukan penulis picisan. Ia pernah menjadi wartawan The New York Times, Weiner mengatakan telah melakukan investigasi dalam waktu yang lama. Menurutnya buku ini bersifat on the record, tidak ada sumber tanpa nama, kutipan tanpa identitas pembicara atau gossip. Sebagai penulis handal ia juga pernah mendapat penghargaan.

Tentu saja pihak keluarga Putra Siantar ini spontan bereaksi. Otto Malik, putra sulung berkomentar: "Pada awalnya saya dan keluarga marah. Tapi setelah baca buku ini saya malah tertawa. Karena buku ini sudah mengakui kalau buku ini salah," katanya. Otto menjelaskan, di dalam kata pengantarnya ditulis bahwa Tim Weiner sudah mengakui kesalahan dia. "Jadi enggak mungkin 'menembak' dia. Karena dia sudah memasang tembok. Apalagi disebutkan bahwa isi buku ini tidak semuanya mengandung kebenaran," tambah Ottto sambil tertawa. Dalam pandangan Otto, ayahnya tidak mungkin bertindak bodoh dengan menjadi agen CIA dan mengkhianati negaranya sendiri. "Alangkah tidak masuk akal. Ayah saya bertindak sebodoh itu," pungkas Otto.
Reaksi pun bermunculan dari berbagai pihak. Pakar sejarah Asvi Warman mengatakan hal itu sebagai fitnah. Wapres Jusuf Kalla yakin tidak mungkin Adam Malik seorang agen CIA. Lalu Amien Rais pun bilang “Saya tidak percaya seorang Adam Malik sebagai agen CIA,”. Sejarawan UGM Prof Dr Taufik Abdullah, di samping ikut menyangkal sekaligus menyarankan agar pihak keluarga, kolega, sahabat dan murid Adam Malik untuk membantah isi buku tersebut dan menjelaskan hal yang sebenarnya kepada publik. Bahkan sastrawan Taufiq Ismail justru lebih ekstrim lagi, dalam diskusi di layar kaca, ia mensinyalir ini semua kerjanya antek-antek komunis.

Pengabdi Republik
Pemuda cerdik berpostur kecil yang dijuluki ''Si Kancil” ini dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 dari pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Tapi orang Malaysia mengklaim, Adam Malik lahir dan dibesarkan di Kampung Batu Sembilan, Chemor, Perak-Malaysia.
Sepupu Adam Malik sendiri, Haji Hasan bin Mohd Tasah Batubara, 65, Imam Masjid Chemor, mengatakan Adam Malik lahir dan dibesarkan di Chemor. Ayah Adam Malik, yakni Abdul Malik Batubara, berasal dari Hutapungkut Julu di Kotanopan, Tapsel pada tahun 1911 mempersunting gadis Mandailing yang tinggal di Chemor. Mempelai itu adalah Salamah Lubis, yang kemudian melahirkan Adam Malik sebagai putra ketiga, dan membawanya pulang ke Sumatera.

Usia 17 tahun ia telah menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik merantau ke Jakarta .
Tiga tahun kemudian, bersama Soemanang, Sipahutar, Armyn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota .
Ia merupakan personifikasi utuh dari kedekatan antara diplomat, wartawan bahkan birokrat.. Jangan terkejut, bila pria otodidak yang secara formal hanya tamatan SD (HIS) ini pernah dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York . Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu.

Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Juga Adam Malik termasuk tokoh pemuda dalam gerakan proklamasi, yang mendesak Soekarno untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.
Adam Malik memang seorang pengabdi republik!
Sepanjang hayatnya ia memegang tampuk jabatan yang jarang dimiliki oleh pejabat lain. Misalnya mulai sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947), Anggota Parlemen (1956), Anggota DPA (1959), Duta besar di Uni Soviet dan Polandia (1959), Ketua Delegasi Indonesia-Belanda (1962), Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965), Wakil Perdana Menteri II/Menteri Luar Negeri RI (1966-1977), Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26, Ketua MPR/DPR 1977-1978 dan terakhir sebagai Wakil Presiden RI (23 Maret 1978-1983) hingga beliau wafat di Bandung, 5 September 1984.

Tentu saja sulit untuk membuktikan Adam Malik benar-benar seorang agen CIA. Namun, bukan berarti hal itu menutup kemungkinan Adam Malik adalah memang benar-benar agen. Apalagi beliau memang seorang aktor politik yang kharismatik saat itu. Sementara Amerika Serikat punya kepentingan untuk merekrut agen-agennya di seluruh penjuru dunia. Apalagi AS saat itu adalah era perang dingin.
Mungkin saja rekaan itu muncul ketika diawali dengan pertemuan akrab antara Adam Malik dengan Presiden Richard Nixon yang berkunjung ke Indonesia , April 1967. Lalu beberapa bulan kemudian Dubes Amerika memberikan bantuan untuk Indonesia yang diterima oleh Adam Malik Desember 1967 dilanjutkan tambahan bantuan pada Februari 1968. Apakah ini sebuah isyarat bahwa Putra Siantar atau Si Kancil ini memang akrab dengan jaringan Amerika. Belum tentu, karena berkat kesigapan dan kepiawaiannyalah, pada periode itu juga Indonesia menerima bantuan dari Jerman, Inggris, Jepang maupun Pakistan .

Suatu ketika ia merendah-rendah dan merasa riskan dengan jabatannya sebagai Wapres, katanya ‘saya ini hanya sebagai Pelayan Umum No.2 di negara ini’ Dan sebuah pengakuan yang jujur dituliskannya dalam pengantar buku “Adam Malik Mengabdi Republik” tertera: Saya adalah seorang Islam Pancasilais, dan meyakini bahwa Bangsa Indonesia tidak dapat mengecilkan ideologi nasional ini karena lebih menyukai yang lain, apakah komunisme, kapitalisme atau keagamaan. Sementara putra sulungnya Otto bilang, ayah pernah mengatakan bahwa dirinya seorang sosialis, tapi sosialis berkeagamaan.
Ia sering mengatakan ‘semua bisa diatur’, tujuan kalimat itu cukup familiar dan positif, meskipun akhirnya dipelesetkan orang lain menjadi makna yang cenderung negatif. Semua bisa diatur, jangan-jangan agen CIA juga terperangkap pada ungkapan itu. Siapa yang diatur atau siapa yang mengatur. Cuma Si Kancil yang tahu.

Jadi, seorang pengabdi republik tak mungkin munafik!
Apalagi dalam relung kehidupannya, Ada m Malik telah ditanamkan oleh ayahnya sebuah prinsip yang kental bern uansa filosofis. Sang ayah mengatakan: Waspadalah selalu, karena orang yang tidak waspada hari ini, akan lebih tidak waspada besok!
Amaran semacam ini membuat kita harus pula waspada. Bukan mustahil Tim Wiener tidak semata-mata menembak Adam Malik, mungkin titik bidiknya ke sasaraan yang lain, yang lebih besar. Siapa tahu. Sayangnya, Adam Malik sudah kembali ke pangkuan Yang Khalik. Bila tidak, beliau pasti menulis buku trilogi yang lebih dahsyat lagi ketimbang Wiener.*
(MEDANBISNIS, Minggu 30 Nov.2008)