Selasa, 30 Disember 2008

Rokan, Negeri Seribu Rumah Suluk Naqsyabandiyah


Rokan, Negeri Seribu Rumah Suluk Naqsyabandiyah

PadangKini.com | Senin, 29/9/2008, 13:01 WIB

Oleh: Febrianti


Aliran tarekat Naqsyabandiyah yang lebih 1.000 pengikutnya terdapat di Sumatera Barat memiliki ‘keunikan' dengan berpuasa dan Idul Fitri lebih awal 2 hari dari jadwal Pemerintah. Seperti apa suasana tarekat ini? Kami membawa Anda ke kantong aliran tarekat Naqsyabandiyah di sepanjang tepian Sungai Rokan, Provinsi Riau. Di sini tempat ribuan rumah suluk yang didirikan jemaah Naqsyabandiyah. Abdul Wahab Rokan, tokoh yang membawa aliran Naqsabandiayah ke Asia Tenggara lahir di situ. Tulisan ini hasil liputan Febrianti dari PadangKini.com beberapa bulan lalu. (Redaksi)

BERSAMA angin yang berhembus, irama puja-puji salawat nabi terdengar merdu memenuhi udara kampung Rantau Bais di tepian Sungai Rokan.Menghidupkan suasana kampung yang terkesan sunyi.Salawat yang dinamakan tarahum itu dilantunkan laki-laki dari sebuah rumah suluk dan sudah menjadi tradisi orang-orang Rokan untuk menjaga waktu salat.

Rumah Suluk Rantau Bais siang itu ramai tidak seperti biasanya. Di halaman rumah suluk, ibu-ibu sibuk memasak dalam kancah besar di atas tungku. Ada yang menanak nasi, mengaduk rendang daging kambing, membuat sup kambing dan gulai nangka.
Usai salat sebuah pesta kenduri akan dilangsungkan. Makan-makan bersama itu untuk mengakhiri kegiatan suluk yang berlangsung selama 10 hari di rumah suluk itu. Suluk yang dilangsungkan kali ini adalah memperingati maulid Nabi Besar Muhammad SAW, Maret 2008.

Sebelum azan, kaum ibu menyelesaikan tugas masak-memasak dan bergegas mandi ke sungai.
"Nanti ikut kenduri suluk kaki, jangan sampai tidak datang," kata ibu Asmah, tuan rumah kepada saya. Ia adalah istri Khalifah Ruslan Muhammad Khotib, yang menjadi mursid atau guru di rumah suluk itu.

Suluk sudah menjadi tradisi yang berkembang subur di perkampungan tepian Sungai Rokan. Setiap kampung memiliki lebih dari tiga rumah suluk. Tidak salah bila Rokan dijuluki negeri dengan seribu rumah suluk karena ada lebih seratus kampung yang ada di tepi sungai Rokan.
Yang membawa suluk ke Sungai Rokan adalah Syekh Abdul Wahab Rokan, satu abad yang lalu. Ia lahir pada 28 September 1811 di Kampung Danau Runda, Rantau Binuang Sakti, Rokan Hulu, Riau. Ia penganut aliran Tarekat Naqsyahbandi yang didapatnya setelah belajar di Mekkah.

Saat di Mekkah, Abdul Wahab Rokan diangkat sebagai khalifah besar. Penabalan itu diiringi dengan bai'at dan pemberian silsilah tarekat Naqsyabandiyah yang berasal dari Nabi Muhammad SAW hingga kemudian diteruskan kepada Abdul Wahab Rokan urutan penerima silsilah yang kedua puluh lima. Ia pun mendapat gelar Al Khalidi Naqsyabandi.

Setelah kembali ke Riau, Abdul Wahab Rokan mendirikan Kampung Mesjid. Ia mengembangkan syiar agama dan tarekat yang dianutnya, hingga Sumatera Utara dan Malaysia. Ia juga mendirikan kampung Babussalam di Langkat, Sumatera Utara di atas tanah yang diserahkan Sultan Musa Al-Muazzamsyah dari Kerajaan Langkat.
Hingga saat ini Babussalam menjadi pusat pengembangan Tarekat Naqsyahbandiah. Namun, walaupun Abdul Wahap Rokan akhirnya menetap dan meninggal dunia di Langkat, Suluk di Rokan tetap hidup di tengah masyarakat.

Persiapan Menghadapi Mati

Bangunan rumah suluk Rantau Bais itu bertingkat dua. Di lantai dua, ada beberapa perempuan tua yang terlihat sibuk mengemasi barang, menggulung dan mengikat erat kasur kapuk dengan selimut dan memasukkan baju-baju mereka ke dalam tas. Kain tirai pembatas tempat tidur belum dibuka, begitu juga kelambu di dalamnya tempat peserta suluk tidur.

"Ini namanya kubur, jadi di dalamnya kita bisa merenung membayangkan seperti inilah dalam kubur nanti, sendirian, makanya untuk saya ikut suluk adalah mempersiapkan diri menghadapi mati," kata Nurlia, 68 tahun, menunjukkan kasur tempat tidurnya yang masih ditutup kelambu putih.

Ia menunjukkan posisi tidur peserta suluk dalam ‘kubur', tubuh dalam posisi miring dan kaki dilipatkan ke dada, untuk mendapatkan posisi seperta dalam rahim ibu.
"Tempat tidur ini bisa dipakai untuk merenung seusai zikir malam, agar kita merasa benar-benar sendiri dan hanya berserah diri pada Allah, juga membayangkan saat dalam rahim ibu dulu," katanya.

Ikut suluk punya persyaratan yang cukup berat. Bagi peserta baru, harus ikut tarikat lebih dahulu. Setelah itu sebelum suluk akan ada sederet ritual. Awalnya melakukan ‘registrasi' membawa sebuah limau kapas (jeruk nipis) dan beberapa lembar uang yang sekadarnya yang akan diserahkan ke mursid atau guru suluk.

Setelah itu peserta mandi di sungai dengan perasan air jeruk untuk mensucikan diri yang disebut mandi tobat. Selama suluk berlangsung tidak boleh pulang ke rumah, termasuk saat sakit. Bila sakit, biasanya keluarga dari peserta suluk yang datang merawat dan ikut tinggal di sekitar rumah suluk.
Untuk peserta yang ikut pertama kalinya juga tidak boleh menampakkan diri di muka umum, bila hendak keluar mandi ke sungai, kepalanya tubuh dan wajah harus ditutupi kain.

Selain itu selama suluk juga tidak boleh memakan hewan bernyawa, mulai dari daging, ikan, ayam, termasuk telurnya. Makanan peserta suluk hanya dari tumbuh-tumbuhan, nasi, sayur, tahu, dan tempe. Makanan yang bernyawa dianggap tidak baik karena membuat pikiran tidak khusuk.

Kegiatan peserta Suluk mulai dari salat subuh, salat sunat, salat tobat berzikir, salat lagi, malam berzikir bersama, mursid atau guru, tahajud bersama dan tidur. Lalu apa lagi yang dikerjakan peserta suluk?

"Itu rahasia, tidak boleh diceritakan semua, cukup kulitnya saja, kalau ingin tahu harus ikut tarekat dan suluk," kata Asmah.

Walaupun tidak dibatasi umur, kebanyakan yang ikut suluk orang-orang yang telah berusia 40 tahun ke atas. Setiap ada kegiatan suluk, diikuti puluhan hingga ratusan orang.

‘Tapi jangan bilang kami nenek-nenek, kami ini gadis semua," kata Nenek Toyah, 72 tahun terkekeh dan disambut tawa teman-temannya.

"Kami memang di sini sudah janda semua, ditinggal suami, jadi ya sudah seperti anak-anak gadis," sahut Nurlia.

Karena hari terakhir bersama-sama, peserta suluk yang biasa berkawan akrab sejak semasa kecil hingga gadis dan masa tua, tampak berat hati mengakhiri kebersamaan.
"Mudah-mudahan kita bertemu lagi di suluk yang akan datang, kalau umur saya masih panjang," kata Toyah pada teman-temannya yang sedang mengemasi barang.
Untuk orang-orang tua itu, suluk sudah seperti kebutuhan, dalam setahun ada empat kali suluk diadakan, dan mereka selalu ikut kembali.

Bagi Khalifah Ruslan Muhammad Khotib, guru suluk di Rantau Bais, suluk adalah wisata kalbu untuk ketenangan jiwa agar tidak selalu memikirkan duniawi. "Orang yang mengikuti suluk ini penuh kedamaian," katanya. (febrianti/padangkini.com)

Isnin, 29 Disember 2008

TAMBO PASAMAN “: ADAIK LAMO PUSAKO USANG”


TAMBO PASAMAN “: ADAIK LAMO PUSAKO USANG”

Ditulis pada Desember 26, 2007 oleh duakoto




“Ramo-ramo sikumbang janti
katik endah pulang ba kudo.
Patah tumbuah ilang baganti
Pusako pulang ka nan mudo”

Kaba barito didapek, dari nan tuo ditarimo, itu pitua nan dipaciak, munuik nan dipegang dari dahulu sampai kini. Siang buliah di patungkek, malam buliah dipakalang, manuruik adai di Pasaman.

Batuang sabatang dari hulu, tumbuah di Koto Sibuluan. Urek dilingka Nago Sati, batang dililik ula gerang, pucuak sirah ampalu kuniang, rantiang ampek, kalopaknyo ampek, dahannyo rompak daunnyo rimbun. Barambuih angin dari timua, malembai lalu kalauiktan. Barambuih angin dari barat, malembai lalu ka Gunuang Gadang. Serak baserai bau bungo, Bungo Karang Sari Manyari. Tumbuah dipuncak gunuang gadang, ditapi kolam Rajo Dewo. Pamenan Puti Ganggo Aman, datang nan dari Banaruhun. Simpang balahan Tanah Basa, cucuran Rajo Ampek Jurai. Nan balayia dilapiak pandak, dibao iyu Parang Gadang. Tapasah lalu kadaratan, kasandiang Gunuang Pasaman. Kacontiang Gunuang Talak Mau. Diantaro ujuang Karang Gadang, dengan Ulak Batu Kuduang. Batu batagak sakuduang, jatuah kalauitan. Babateh dengan Rajo Aceh. Indak Bataluak tampek tingga, dilautan Koto Pasaman. Bamulo adaik badiri, mulo pusako ka-tatagak dilereng Gunuang Pasaman, iyo di Koto Sibuluan. Sibadaguang ba ampek koto, Sariak balareh limo koto. Koto Tinggi Tabiang Tinggi, Lubuak Basiku Koto Birah. Sabalun adaik disusun, disinan tampeknyo hakim nan sambilan, mangko sampai Kaparik Batu.Turun usul jo hidayat saedaran Gunuang Pasaman, salingkaran Gunuang Talak Mau. Adaik suci pusako suci. Daulat Yang Dipertuan nan manjadi rajo, manuruik cupak nan usali, mamakai taraju nan piawai, sinan makanan nan taluak. Manyanak adaik jo pusako. Kato maha buliah dibali, kok murah dapek dimintak.Adaik balaku bakaadaan, kitap balafa bama’ana. Saraik dipaciak Tuan Kadi, Adaik bainang bagubalo, diasuah dek Hakim Nan Sambilan, dilingkuang Jambak Nan Ampek Induak.

1.MAJOLELO Di Lubuak Batang
2.DT. JOLELO Di Kampuang Jambak
3.JOLELO Di Aur Kuniang
4.PANJI ALAM Di Aie GadangItulah tampek dipicayo, nan ditanam dari dahulu sampai kini, indak dapek diurak lai.

Balingkuang aua nan sabaleh, Bandaro nan ulu sambah, taluak rantau bandaro punyo.
Urang batambah banyak juo, nagari batambah leba, mako tadiri Luak Saparampek.

1.MAJO INDO Di Aua Kuniang, tampek tapetan RENO MANTI.
2.LAUIK API Di Aie Gadang, tampek tapetan DT. BATUAH.
3.GAMPO ALAM di Lubuak Pudiang, tampek tapetan MAJO SADEO.
4.SINARO Di Koto Baru, tampek tapatan DT. JO AMAIK.Cukuik panghulu jo Handiko, gantiang putuih biang ditambuak, mangko banamo luak kadin dek basa, langgam kadin dek rajo.

Kok tumbuah barang nan tumbuah, tumbuah diluak langgam lain, bulek kato manjadi rajo, mako manapeklah kapado Bandaro dalam nagari Paninjauan. Disitulah baru disampaikan kapado mamak nan barampek, barulah sampai kapado Daulaik di Parik Batu, siap sadio manantikan sagalo nan bajabatan, manuruik adaik nan dipakai.

Batujuah Dubalang Adaik mamagang jabatannyo masiang-masiang.

Nagari batambah laweh, manusia batambah banyak, mako tadirilah Rajo Nan Batujuah. Dalam daerah nagariko, mamakai basa jo panghulu.

1.Pertamo: MAJOLELO di Kanaikan
2.Kaduo: DT. SATI tampek digungguang
3.Katigo: DT. PANCANG di Sikabau
4.Kaampek: RANGKAYO di Bungo Tanjuang
5.Kalimo: DT. BASA di sikilang
6.Kaanam : KAPALO DEWA di Tanah Taban
7.Katujuah: SUTAN di AmpaluTakalo maso dahulu, hukum putuih di Sibuluan, mamancuang ka Kanaikan, bamulo adaik kadipacah,

Kinali Ba Anam Koto. Dibatuang Ba Ampek Koto, duo sako ditangah. Bajalan rajo jo panghulu, buliah mananam manumbuahkan, buliah malambuk manggadangkan. Mako banamo elok luak disapu langgam. Bajalan rajo jo panghulu, itulah adaik nan dipakai dari dahulu sampai kini, indak dapek diubah lai.


Dilambuak Rajo Duo Selo, Rajo Sontang, Rajo Gadumbang. Basarawa tarok, babaju tarok. Baatok sikai, badindiang baniu. Maso ba ayam hutan, bakambiang kijang. Babaleh mandailian nan bainang. Katimuran Gunuang Talak Mau.Tuangku Basa di Koto Dalam, datang disandiang di Koto Laweh. Nan batali nan batarantang, nan batambang nan tanujam, Luak Rao Lubuak Sikapiang. Sadang
Malampah Baladang Panjang, Daulat Basa Bagindo Kali. Padang Gantiang Rajo Bunian, cukuik basanyo bahandiko. Mangko barajo badaulat, jikok tumbuah barang nan tumbuah, tumbuah digantiang kadiputuih. Jikok biang ka ditambuak, dalam nagari nan satumpak.
Dilingkuang bukik bakaliliang nagari ditangah, banamo Nagari Talu, Tuanku Basa pucuak adaiknyo. 16 panghulu dalam barisan, dalam nagari badekatan. Iyolah Kajai nagarinyo, manuruoik adaik nan bapakai. Bulek kato nan manjadi rajo, pacah kato manjadi basa.Kalau tumbuah barang nan tumbuah, dalam Nagari Parik Batu. Adaik nan badiri, pusako alah balenggangkan, patuik diliek jo dilengong. Kinali ba anak kamba, iyolah DT. Majo Indo nan dikampuang Sunagi Balai, duo jo Dt. Rangkayo Basa nan bakampuang di Aie Rau. Jasat nan dari hitam putiah, turunan dari managang basa.***

Sabtu, 27 Disember 2008

SEMBAH TAKZIAH



SEMBAH TAKZIAH





Patik merafak sembah dengan sedih menyembahkan ucapan takziah ke Bawah Duli Yang Maha Mulia Tuanku Ampuan Negeri Sembilan,Tuanku Najihah Binti Tuanku Burhanuddin dan semua kerabat DiRaja Negeri Sembilan di atas kemangkatan Duli Yang Maha Mulia, Yang Di-Pertuan Besar Negeri Sembilan, Tuanku Ja'afar ibni Almarhum Tuanku Abdul Rahman pada 27 Disember 2008. Semoga Allah SWT merahmati roh Almarhum, Al-Fatihah.

Khamis, 25 Disember 2008

SEJARAH RAWA DI TANAH MELAYU


SEJARAH RAWA DI TANAH MELAYU

Sejarah orang Melayu Rao@Rawa bermula di Kecamatan (Daerah Kecil) Rao Mapat Tunggul, di dalam Kabupaten (Daerah) Pasaman, Propinsi (Negeri) Sumatera Barat, Indonesia. Duduk di sebelah utaranya pula, bermastautin suku kaum Mandailing.
Pekerjaan utama suku kaum Rao iaJah sebagai petani, pedagang, pelombong; dan mahir datam bidang pentadbiran serta kerohanian/ keagamaan.

Hijrah Perantauan Rao ke Tanah Melayu

Ada empat gelombang perantauan orang-orang Rao ke Tanah Melayu iaitu:

a) Gelombang Pertama bermula pada tahun 500 Masehi hingga tahun 1400 masehi terdiri daripada golongan petani dan pemburu emas, kerana Tanah Melayu terkenal dengan Semenanjung emas.
.
b) Gelombang Kedua bermula pada tahun 1401 masehi hingga tahun 1600 masehi terdiri daripada golongan pedagang, terutamna pedagang emas, kain dan ubatan –ubatan terutama apabila Melaka menjadi Pusat Perdagangan Nusantara.

c) Gelombang Ketiga bermula pada tahun 1601 masehi hingga tahun 1800 masehi terdiri daripada tokoh agama, pemburu emas. bijih timah dan tentera upahan apabila dibuka Pusat Perdagangan di Pulau Pinang dan Singapura disamping Melaka.

d) Gelombang Keempat bermula pada tahun 1801 masehi hingga tahun 1900 masehi dengan perantauan beramai-ramai apabila orang-orang Minangkabau bekerjasama dengan Belanda membunuh orang-orang Rao terdiri daripada Anak-Anak Raja Rawa dari Rao-Mapat Tunggul, Padang Nunang dan Pagar Ruyung, bersama-sama hulubalang dan pahlawan, ulamak dan tokoh agama Islam terutama ketika era Perang Paderi di Sumatera Barat (1815 – 1833) termasuk pakar-pakar dalam mencari emas, bijih timah, hasil hutan, tukang-tukang rumah, tukang-tukang emas/besi, pesilat yang handal dan kebal dan dukun/bomoh yang handal.

Mengikut sejarah, suku kaum Rao yang mula-mula sekali berhijrah ke Tanah Melayu ialah golongan petani. Ini berlaku sekitar abad ke 5 Masehi. Faktor perdagangan bebas semasa zaman Kesultanan Melaka di abad ke 15 Masehi telah menggalakkan Iebih ramai kaum Rao merantau, berdagang dan bermastautin di Tanah Melayu.

Kerancakan aktiviti perlombongan emas di abad 17 Masehi dan perlombongan bijih timah di abad 18 Masehi telah mendorong sebahagian besar para pelombong suku kaum Rao ke Tanah Melayu, melalul Negeri-negeri Selat (Singapura, Melaka dan Pulau Pinang).

Penghijrahan beramai-ramai suku kaum Rao ke Tanah Melayu berlaku semasa Perang Padri (1816-1833) di Indonesia semasa zaman pemerintahan penjajah Belanda. Sebahagian besarnya terdiri daripada golongan istana, para ulama, cendekiawan, panglima dan sebagainya. Berikut ialah proses penghijrahan Rao mengikut negeri:

• Negeri Sembilan
• Penghijrahan ke Seri Menanti di sekitar tahun 1773 dan melatul Sungai Ujong (Seremban) di sekitar tahun 1848)

• Negeri Pahang
• Penghijrahan melalui Sungai Hulu Pahang (Bera, Hulu Pahang, Kuata Lipis, Raub, Bentong) sekitar tahun 1857-1863. Antaranya Tengku Khairul Alam, Pakeh Khalifah Saka, Tujuan Saka dll.

• Negeri Selangor
• Penghijrahan melalui Sungai Klang (Hulu Langat, Hulu Selangor) dan Sungai Selangor (Kalumpang, Ampang, Kuala Lumpur, Gombak) sekitar tahun 1867- 1873. Pelopornya belum lagi dapat dikenalpasti.

• Negeri Perak
• Penghijrahan melalul Sungai Perak, Sungal Bidor dan Sungai Bernam (Teluk Intan, Kuala Kangsar, Larut, Kinta, Gopeng, Tapah, Kampar) sekitar tahun 1875-76. Antaranya Datuk Sakti Putih dll.

• Negeri Kelantan
• Catatan sejarah juga menunjukkan bahawa suku kaum Rao turut berhijrah ke Kelantan melalul Pahang, khususnya di Jajahan Pasir Mas melalui Sutan Amir Kaharuddin Budiman.

Takrifan Rao

"Istilah Rawa merujuk kepada satu etnik suku bangsa Melayu daripada perkataan Rao – sebuah kacamatan di dalam Kabupaten Pasaman di Sumatera Barat. Negeri Rao di sebelah utara berjiran dengan Tapanuli yang didiami Mandailing manakala di sebelah Selatan bersempadan dengan Sumatera Barat yang majoriti penduduknya; Minangkabau. Di sebelah barat Rao ialah Selat Mentawai dan timur pula bersempadan dengan Riau. Perkataan Rawa hanya popular di Makkah dan Malaysia. Ia kurang dikenali di Rao. Wan Mohd Shaghir Abdullah (Utusan Malaysia: 19.3.2007) berpendapat bahawa istilah Rawa di Malaysia bermula daripada Haji Abdullah Nordin al-Rawi yang mengasaskan syarikat percetakan dan penerbit Persama Press tahun 1921 di Lebuh Aceh, Pulau Pinang. Anak beliau bernama Haji Yusuf bin Abdullah tersohor dengan gelaran Yusuf Rawa (1922-2000) yang pernah menjadi wakil Malaysia ke Pertubuhan Bangsa-bangsa Bersatu (PBB), sebagai duta ke Iran, Iraq, Afghanistan dan Turki. Pada asalnya disebut ar-Rawi mengikut istilah Arab yang bermaksud dibangsakan kepada ”Rao” tetapi lama kelamaan menjadi ar-Rawa yang menunjukkan asal seseorang itu iaitu dari Negeri Rao di Sumatera. Namun demikian, tidak terdapat dalam sejarah yang menceritakan orang-orang Rawa yang menuntut atau menetap di lain-lain negeri atau negara menggunakan perkataan Rawa atau Rawi dicantumkan pada akhiran nama mereka. Penggunaannya juga dianggarkan bermula di sekitar awal abad ke-19 khususnya sewaktu aktiviti pengajian Islam sedang berkembang pesat di Makkah. Juga tidak dapat dipastikan penggunaan ar-Rawa pada akhir nama itu seseorang itu bermula di Tanah Melayu atau Makkah. Walau bagaimanapun, mengikut catatan sejarah terdapat seorang syeikh terakhir di Makkah di kalangan orang Rawa bernama Syeikh Jamal Rawa yang menggunakan perkataan tersebut".

Sumpahan KETURUNAN RAJA RAWA

Sumpahan bermula berabad-abad lalu apabila rakyat Pagar Ruyung di Bukit Siguntang, Sumatera mencari pengganti raja yang mangkat.

Yang menjadi masalah dua putera almarhum telah lama meninggalkan negeri itu, seorang ke negeri China dan seorang lagi pergi ke Rom dan anakanda ketiga almarhum pula adalah seorang puteri yang di panggil PUTI.

Masa berlalu, raja-raja dilantik semuanya mati tidak serasi, melalui tukang tilik, rakyat diberitahu bahawa cuma ada seorang sahaja yang sesuai dinobatkan menjadi raja, iaitu anak anakanda kepada puteri, tapi masalahnya, anakanda puti juga perempuan.
Lantas, rakyat bukit siguntang mengelilingi rumah puti untuk mengambil anakandanya menjadi raja, puti membantah namun tak diendahkan.

'Kalau kamu berkehendak juga, ada pantang larangnya; anak dan keturunan beta tidak boleh memijak tanah, naik buaian dan menyentuh bunga sampai umurnya 13 purnama. KALAU INGKAR, TUNGGULAH BALA DATANG MENIMPA. Juga bila raja kamu mangkat, hendaklah tujuh orang menadah air mandian mayatnya, tujuh lagi melompat keluar dari tingkap dan cacakkan tombak ditanah.

Rakyat semua bersetuju, lalu anakanda puti pun dijadikan raja.
Adat dan pantang larang terus dipatuhi sehinggalah warga bukit siguntang dan darah daging puti yang berketurunan rawa berhijrah , termasuk ke semenanjung tanah melayu.
"Kenalilah susur-galur nasab keturunan kamu, supaya membawa kepada silaturahim”

Menerusi Hadith:. Imam Tarmizi Ibnu Kathir vol 4, ms.218
Gelaran Bukan Untuk Di Puja Puji, tetapi sekadar Mengenal Asal Usul Jati Diri, Jangan Malukan Keturunan Sendiri, Amanah & Janji Harus Turuti, Bila Gelaran Sudah Di Beri, Laksanakan Tugas Seikhlas Hati

Selasa, 23 Disember 2008

Mesyuarat Agung Penubuhan JARO

Mesyuarat Agung Penubuhan JARO

Pada 21 Disember 2008 mulai jam 9.00 pagi, Dewan Sri Tanjung, UPSI Tanjong Malim penuh sesak dengan kehadiran Melayu Rao seluruh Malaysia kerana mesyuarat agung JARO kali pertama yang dirasmikan oleh tokoh Rao, YB Senator Tan Seri Muhammad Muhd. Taib, Menteri Kemajuan Luar Bandar dan Wilayah. Keahlian JARO hanyalah 85 orang sahaja walhal yang ramai hadir adalah bertaraf pemerhati. Walau bagaimanapun, selepas mesyuarat agung hampir 200 orang berpusu-pusu mendaftar menajdi anggota JARO. Keahlian hanya sejenis sahaja: Ahli Seumur Hidup - pendaftaran RM5 dan yuran RM50.

100 ribu
Dianggarakan masyarakat Rao di Malaysia berjumlah 100 ribu manakala di Sumatera Barat sendiri hanya tinggal 60 ribu sahaja. Difahamkan Negeri Kelantan mempunyai 10 ribu Melayu Rao namun begitu kebanyakan mereka tidak lagi fasih bertutur loghat Rao (bukan loghat Minang).

Dominasi lokasi Melayu Rao
Dominasi lokasi masyarakat Rao ialah di Perak seperti Gopeng, Selama, Temoh, Tapah, Slim River, Tanjong Malim, Sungai Sumun, Teluk Intan dan Ipoh. Negeri-negeri yang masih memiliki masyarakat Melayu Rao selain Kelantan ialah Johor (Kota Tinggi), Negeri Sembilan (Kuala Pilah, Mantin), Selangor (Semenyih, Beranang, Kalumpang, Batang Kali, Gombak ), Kedah (Selama), Pahang (Raub, Kuala Lipis), dan Pulau Pinang.

Mesyuarat tersebut telah memilih YBhg Dato' Seri Hj Mohammed Khalil bin Hj Hussein (Kuala Lumpur) sebagai Yang DiPertua, YBhg Dato' Zainal Abidin bin Moordin (Selangor) dan YBhg Dato' Hj Abd Wahab Majid (Pahang) selaku Timbalan Yang DiPertua manakala YBhg Dato' Hj Abd Wahab Majid (Pahang), Puan Ailin Ton binti Dato' Isahak (Kelantan) dan Hj Fuaddin hj Kamarudin sebagai Naib Yang DiPertua. Mesyuarat juga meluluskan beberapa program tahun 2009 iaitu:

• Seminar Melayu Rao
• Motivasi Pelajar (Sistem Anak Angkat berkampung dengan keluarga Rao)
• Balik Ke Rao (dari masa ke semasa)
• Ibadah Korban di Rao, Sumatera Barat, Indonesia
• Penulisan Buku berkaitan Melayu Rao kerjasama dengan UPSI dan Persatuan Karyawan Perak (Karyawan Pk)
Sesiapa yang ingin menjadi ahli (terbatas kepada Melayu Rao sebelah ibu atau bapa atau ninik / uci ataupun persemendaan) boleh menghubungi Setiausaha JARO, Encik Tahirruddin Ahmad di No. 6C Ruang Niaga DBI, Jalan Ghazali Jawi, 31400 Ipoh atau telefon: 05-5480405 atau 0165200550 atau faks: 05-5480462 atau e-mel: chttsb@yahoo.com
Dicatat oleh Ar-Rao di 04:57 0 ulasan

KEMBARA KE TANAH MINANG DAN RAO DI SUMATERA BARAT

KEMBARA KE TANAH MINANG DAN RAO DI SUMATERA BARAT

OLEH DR.TALIB SAMAT, PhD
(talib590@hotmail.com)


Sumatera Barat selalunya saya lihat di peta Asia Tenggara atau mendengar cerita tentang kisah gerak gempa bumi yang selalu berlaku di sana.Bagaimanapun pada 22 November hingga 27 November 2008 lalu, saya mewakili Persatuan Karyawan Perak menyertai rombongan 45 orang ahli Persatuan Jaringan Rao Malaysia(JARO) berlepas ke Lapangan Terbang Minangkabau, Padang,Sumatera Barat pada jam 7.50 pagi menggunakan pesawat Airasia AK 942.Rombongan kami tiba di sana sekitar jam 8.00 pagi waktu lndonesia yang biasanya lewat sejam dari Malaysia.

Sebelum berlepas ke Sumatera Barat ,saya menanti bas rombongan anggota JARO dari Ipoh,Perak yang berhenti di stesen minyak Petronas Tanjong Malim,Perak sekitar jam 2.30 pagi.Bas rombongan tiba dan saya naik bas yang diketuai oleh Encik Tahirrudin Ahmad(Setiausaha JARO).Dalam perjalanan ke LCCT Sepang,bas rombongan singgah di hentian Sungai Buluh,Selangor untuk minum pagi.Setibanya di LCCT Sepang sekitar jam 4pagi,saya dan anggota rombongan JARO terus check-in untuk membereskan penerbangan ke Padang, Sumatera Barat.

Saya dan beberapa rombongan JARO solat fardu subuh berjemaah di surau LCCT dengan selesa.Sementara menanti di terminal LCCT yang sudah mulai sesak pada pagi 22 November 2008 itu,saya berkenalan dan berbual dengan anggota rombongan JARO yang sebahagiannya kurang dikenali dan perjalanan panjang ke Tanah Rao memesrakan saya dengan mereka.Majoriti anggota rombongan itu adalah berketurunan Rao(Rawa) dan saya kebetulan bukan berketurunan Rao cuma mengikut mereka untuk mengkaji masyarakat Rao di Sumatera Barat dan Malaysia.

Tanah Rao

Seramai 45 orang anggota JARO itu sebenarnya di samping melawat Tanah Rao di Sumatera Barat adalah untuk mencari saudara-mara mereka yang terpisah sejak penghijrahan ke Tanah Melayu beberapa ratus tahun dahulu khususnya sejak Perang Paderi (1821-1837) ketika memuncaknya perjuangan menentang penjajah Belanda. Penghijrahan orang-orang Rao di Tanah Melayu khususnya di Selama, Gopeng, Tanjung Malim (Perak), Kalumpang, Hulu Bernam (Selangor), Raub (Pahang), Pendang (Kedah), Kota Tinggi (Johor), Kelantan, Pulau Pinang dan sebagainya telah melahirkan tokoh-tokoh masyarakat Rao yang berjaya dan berjasa dalam membangunkan sektor ekonomi, sosial, politik di Malaysia seperti Tan Sri Rafidah Aziz, Tan Sri Muhammad bin Md.Taib, Tun Hasmah Mohd.Ali, Ismail Mohd.Ali (bekas Gabenor Bank Negara Malaysia),Tan Sri Ahmad Sarji ,Tun Haniff Omar dan ramai lagi jika mahu disebut satu persatu.

Rombongan 45 orang anggota JARO Malaysia selamat mendarat di lapangan terbang Minangkabau, Padang, Sumatera Barat, pada jam 8.00 pagi waktu Padang(Indonesia) atau jam 9.00 pagi waktu Malaysia Barat.Anggota rombongan disambut dengan persembahan kebudayaan oleh masyarakat Sumatera Barat di lapangan terbang Padang dengan meriah dan menarik.

Rombongan 45 orang anggota JARO Malaysia kemudiannya menaiki bas rombongan urusetia di Bandara.Bas rombongan bergerak terus menuju ke Bukit Tinggi yang merupakan kawasan berhawa sejuk di Sumatera Barat.Dalam perjalanan bas singgah di Air Terjun Anai di Lembah Anai sambil melihat hutan simpan dan keindahan alam di sekitarnya.

Ramai peserta rombongan mengambil gambar di Air Terjun Anai.Bas rombongan terus bergerak menuju ke Padang Panjang dan singgah di Restoran Pak Datuk untuk makan tengah hari dengan masakan padang.Bas rombongan kemudian bergerak lagi sambil pemandu pelancong,Zenal Abidin bercerita tentang pelbagai tempat di sekitar perjalanan dengan kisah-kisah cerita rakyat termasuk asal-usul nama Minangkabau yang berasal dari kisah kemenangan seekor kerbau.

Bas rombongan kemudiannya bergerak menuju ke Pandai Sikek yang merupakan pusat kerajinan songket dan ukiran kayu yang juga tempat membeli-belah.Di sekitar kawasan Pandai Sikek juga kelihatan sawah padi dan beberapa kawasan gunung berapi yang sedang tidur.Entah bila akan meletup lagi.Bas rombongan bergerak lagi dan singgah di Sungai Buluh yang juga menjual pakaian dengan harga berpatutan.

Bas rombongan bergerak terus ke Bukit Tinggi dengan suasana sejuknya yang sudah mulai terasa.Bas mengitari bandar Bukit Tinggi sambil melihat suasana hidup penghuninya.Bas kemudiannya bergerak terus ke Hotel Pusako di Bukit Tinggi untuk menurunkan para peserta rombongan untuk menginap dan beristirehat.Suasana sejuk di hotel itu sudah cukup terasa dan tidak perlu menggunakan aircond memang sudah cukup dingin dan sejuk.

Pada sebelah malam diadakan acara perasmian kunjungan ahli-ahli JARO(Persatuan Jalinan Rao Malaysia) oleh tokoh-tokoh Rao Indonesia dan Malaysia.Pada malam itu juga diadakan acara persembahan nyanyian oleh peserta-peserta rombongan dan penyanyi tetap Hotel Pusako.Lagu “Ayam Den Lapeh” menjadi lagu popular malam itu.Saya turut menyumbangkan lagu “Berkorban Apa Saja” untuk memeriahkan acara.Selepas acara itu diadakan mesyuarat persiapan kunjungan ke Tanah Rao di antara anggota panitia JARO Malaysia dan Indonesia.Keletihan begitu terasa pada hari ini dan di Hotel Pusako ini saya menginap bersama Hj.Samran Abd.Manap dari Ipoh,Perak.Beliau menginap sebilik dengan saya dan sewaktu menginap di Hotel Rocky Plaza pada malam terakhir di Padang.


Buya Hamka

Pada hari keesokannya,23 November 2008,peserta rombongan dibawa melawat Desa Maninjau,tempat kelahiran Buya Hamka dengan melalui lebih 44 kelok dan melihat pemandangan terindah di situ dengan kawasan sawah padi,tasik,gunung-ganang dan perkampungan yang mengasyikkan.Keindahan Desa Maninjau ini dicantikkan dengan suasana tasik yang membiru dan pesawah yang sedang menanam padi menggunakan tangan dan tenaga kerbau.Keindahan Desa Maninjau memang menakjubkan dan mungkin inilah di antara penyebab Buya Hamka begitu kreatif dan produktif menghasilkan karya.

Saya dan peserta rombongan berpeluang memasuki Muzium Kelahiran Hamka dan mendengar pencerita tentang kehidupan Buya Hamka daripada salah seorang warisnya yang ditugaskan menjaga muzium itu.Saya kemudiannya berkunjung ke sebuah kedai yang menjual buku-buku karangan Hamka dan membeli dua buah buku karangan Hamka iaitu Hamka Berkisah Tentang Nabi dan Rasul(Jilid 2,1976) dan Dari Hati Ke Hati Tentang Agama,Sosial-Budaya,Politik(2002).

Bas rombongan kemudiannya bergerak semula menuju ke Bukit Tinggi dengan melalui jalan-jalan yang dilalui tadi sambil melihat pemandangan indah yang menakjubkan tadi yang jarang-jarang dilihat di tempat lain.Pokok-pokok kayu manis yang ditanam atau tumbuh sendiri banyak kelihatan di sekitar perjalanan itu..Suatu pandangan yang sukar dilupakan ialah sawah padi dan kolam takungan air untuk mengairi sawah sama ada di bawah atau di atas bukit.Saya cukup suka melihat pemandangan ini sambil melihat gunung berapi yang tidak aktif wujud di beberapa tempat.Saya cuba membaca beberapa bahagian buku karangan Hamka yang dibeli tadi tetapi hanya sempat bertahan beberapa ketika sahaja kerana mata mulai mengantuk kerana letih dan mengantuk.
Bas rombongan sekali lagi mengitari bandar sejuk Bukit Tinggi sambil bergerak menuju ke sebuah restoran untuk makan tengah hari dengan nasi padang yang menyelerakan kerana perut begitu berkeroncong.

Sesudah makan tengah hari bas rombongan bergerak menuju ke kawasan “Lubang Jepun” dan Ngarai Sianok yang merupakan Grand Canyon Sumatera Barat.

Lubang Jepun


Bas rombongan singgah di kawasan “Lubang Jepun” dan peserta rombongan turun meredah ke dalam terowong sambil mendengar pencerita mengisahkan kekejaman tentera Jepun sewaktu menawan Sumatera Barat dan menjadikan Bukit Tinggi sebagai tempat penyeksaan tentera Jepun yang terbesar di Asia Tenggara.Bukit Tinggi dipilih bukan sahaja kerana hawanya yang sejuk tetapi lokasinya terletak betul-betul di tengah bumi Sumatera.

Ada seorang tukang cerita menceritakan kehebatan “Lubang Jepun” yang dibina oleh tawanan tentera Jepun yang datang dari seluruh lndonesia.Ramai tawanan Jepun dibunuh di sini dan terowong ini secara tidak langsung bercerita tentang kekejaman tentera Jepun yang dialami oleh seluruh penduduk Asia Tenggara sewaktu memuncaknya Perang Dunia Kedua.

Sesudah selesai melawat terowong ini saya berasa mahu terkucil yang amat sangat dan sempat mencari tandas yang dibina di atas terowong itu.Rasa lega yang amat sangat selepas dapat terkucil itu apalagi sesudah menuruni lebih 132 anak tangga turun dan naik.Mungkin suatu latihan senaman kaki yang amat baik hingga terasa percikan peluh yang menitis.Segelintir peserta rombongan yang sudah pencen tak larat untuk turun naik tangga di Lubang Jepun,Bukit Tinggi ini dan berada di atas dataran sambil melihat panorama keindahan alam sekitar dan hawa sejuk bandar ini.

Bas rombongan kemudiannya bergerak menuju ke tengah bandar Bukit Tinggi melihat Jam Gadang,rumah bekas Naib Presiden Indonesia pertama iaitu Bung Hatta.Para peserta dibebaskan bergerak ke sekitar bandar Bukit Tinggi dan melihat penggunaan kereta kuda untuk dinaiki dengan harga RM10.Saya dan Mat Odit (Mahamad bin Zainal Abidin)mencari kedai minum untuk menghilangkan haus.Saya dan Mat Odit kemudian bergerak menyusur jalan untuk mencari Masjid Raya Bukit Tinggi untuk solat jamak qasar solat zuhur dan asar.Saya melihat suasana di masjid itu dan tempat mengambil wuduknya dan tempat buang air kecil yang sedikit berbeza dengan masjid di Malaysia.Ada suatu tempat saya menempuh semacam kolam air yang begitu sejuk airnya.

Sewaktu menunggu bas rombongan tiba,saya dan Mat Odit makan kacang rebus sambil berbual-bual.Tiba-tiba saya didatangi seorang kanak-kanak kecil yang menawarkan khidmat membersihkan kasut sekiranya mahu.Saya dan Mat Odit kebetulan ketika itu kesuntukan masa dan tiada kasut untuk dibersihkan.Kami memutuskan untuk mensedekahkan beberapa ringgit duit kecil yang ada kepada kanak-kanak itu sebagai tanda tidak menghampakannya.

Bas rombongan tiba dan para peserta naik bas kembali ke Hotel Pusako untuk beristirehat,mandi atau solat sebelum keluar semula menaiki bas untuk makan malam di sebuah restoran.Kami kemudiannya dibawa melihat tarian kebudayaan Minang di sebuah panggung teater di Bukit Tinggi.Sewaktu peserta rombongan melihat teater “Saayun Salangkah”itu saya menggunakan masa menulis catatan beberapa peristiwa yang saya alami beberapa hari lalu di Pulau Pinang agar tidak luput daripada ingatan.


Saayun Salangkah


Pada malam itu Sanggar Seni “Saayun Salangkah’ mempersembahkan beberapa tarian tradisional Minangkabau iaitu Manggua Tabuah, Tari Pasambahan,Saluang Jo Dendang, Talempong Pacik,Tari Bersuka Ria, Talempong Limo,Tari Indang,Silek,Tari Piring Golek dan Tari Sapu Tangan.Ada salah satunya tarian memijak kaca agak menarik hati saya kerana tidak melukakan kaki penarinya.Mungkin mereka ada jampi manteranya yang tersendiri untuk mengelakkan kaki luka agaknya.

Peserta rombongan kemudian balik semula ke Hotel Pusako di Bukit Tinggi untuk tidur dan beristirehat.Suasana di luar dan dalam bilik hotel itu memang sudah sejuk dan tidak perlukan aircond lagi.Seingat saya hotel itu memang tidak menyediakan alat aircond kerana suhunya memang sejuk seperti Genting Highland atau Cameron Highland jika di Malaysia.
Keesokan harinya, 24 November 2008,sesudah sarapan pagi terakhir di Hotel Pusako seawal tujuh pagi,para peserta rombongan sudah bersiap-siap untuk menaiki bas rombongan menuju ke Tanah Rao di Kabupaten Pasaman yang menjadi tanah asal-usul orang-orang Rao (Rawa) di Malaysia.

Bas rombongan Uda C.S Holidays Tour & Travel berlepas meninggalkan Hotel Pusako dan bandar Bukit Tinggi sambil drebar bas memainkan lagu “Sekondak Hati” ciptaan Dr.Dzulkhaini Hj.Husain(seorang doktor gigi di Ampang Park,Kuala Lumpur) yang mengisahkan suka duka orang-orang Rao yang datang ke Malaysia.Ada di antara mereka berjaya dalam lapangan hidup dan ada yang kecundang dalam hidup dan menjadi orang biasa-biasa sahaja.

Di antara seni kata lagu “Sekondak Hati” ciptaan Dr.Dzulkhaini Hj.Husain itu ialah:
(masa:di Rao Lama-antara 1800-1900)

Sekondak hati melintas
tiba dari seberang.
Membawa hati dengan tangisan
berbalut luka.
Sekondak hati jiwanya gigih,
lalu merantau.
Meninggal kampung,
sanak saudara,
jauh di mata.

(1800-1900)
(yang berhijrah dan seterusnya yang pergi Selama,Raub,Kelantan,
Gopeng,Taiping,Selangor dan lain-lainnya)

Sekondak hati membuka
tanah karangen baru

Merodah donai,
menyuluh arah,
jalen berliku.

(1957)
(generasi ketiga)

Merantau lagi
mencubo nasib
di tempek lain.

Dongen harapen
anak cucunya
hidup bahgio.

(Hari ini rombongan 45 orang 22-11-08)

Kami yang ado tak
melupokan pengorbananmu

Sekondak hati jasamu
tetap aken dikonang.

(generasi baru)

Duhai anakku ingatlah
dikau asal usulmu.

Mengalir darah di tubuh iko
-Sekondak Hati-


Sewaktu bas rombongan bergerak ke Tanah Rao,saya melihat pemandangan Bukit Barisan yang memanjang di kanan jalan sambil mendengar tukang cerita bercerita tentang keunikan sesuatu tempat itu.Pencerita itu,Mawardi bercerita sepanjang jalan di dalam bas itu sambil lagu “Sekondak Hati” berkumandang ke udara mendayu-dayu bunyi iramanya diulang berulangkali hingga meresap di jiwa pendengarnya.

Imam Bonjol


Bas rombongan terus bergerak ke Kabupaten Pasaman dan singgah di Muzium Imam Bonjol yang kebetulan terletak di garis lintang khatulistiwa 0 darjah(Equator).Garisan khatulistiwa betul-betul melintasi kawasan ini dan berdirinya muzium ini merupakan pengiktirafan terhadap perjuangan Imam Bonjol dan memimpin Perang Padri(1821-1837) memerangi penjajah Belanda yang cuba bertapak di daerah ini.

Saya dan para peserta rombongan memasuki Muzium Imam Bonjol dan melihat bahan dan artifak bersejarah tentang perjuangan hebat Imam Bonjol sambil bergambar kenangan di situ yang diambil oleh HaenTaib Ridun.Saya biasa mendengar nama ini dalam buku sejarah perjuangan kemerdekaan lndonesia kali ini dapat melihat sendiri tapak perjuangan lmam Bonjol yang memang terkenal itu.Saya membeli tiga buah buku yang terjual di kaunter muzium ini iaitu Latar Sejarah Indo Jolito Bundo Kanduang di Minangkabau di Minangkabau,Menelusuri Risalah Keturunan Imam Bonjol Berbako ke Pagaruyung Berkubur di Sanrobone dan Pembangunan Kembali Istano Basa Pagaruyung.(2007).

Kenangan singgah di muzium ini saya mesrakan lagi dengan pembelian baju t-shirt yang bergambarkan Imam Bonjol dan Equator sebagai ingatan abadi dan mendalam terhadap perjuangan Imam Bonjol memerangi penjajah Belanda.Menurut catatan sejarah sesudah penaklukan Belanda di kawasan Pasaman ini pada awal abad ke-19,ramai orang-orang Rao atau Rawa berhijrah ke pelbagai negeri di Tanah Melayu kerana kecewa,mencari penghidupan dan peluang baru membangunkan kehidupan di negeri orang.

Sewaktu tiba di suatu tempat bas rombongan tidak dapat bergerak kerana ada kemalangan lori melintang di jalan dan terpaksa berundur dan berhenti rehat di suatu Rumah Makan Roda Baru,Bonjol,Pasaman selama beberapa jam sementara menunggu lori itu dialihkan ke tepi.Para peserta rombongan seingat saya makan minum di situ sehingga masuk waktu zohor.Mereka solat jamak qasar zohor asar di surau yang berhampiran di kedai itu.Ada hikmahnya kejadian itu kerana para peserta tambah kenal dan mesra di antara satu sama lain di samping melihat suasana hidup masyarakat sekitar dan melihat sungai-sungai yang masih asli dan belum tercemar.
Ada peserta wanita bercerita kejadian itu berlaku kerana anggota rombongan tidak mensedekahkan al-Fatihah kepada Almarhum Imam Bonjol sewaktu melawat muzium Imam Bonjol tadi.Hal ini berbeza sewaktu berada di Lubang Jepun,Bukit Tinggi semalam,peserta rombongan mensedekahkan al-Fatihah kepada para pejuang negara yang terkorban di garis depan.

Sesudah beberapa jam kemudian menanti dan terus menanti,bas rombongan akhirnya dapat melepasi halangan dan rintangan berupa lori barang yang tersadai di tepi jalan.hasil kecekapan drebar bas itu,Ricky,bas dapat berselisih dengan lori itu di laluan sempit menghala ke Kabupaten Pasaman.Bas rombongan kemudiannya singgah di sebuah restoran Minang di Lubuk Sikaping untuk makan tengah hari yang sudah terlewat. Para peserta menarik nafas lega kerana dapat makan tengah hari sebelum meneruskan perjalanan ke Tanah Rao yang sudah tidak jauh lagi.

Beberapa jam kemudian Tanah Rao yang terletak di Kabupaten Pasaman ,Propinsi Sumatera Barat dilalui.Sawah padi,kolam ikan dan rumah-rumah orang Rao dapat dilihat sepanjang jalan.Bas rombongan berhenti di tempat sambutan upacara menyambut peserta-peserta rombongan JARO Malaysia dengan acara tradisional.Sambutan meriah masyarakat tempatan Rao begitu hangat termasuk berbalas-balas pantun.

Acara perasmian kunjungan JARO Malaysia dengan JARO Indonesia beberapa ketika kemudian disertai dengan ucapan daripada wakil-wakil negara masing-masing dengan begitu bersemangat sekali.Hal ini kerana kunjungan ini adalah kunjungan pertama masyarakat Rao Malaysia ke atas masyarakat Rao Indonesia sejak ratusan tahun dahulu.Saya mungkin di antara insan bertuah melihat acara ini kebetulan saya bukan berketurunan Rao tetapi Jawa cuma saya kebetulan mengkaji dan menyelidik tentang masyarakat Rao Nusantara di UPSI.Kebetulan juga saya seorang sahaja wakil Persatuan Karyawan Perak(Karyawan Pk) yang menyertai rombongan bersejarah ini.Sepatutnya ada seorang lagi iaitu Haji Zabidin Ismail tetapi terkandas di terminal LCCT Kuala Lumpur pagi tadi kerana masalah tarikh tamat pasport antarabangsanya tinggal beberapa hari lagi.Beliau terpaksa balik ke Ipoh sebaik menyedari hal itu walhal beliau yang bersungguh-sungguh benar meminta saya menyertai kembara ini.Saya bagai orang mengantuk disorongkan bantal mahu saja mengikuti kembara ini kerana saya tidak pernah tiba ke daerah ini seumur hidup saya.

Sesudah selesai acara perasmian peserta rombongan dibawa ke homestay masing-masing.Saya ditempatkan di homestay Dr.Usman Pendopo bersama-sama Mahamad Zainal Abidin dan seorang lagi bekas guru,Hj.Mohd.Nor Daud.Homestay agak sederhana.Saya tidak boleh lupa suatu peristiwa sewaktu tiba di homestay ini sewaktu bergelap dan mahu pergi mandi,saya terpijak cermin mata saya sendiri.Selama dua hari di Tanah Rao dan Padang sehingga balik ke Malaysia saya tidak memakai cermin mata.Anehnya saya boleh melihat dengan jelas tanpa memakai cermin mata.Apakah ini keberkatan Tanah Rao atau Sumatera yang masih mempunyai beberapa orang wali atau tokoh ulama besar ?Saya sukar menjawabnya kecuali Allah Yang Maha Esa lebih mengetahuinya.

Pada 25 November 2008,peserta rombongan dibawa melawat ke sekitar daerah Rao di Kabupaten Pasaman yang merupakan tanah asal-usul orang Rao Malaysia.Peserta rombongan berkumpul di tepi jalan berdekatan homestay masing-masing.Mereka kemudian dibawa ke Kampung Tarung-tarung dan singgah di sebuah penduduk kampung di situ.Mereka berpeluang menemui orang tertua di kampung itu yang usianya lebih 80 tahun dan bercerita tentang kampung itu.Mereka dijamu dengan kuih buah melaka beberapa biji seorang.

Saya sempat melihat suasana sistem parit di situ yang bersih untuk air mengalir dan mengelakkan pencemaran alam.Saya cukup suka melihat suasana bersih di kampung itu.

Tiba-tiba saya diajak oleh Mat Odit menaiki kereta seorang panitia Rao untuk pergi ke sebuah warung menemankan seorang peserta yang tidak boleh sarapan pagi lewat.Dalam perjalanan ke warung itu ,panitia itu menceritakan serba sedikit tentang asal-usul orang Rao yang katanya ada hubungan dengan penghijrahan orang-orang Kemboja dari negeri Kemboja ribuan tahun dahulu.Sewaktu saya minum pagi di warung itu,Tahiruddin Ahmad masuk dan ikut sama minum bersama-sama anak isterinya.Orang-orang di situ bercerita tentang penindasan penjajah Belanda dan orang-orang Minangkabau ke atas orang-orang Rao yang menyebabkan mereka semakin terpinggir daripada pelbagai aspek kehidupan di Sumatera Barat khasnya dan Indonesia amnya.

Tuanku Rao


Peserta-peserta rombongan kemudiannya dibawa melawat ke sebuah pesantren di Kabupaten Pasaman untuk mengunjungi para pelajar pengajian agama di situ.Para guru dan tenaga pengajar di sekolah itu menyambut baik kunjungan JARO Malaysia untuk mengetahui suasana sebenar pengajian agama di situ dan mengeratkan hubungan silaturrahim di antara sesama serumpun bangsa.

Peserta rombongan kemudiannya dibawa melawat Masjid Tuanku Rao yang menjadi tempat Tuanku Rao,pemimpin dan ulama besar Rao beribadat dan memimpin masyarakat Rao memerangi penjajah Belanda.Saya difahamkan oleh panitia di Rao ada suatu seminar memperkatakan ketokohan pemimpin besar ini pada 17 dan 18 Disember 2008 di Lubuk Sikaping,Kabupaten Pasaman,Sumatera Barat.Bagaimanapun saya tidak berpeluang menyertai seminar ini kerana ada beberapa masalah keluarga dan peribadi meskipun berhajat benar untuk menyertai seminar ini.

Peserta rombongan ini juga diberi penerangan tentang ketokohan Tuanku Rao yang mempunyai beberapa kehebatan tersendiri di kacamata orang-orang tempatan.Menurut orang-orang Rao wajah sebenar Tuanku Rao atau nama sebenarnya Shamsu Tamrin sukar digambarkan berbanding Imam Bonjol yang gambar dan wajahnya ada di Muzium Imam Bonjol mahupun dalam buku-buku sejarah yang sempat saya peroleh sewaktu berkunjung di sana.Saya sempat memperoleh buku Tuanku Imam Bonjol: Sejarah Intelektual Islam di Minangkabau(1784-1832) karya Drs.H.Sjafnir Aboe Nain Dt.Kando Marajo(2008).

Bas rombongan kemudiannya bergerak menuju ke Madrasah Bersuluk Syeikh Muhammad Noor Effendi yang terletak di Tanah Dingin Sungai Ronyah tidak jauh dari situ melintasi Sungai Ronyah yang mengalir deras.Bas melewati kawasan penduduk kampung dan banyak rumah memiliki parabola untuk mendapatkan siaran televisyen Indonesia dan luar negeri.Saya tiba-tiba teringat mesej Hariffudin Kamarudin di Ipoh,Perak yang mengatakan keluarga ibunya berasal dari kampung di Sungai Ronyah ini. Sekarang saya sudah menjejakkan kaki ke tempat yang diceritakannya itu.

Beberapa ketika kemudian peserta rombongan JARO Malaysia tiba ke Madrasah Bersuluk Syeikh Muhammad Noor Effendi yang terletak di tepi sawah dan mempunyai kolam ikan sebagai sumber lauk-pauk .Suasana di kawasan ini memang sejuk apalagi air dari gunung terus mengalir ke madrasah ini dan kawasan kampung di sini.Sewaktu mengambil wuduk di sini untuk solat jamak qasar zuhur dan asar memang terasa sejuk airnya .Sesudah solat di madrasah ini peserta rombongan dijamu makan tengah hari dan kemudiannya mendengar ceramah agama dari Syeikh Muhammad Noor Effendi yang mewarisi perjuangan dakwah daripada bapanya.
Menurut Syeikh Muhammad Noor Effendi,madrasah ini didatangi ramai masyarakat tempatan dan pelajar yang pernah belajar di Syria.Saya sempat merakam ceramah beliau dalam pita rakaman untuk didengar semula sekembalinya dari Rao ke Tanjung Malim,Perak.Syeikh Muhammad Noor banyak mengajar tasauf di sini dalam usaha mencari keredaan Allah.Saya teringat kata-katanya agar umat Islam lebih banyak makan sayur-sayuran dan mengelakkan makan daging untuk menjaga kesihatan dan mengekang hawa nafsu yang akan lebih kuat jika makan daging.

Hal ini mengingatkan saya kepada Wak Ali bin Ibrahim di Batu 16,Jalan Sungai Tiram,Ulu Tiram, Johor sewaktu berubat batu karang dengannya. Wak Ali berpesan agar berpantang supaya tidak makan apa juga daging,susu,sotong,telor,udang,ketam,kerang kecuali ikan atau sayur.Saya mendapat jawapan mengapa perlu berpantang untuk lebih makan sayur-sayuran dan ikan di sini secara ilmu tasauf sesudah mendengar ceramah singkat daripada Syeikh Muhammad Noor Effendi apabila rombongan JARO Malaysia berkunjung ke Tanah Dingin Sungai Ronyah di mana terletaknya Madrasah Bersuluk pimpinan Syeikh Muhammad Noor Effendi.Mungkin jika diizinkan Allah,saya ingin berkunjung lagi ke tempat ini untuk belajar ilmu tasauf dengan tokoh ini suatu masa nanti.
Bas rombongan kemudiannya bergerak ke sebuah jambatan dan di bawahnya mengalir Sungai Asyik.Ramai peserta rombongan turun dan melihat keindahan alam di situ.Dari atas jambatan itu,Haen Taib Ridun bin Hatta,panitia Rao memberitahu saya arah dan lokasi sebenar kampung dan kerajaan asal Rao yang sudah tenggelam dan tinggal semak-samun.Kebanyakan penduduk sudah berhijrah ke kawasan pekan Rao sekarang.Menurutnya ada seorang penyelidik dari Jerman sedang membuat kajian di Rao tentang sejarah bangsa Rao yang begitu menarik minatnya untuk mengkaji orang-orang Rao dan tentunya suatu cabaran kepada orang Rao atau Indonesia sendiri mengapa orang luar berminat mengkajinya.

Bas rombongan kemudiannya bergerak menyusur kampung-kampung lain di Tanah Rao sambil terlihat kawasan sawah padi,kolam ikan dan pokok buah-buahan yang diusahakan oleh orang-orang Rao.Bas kemudiannya berhenti di Lubuk Layang dan melihat prasasti peninggalan zaman purbakala.Apakah ianya batu milik penganut agama Hindu atau Buddha yang berhijrah dari Kemboja ribuan tahun silam tentunya perlukan kajian lanjut dari para arkeologi untuk mengesahkan dan mengenal pasti tulisan purba dan maknanya yang tertulis di batu itu.Saya ikut mengambil gambar dan bergambar di tepi batu itu bersama Mat Odit.

Bas rombongan kemudian terus bergerak dan berhenti di tepi sebuah rumah penduduk kampung Rao.Para peserta rombongan berjalan kaki menuju ke Kampung Lubuk Sadap untuk minum petang .Beberapa orang peserta yang sudah keletihan menaiki motosikal penduduk kampung itu yang datang mengambil nereka.Mereka disambut dengan paluan kompang oleh sekumpulan kanak-kanak perempuan.Saya melihat di sekitar kampung itu banyak ditanam pokok kopi dan kelapa.

Peserta rombongan kemudiannya balik ke homestay masing-masing dengan bas untuk beristirehat sebelum solat fardu maghrib.Mereka kemudiannya dibawa makan malam ke rumah salah seorang tokoh Rao di pekan Rao.Beberapa orang peserta rombongan yang menemui saudara-maranya yang sudah sangat lama tidak ditemui bermalam di rumah saudara-mara mereka keturunan Rao.Saya bertemu dengan Encik Amran,salah seorang pengkaji dan penulis sejarah Rao pada malam terakhir di bumi Rao dan bersalam dengannya.Saya mendapat maklumat beliau akan hadir di Mesyuarat Agung penubuhan Persatuan Jalinan Rao Malaysia(JARO) di Dewan Sri Tanjung, Universiti Pendidikan Sultan Idris, Tanjung Malim,Perak pada hari Ahad,21 Disember
2008.

Keesokan harinya,26 November 2008,para peserta rombongan bangun awal dan bersiap-siap untuk meninggalkan homestay masing-masing.Mereka menaiki bas rombongan dan menuju ke sebuah kolam air panas Panti sementara menunggu makan tengah hari.Kolam air panas itu mengingatkan saya dengan kolam air panas Felda Sg.Klah,Sungkai, Perak.Saya sempat merendamkan kaki di kolam air panas itu bersama para peserta rombongan yang berminat.

Bas rombongan kemudiannya bergerak semula ke suatu tempat bernama Kauman Nagari Tanjung Betung,Kecamatan Rao Selatan,Kabupaten Pasaman,Sumatera Barat untuk makan tengah hari sebelum berpisah.Di majlis jamuan terakhir di bumi Rao itu saya sempat berbual dengan Edi Erman,seorang pegawai agama dan beberapa yang lain termasuk Febri Dayani(janda anak satu) dan beberapa orang tua yang mengetahui sedikit sebanyak perjuangan dan suka duka hidup orang Rao daripada mulut mereka sendiri.
Bas rombongan meninggalkan Tanah Rao bersama seribu kenangan dan melintasi jalan-jalan yang pernah dilalui sewaktu datang beberapa hari lepas.Panorama alam seumpama sawah padi,sungai,Bukit Barisan,gunung berapi tak aktif dan aktif,olam ikan dan kampung-kampung orang Rao dan Minang dilalui semula.Bas rombongan singgah di sebuah kedai pakaian dan kraftangan di Bukit Tinggi.

Bas rombongan terus bergerak bersama curahan hujan yang mulai mencurah.Beberapa orang peserta rombongan menyampaikan beberapa buah lagu lama dan baru sepanjang perjalanan menuju ke Padang.Ada yang menyampaikan lagu Bengawan Solo,Menimbang Rasa ,Geylang Serai dan sebagainya.Saya tidak ketinggalan menyampaikan lagu-lagu malar segar kerana teruja dan sporting dengan nyanyian mereka.Saya menyampaikan lagu “Berkorban Apa Saja”,”Malaysia Berjaya”,”Bahtera Merdeka” dan “Seroja”sebagai sumbangsih pada malam di dalam bas itu.

Bas akhirnya memasuki Bandar Padang dan terus bergerak ke Restoran AW di tepi laut untuk makan malam sambil menghirup hembusan bayu laut yang sejuk dan nyaman.Di kejauhan Jambatan Siti Nurbaya yang terungkap dalam novel Siti Nurbaya dan kisah Datuk Maeringgih.Bas rombongan kemudian bergerak ke Hotel Rocky Plaza dan tiba tidak lama kemudian.Saya ditempatkan sebilik dengan Hj.Samran Abd.Manap.Keletihan begitu terasa dan saya cepat masuk tidur.Perjalanan jauh dari Tanah Rao ke Padang memang meletihkan tetapi mencetuskan ilham pelbagai isu kehidupan.

Hari ini 27 November 2008 merupakan hari terakhir kembara di bumi Padang,Sumatera Barat.Sesudah sarapan pagi di café Hotel Rocky Plaza,peserta rombongan terus check out hotel dan memasukkan semula beg ke dalam perut bas.
Bas rombongan meninggalkan Hotel Rocky Plaza dan bergerak menuju ke Pantai Air Manis dan singgah sekejap untuk melihat penjual telur-telur penyu dan keindahan pantai yang menghadap ke arah Lautan Hindi.

Teluk Bayu

Bas terus bergerak ke arah Teluk Bayu sambil panitia rombongan,Zenal Abidin bercerita tentang kisah hidup penyanyinya,Erni Johan.Beliau juga bercerita kisah legenda Malin Kundang yang begitu terkenal dan melakonkannya sekali sebagai bahan pengajaran dan renungan agar tidak menderhaka kepada si ibu jika sudah menjadi kaya atau berjaya dalam hidup.Peserta rombongan tidak berpeluang melihat batu sumpahan Malin Kundang kerana jalan yang agak licin kerana hujan pada malam tadi dan kesuntukan masa untuk pulang ke Malaysia.

Saya dan peserta rombongan dibenarkan berjalan-jalan di sekitar bandar Padang yang lokasinya tidak jauh dari Hotel Rocky Plaza, tempat menginap pada malam tadi.Saya dan Mat Odit berlegar di sekitar bandar Padang.Saya mencari kedai kaset sekiranya ada menjual lagu “Teluk Bayu” nyanyian Erni Johan sebagai kenangan tetapi hampa belaka kerana penjual kaset itu tidak ada menjualnya lagi kerana mereka menjual lagu-lagu baru sahaja dan setengah-setengahnya sudah tidak mengenali penyanyi era 1960-an itu.
Saya dan Mat Odit menggunakan masa yang ada dengan berjalan kaki menuju ke kedai buku Sari Anggerik yang terletak di No.63,Jalan Permindo,Padang untuk membeli buku-buku terbaru atau lama yang boleh menjadi bahan rujukan dan bacaan untuk dibawa pulang ke Tanjung Malim,Perak.Ada beberapa orang mengirim agar membeli buku jika singgah di bandar Padang.Saya membeli beberapa buah buku dengan kad kredit Public Bank yang rupanya diterima di kedai buku itu.Saya berasa lega dengan situasi itu.

Bas rombongan bergerak mengitari bandar Padang sambil melihat suasana bandar itu.Bas singgah di Restoran Lubuk Idai dan makan secara bersila dengan masakan minang.Hal ini mengingatkan saya dengan Restoran Tupai-tupai di Kuala Lumpur yang mempunyai konsep yang sama.

Sesudah makan tengah hari terakhir di bandar Padang itu,bas rombongan terus bergerak menuju ke Lapangan Terbang Minangkabau untuk check-in sebelum berlepas ke LCCT Kuala Lumpur pada jam 2.30 petang waktu lndonesia.Saya dan peserta rombongan sempat berlegar-legar di sekitar terminal lapangan terbang itu sambil solat jamak qasar solat zohor dan asar agar tidak kelamkabut di jalanan nanti.

Pesawat Airasia kemudian berlepas meninggalkan Lapangan Terbang Minangkabau menuju ke LCCT Kuala Lumpur yang hanya mengambil masa satu jam sahaja untuk tiba.Begitu cepatnya perjalanan dari Padang ke Kuala Lumpur yang didekatkan oleh teknologi moden.Pesawat Airasia selamat tiba di LCCT Kuala Lumpur dan terus menaiki bas sewa yang ditempah oleh JARO Malaysia menuju ke Ipoh.Saya turun lebih dulu di stesen bas Tanjong Malim,Perak.Sebelum itu peserta rombongan singgah di hentian Sungai Buluh,Selangor untuk makan malam sendirian berhad dan mengerjakan solat jamak qasar maghrib dan isyak.

Sepanjang perjalanan pulang dari LCCT Kuala Lumpur menuju ke Tanjong Malim,Perak, saya sempat berbual dengan Tahiruddin Ahmad dan beberapa yang lain untuk menghilangkan rasa letih dan mengantuk.Sebaik tiba di stesen bas Tanjong Malim,Perak,saya mencari kereta sapu untuk pulang ke rumah di Taman Bernam Baru,Tanjong Malim,Perak.Saya tidak mahu menyuruh isteri datang ambil saya kerana tidak mahu menyusahkannya dan tiba di rumah sekitar jam 10:00 malam bersama sejuta kenangan dan seribu keletihan yang tidak terucapkan.

Khamis, 11 Disember 2008

PANITIA PENERBITAN TEROMBA AR-RAWI

BORANG KEHADIRAN
MESYUARAT PERBINCANGAN MENGENAI PERANCANGAN
JARO TAHUN 2009

Tarikh: 15-16 NOVEMBER 2008


Tempat: Institut Kemajuan Desa (INFRA)
Bandar Baru Bangi, Selangor DE


1.Cik. Ayusyeila Zulaikha binti Subari
Lot 730 Kg. Ajai
Dong, Raub
27600 RAUB
013-903 0984
ayusyeila@hotmail.com

2.Dato’ Adlan bin Mohd Daud
9 Jalan Tebu
Ukay Heights
68000 AMPANG
012-325 3573

3.Dato’ Hj Zainal Abidin bin Nordin
No. 18, Jalan SS 1/24
Kampung Tunku
47300 PETALING JAYA
019-320 5537
azaifa@tm.net.my

4.Dato’ Nik Mohamed bin Nik Salleh
No 6, Bukit Segambut
Jalan 3/61
51200 KUALA LUMPUR
012-277 3235

5.En. Abdul Aziz bin Sulaiman
No. 125 Jalan H15
Taman Melawati
53100 KUALA LUMPUR
01-241 4327
abdulaziz.hjsulaiman@yahoo.com.my

6.En. Abdullah bin Hassan
28, Jalan SS21/56A
Damansara Utama
47400 PETALING JAYA
019-330 3454
ahss2156pj@hotmail.com

7.En. Abdullah Kamal bin Shafi’i
14 Jalan Setia Bakti Satu
Bukit Damansara
50490 KUALA LUMPUR
019-311 6000
kamal@stageright.com.my

8.En. Afriadi bin Sanusi
Blok A Tingkat 3
Jabatan Siasah Syar’iyyah
Akademi Pengajian Islam
59100 KUALA LUMPUR
012-295 5829
013-296 5971
adir3076@gmail.com

9.En. Dzulkifli bin Buyong
C-G-6 Pangsapuri Laksamana
Jalan Laksamana
Bandar Baru Selayang
68100 BATU CAVES
012-972 5860
pengkaji_khazanah@yahoo.com

10.En. Ismail Nasaruddin bin Abdul Kadir
Hospital Tuanku Jaafar Seremban
Jalan Rasah
70300 Seremban

11.En. Mohamad Nor Zaffuan bin Manap
F2 T3-3, Taman Melati
Jalan Genting Klang
53100 SETAPAK
019-360 8253

12.En. Mohd Yusoff bin Muhammad
249 Jalan Semarak 4
Taman Pancur Jaya
70400 SEREMBAN
019-651 5475

13.En. Muhammad Rusli bin Othman
22 Jalan 1/3 Taman Ixora
Bandar Baru Salak Tinggi
43900 SEPANG

14.En. Nasution bin Bahruddin
Surau Ehyaul Qulub
Kg. Jeram Bangkin, Dong
27400 RAUB
017-965 8095
nas@jaro.com.my

15.En. Raja Azam bin Raja Alam Shah
Aker Engineering Sdn. Bhd
Level 20, Menara HLA
Jalan Kia Ping
50450 KUALA LUMPUR
013-357 0327
raja.azam@akersolutions.com

16.En. Subari bin Ahmad
Blok Q, No.RM462, Lorong Bukit Setongkol 2,
Perkampungan Cenderawasih,
Bukit Setongkol
25200 KUANTAN
012-988 0490
013-965 6856
ariselba@yahoo.com.sg

17.En. Suhaimi bin Hj. Khalid
No 6, 1/2 Jalan Bendera Intan
Taman Bendera Intan
28400 MENTAKAB, PAHANG
khalidsuhaimi@yahoo.com

18.En. Tahirruddin bin Ahmad
No 6C Ruang Niaga DBI
Jalan Ghazali Jawi
31400 IPOH
016-520 0550

19.En. Wan Maizul Khar bin Mahmod
No. 44 USJ 4/8
47630 SUBANG JAYA
012-289 5491
012-644 9944
wanpahang05@yahoo.com

20.En. Zulkifli bin Ismail
No. 7, Jalan Sultan Mahmud
Kawasan Istana, Padang Negara
20400 KUALA TERENGGANU
018-383 2189

21.Pn. Khamzinor Asmiyah binti Abu Bakar
No. A-62, Perumahan LKNP
27000 JERANTUT
019-977 9508
zinor_9466@yahoo.com

22.Prof. Muhamad Bukhari Lubis
Fakuluti Bahasa
Universiti Pendidikan Sultan Idris
35900 TANJONG MALIM
013-424 5767
dr_blubis@yahoo.com
bohari@fb.upsi.edu.my

23.En. Samsol Bahari Wahab
10-1F, Jalan Au 1A/4F
Taman Keramat Permai
54200 KUALA LUMPUR
syamjoe@gmail.com

24.En. Mohd Saiful Akmal bin A. Karim
No 45 Jalan Perdana 13
Taman Nilai Perdana, Nilai
71800 Negeri Sembilan

25.En. Rofli bin Sulaiman
No 9, Jalan Impian Murni 3/7
Taman Impian Murni
43000 KAJANG
rofli@streamyx.com

26.Zulkarnain bin Shamsuddin


27.En. Wan Hamri bin Wan Hashim

Isnin, 1 Disember 2008

Pengabdi Republik Tak Mungkin Munafik

Pengabdi Republik Tak Mungkin Munafik

A.Rahim Qahhar
rahim_qah@yahoo. com


”Pak, saya dari Medan !”
“Wah, kita sekampung. Anak Medan jangan mau kalah dengan daerah lain, termasuk untuk lingkungan ASEAN,”
“Terima kasih, Pak!”

ITULAH dialog singkat antara penulis dengan Wapres H.Adam Malik di Istana Bogor , saat beliau menyerahkan bukunya “Adam Malik Mengabdi Republik” kepada penulis sekaligus menandatanganinya. Juga tertera di buku terbitan PT Gunung Agung yang baru diluncurkan itu tanggal 20/7/78.

Kenapa harus disebut ASEAN?
Ada dua hal yang saling berkaitan. Pertama, karena acara pertemuan silaturahim di Istana Bogor itu, adalah pertemuan para pengarang sehubungan berlangsungnya Pertemuan Sastrawan ASEAN 1978 di Taman Ismail Marzuki Jakarta dan Bogor.
Kedua, dengan menyebut ASEAN, orang pasti tahu bahwa nama Adam Malik cukup berperan dalam sebuah deklarasi bersejarah. ASEAN didirikan pada 8 Agustus 1967 oleh lima negara pemrakarsa, yaitu Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand di Bangkok melalui Deklarasi Bangkok. Menteri luar negeri penandatangan Deklarasi Bangkok kala itu ialah Adam Malik (Indonesia), Narciso R. Ramos (Filipina), Tun Abdul Razak (Malaysia), S. Rajaratnam (Singapura), dan Thanat Khoman (Thailand).

Dalam rentang waktu, nama tokoh patriot bangsa yang telah diakui sebagai pahlawan nasional pada 1998 itu tak disebut-sebut. Dua bulan lalu dikabarkan Museum Adam Malik ditutup. Menjelang akhir November ini, tiba-tiba berita terkuak sekaligus membuat orang tersentak.
Buku Tim Weiner, Membongkar Kegagalan CIA, 2008, menuding Adam Malik sebagai agen CIA. Buku yang judul aslinya Legacy of Ashes ini mengutip perkataan Clyde Mc Avoy, pejabat tinggi CIA yang menyatakan telah merekrut Adam Malik sebagai agen dan mengontrolnya. Lewat Adam Malik ini pula konon CIA mengucurkan dana 10 ribu US dolar untuk membiayai aksi pembasmian G30S-PKI.
Tim Weiner ternyata bukan penulis picisan. Ia pernah menjadi wartawan The New York Times, Weiner mengatakan telah melakukan investigasi dalam waktu yang lama. Menurutnya buku ini bersifat on the record, tidak ada sumber tanpa nama, kutipan tanpa identitas pembicara atau gossip. Sebagai penulis handal ia juga pernah mendapat penghargaan.

Tentu saja pihak keluarga Putra Siantar ini spontan bereaksi. Otto Malik, putra sulung berkomentar: "Pada awalnya saya dan keluarga marah. Tapi setelah baca buku ini saya malah tertawa. Karena buku ini sudah mengakui kalau buku ini salah," katanya. Otto menjelaskan, di dalam kata pengantarnya ditulis bahwa Tim Weiner sudah mengakui kesalahan dia. "Jadi enggak mungkin 'menembak' dia. Karena dia sudah memasang tembok. Apalagi disebutkan bahwa isi buku ini tidak semuanya mengandung kebenaran," tambah Ottto sambil tertawa. Dalam pandangan Otto, ayahnya tidak mungkin bertindak bodoh dengan menjadi agen CIA dan mengkhianati negaranya sendiri. "Alangkah tidak masuk akal. Ayah saya bertindak sebodoh itu," pungkas Otto.
Reaksi pun bermunculan dari berbagai pihak. Pakar sejarah Asvi Warman mengatakan hal itu sebagai fitnah. Wapres Jusuf Kalla yakin tidak mungkin Adam Malik seorang agen CIA. Lalu Amien Rais pun bilang “Saya tidak percaya seorang Adam Malik sebagai agen CIA,”. Sejarawan UGM Prof Dr Taufik Abdullah, di samping ikut menyangkal sekaligus menyarankan agar pihak keluarga, kolega, sahabat dan murid Adam Malik untuk membantah isi buku tersebut dan menjelaskan hal yang sebenarnya kepada publik. Bahkan sastrawan Taufiq Ismail justru lebih ekstrim lagi, dalam diskusi di layar kaca, ia mensinyalir ini semua kerjanya antek-antek komunis.

Pengabdi Republik
Pemuda cerdik berpostur kecil yang dijuluki ''Si Kancil” ini dilahirkan di Pematang Siantar, Sumatera Utara, 22 Juli 1917 dari pasangan Haji Abdul Malik Batubara dan Salamah Lubis. Tapi orang Malaysia mengklaim, Adam Malik lahir dan dibesarkan di Kampung Batu Sembilan, Chemor, Perak-Malaysia.
Sepupu Adam Malik sendiri, Haji Hasan bin Mohd Tasah Batubara, 65, Imam Masjid Chemor, mengatakan Adam Malik lahir dan dibesarkan di Chemor. Ayah Adam Malik, yakni Abdul Malik Batubara, berasal dari Hutapungkut Julu di Kotanopan, Tapsel pada tahun 1911 mempersunting gadis Mandailing yang tinggal di Chemor. Mempelai itu adalah Salamah Lubis, yang kemudian melahirkan Adam Malik sebagai putra ketiga, dan membawanya pulang ke Sumatera.

Usia 17 tahun ia telah menjadi ketua Partindo di Pematang Siantar (1934- 1935) untuk ikut aktif memperjuangkan kemerdekaan bangsanya. Keinginannya untuk maju dan berbakti kepada bangsa mendorong Adam Malik merantau ke Jakarta .
Tiga tahun kemudian, bersama Soemanang, Sipahutar, Armyn Pane, Abdul Hakim, dan Pandu Kartawiguna, memelopori berdirinya kantor berita Antara tahun 1937 di JI. Pinangsia 38 Jakarta Kota .
Ia merupakan personifikasi utuh dari kedekatan antara diplomat, wartawan bahkan birokrat.. Jangan terkejut, bila pria otodidak yang secara formal hanya tamatan SD (HIS) ini pernah dipercaya menjadi Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26 di New York . Ia orang Asia kedua yang pernah memimpin sidang lembaga tertinggi badan dunia itu.

Sebagai Menlu dalam pemerintahan Orde Baru, Adam Malik berperanan penting dalam berbagai perundingan dengan negara-negara lain termasuk rescheduling utang Indonesia peninggalan Orde Lama. Juga Adam Malik termasuk tokoh pemuda dalam gerakan proklamasi, yang mendesak Soekarno untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Dalam Sidang Umum MPR Maret 1978 terpilih menjadi Wakil Presiden Republik Indonesia yang ke-3 menggantikan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang secara tiba-tiba menyatakan tidak bersedia dicalonkan lagi.
Adam Malik memang seorang pengabdi republik!
Sepanjang hayatnya ia memegang tampuk jabatan yang jarang dimiliki oleh pejabat lain. Misalnya mulai sebagai Ketua III Komite Nasional Indonesia Pusat (1945-1947), Anggota Parlemen (1956), Anggota DPA (1959), Duta besar di Uni Soviet dan Polandia (1959), Ketua Delegasi Indonesia-Belanda (1962), Menko Pelaksana Ekonomi Terpimpin (1965), Wakil Perdana Menteri II/Menteri Luar Negeri RI (1966-1977), Ketua Sidang Majelis Umum PBB ke-26, Ketua MPR/DPR 1977-1978 dan terakhir sebagai Wakil Presiden RI (23 Maret 1978-1983) hingga beliau wafat di Bandung, 5 September 1984.

Tentu saja sulit untuk membuktikan Adam Malik benar-benar seorang agen CIA. Namun, bukan berarti hal itu menutup kemungkinan Adam Malik adalah memang benar-benar agen. Apalagi beliau memang seorang aktor politik yang kharismatik saat itu. Sementara Amerika Serikat punya kepentingan untuk merekrut agen-agennya di seluruh penjuru dunia. Apalagi AS saat itu adalah era perang dingin.
Mungkin saja rekaan itu muncul ketika diawali dengan pertemuan akrab antara Adam Malik dengan Presiden Richard Nixon yang berkunjung ke Indonesia , April 1967. Lalu beberapa bulan kemudian Dubes Amerika memberikan bantuan untuk Indonesia yang diterima oleh Adam Malik Desember 1967 dilanjutkan tambahan bantuan pada Februari 1968. Apakah ini sebuah isyarat bahwa Putra Siantar atau Si Kancil ini memang akrab dengan jaringan Amerika. Belum tentu, karena berkat kesigapan dan kepiawaiannyalah, pada periode itu juga Indonesia menerima bantuan dari Jerman, Inggris, Jepang maupun Pakistan .

Suatu ketika ia merendah-rendah dan merasa riskan dengan jabatannya sebagai Wapres, katanya ‘saya ini hanya sebagai Pelayan Umum No.2 di negara ini’ Dan sebuah pengakuan yang jujur dituliskannya dalam pengantar buku “Adam Malik Mengabdi Republik” tertera: Saya adalah seorang Islam Pancasilais, dan meyakini bahwa Bangsa Indonesia tidak dapat mengecilkan ideologi nasional ini karena lebih menyukai yang lain, apakah komunisme, kapitalisme atau keagamaan. Sementara putra sulungnya Otto bilang, ayah pernah mengatakan bahwa dirinya seorang sosialis, tapi sosialis berkeagamaan.
Ia sering mengatakan ‘semua bisa diatur’, tujuan kalimat itu cukup familiar dan positif, meskipun akhirnya dipelesetkan orang lain menjadi makna yang cenderung negatif. Semua bisa diatur, jangan-jangan agen CIA juga terperangkap pada ungkapan itu. Siapa yang diatur atau siapa yang mengatur. Cuma Si Kancil yang tahu.

Jadi, seorang pengabdi republik tak mungkin munafik!
Apalagi dalam relung kehidupannya, Ada m Malik telah ditanamkan oleh ayahnya sebuah prinsip yang kental bern uansa filosofis. Sang ayah mengatakan: Waspadalah selalu, karena orang yang tidak waspada hari ini, akan lebih tidak waspada besok!
Amaran semacam ini membuat kita harus pula waspada. Bukan mustahil Tim Wiener tidak semata-mata menembak Adam Malik, mungkin titik bidiknya ke sasaraan yang lain, yang lebih besar. Siapa tahu. Sayangnya, Adam Malik sudah kembali ke pangkuan Yang Khalik. Bila tidak, beliau pasti menulis buku trilogi yang lebih dahsyat lagi ketimbang Wiener.*
(MEDANBISNIS, Minggu 30 Nov.2008)