Ahad, 22 Februari 2009

Alam Minangkabau (01)


Alam Minangkabau (01)



Ditulis oleh Ibrahim Dt. Sangguno Dirajo
Sabtu, 07 Agustus 2004

Dewasa ini sangat minim sekali informasi mengenai adat yang kita dapati, seringkali kita mendengar tambo alam Minangkabau, tapi kita tidak seperti apa isi tambo itu sebenarnya. Begitu juga dengan adat Minangkabau seperti apa adat tersebut. Mulai dari tulisan ini kami dari admin akan memuat tulisan dari Ibrahim Dt. Sangguno Dirajo dalam bukunya Curaian Adat Minangkabau. Serta ucapan terimakasih kepada penerbit Kristal Multimedia Bukittinggi yang telah berkenan memberi ijin untuk menyadur isi buku tersebut.

Sedikit tentang penulis Ibrahim dilahirkan di sungayang Sumatera Barat pada tahun 1958. Pendidikan dimulai di Sekolah Government di Batusangkar, tamat tahun 1968. Pada tahun 1870 beliau menjadi juru tulis Tuanku Titah di Sungai Tarab. Tuangku ini ahli dibidang adat Minangkabau. Maka saat itu beliau tertarik dan memperdalam pengetahuan dibidang Adat Minangkabau sehingga beliau diangkat menjadi Penghulu Andiko pada tahun 1913 dengan gelar Datuak Sangguno Dirajo.
Dalam tulisan alam Minangkabau akan dimuat berseri. Semoga hal ini bermanfaat bagi pembaca.

I. Pulau Andalas

Menurut bunyi Tambo Alam Minangkabau, adapun orang yang pertama datang mendiami pulau andalas adalah ninik kita Sri Maharaja Diraja namanya. Beliau datang datang kemari dari tanah besar Voor Indie, tanah Rum kata orang tua tua, dan beliau kesini bersama dengan ke enambelas orang laki laki perempuan dari kasta Cateri. Selain itu dibawanya juga Kucing Hitam, Harimau Campo, Kambing Hutan dan Anjing Muk Alam.

Dikatakan Kucing Hitam, Harimau Campo dan lain lainnya itu, sekali kali bukanlah bangsa binatang, tetapi manusia biasa juga. Mereka dijuluki dengan nama nama seperti itu sesuai dengan tingkah laku dan perangai mereka. Semuanya perempuan dan dipelihara oleh ninik Maharaja diraja seperti memelihara anaknya sendiri.
Ninik Sri Maharaja Diraja berlayar dari tanah besar itu dengan sebuah perahu kayu jati. Mula mula mereka berlayar melalui pulau Jawa yang saat itu belum terlihat tanah pulau Jawa itu. Yang tampak hanya puncak gunung Serang dan dipulau itu perahu beliau tertumpuk batu karang sehingga mengalami kerusakan dan tidak bisamelanjutkan perjalanan. Pada saat itu menitahlah ninik Sri Maharaja Diraja kepada mereka yang berada diatas kapal itu "Barangsiapa yang dapat memperbaiki kapal ini seperti sediakala, akan hamba ambil sebagai menantu"

Mendengar titah itu beb erapa cerdik pandai segera berunding, mencari akal agar dapat memperbaiki perahu itu. Maka dengan karunia Allah, maka lima orang tukang segera bekerja dan kapal itu dapat diperbaiki kembali. Sri Maharaja merasa senang dan suka hati serta memuji kepandaian para tukang tersebut.

Kemudian perjalanan dilanjutkan sampai pada suatu kektika mereka melihat sebuah gosong tersembunyi di dalam laut. Tergilang gilang kelihatan dari jauh kira kira sebesar telur ayam, hilang timbuldilamun ombak.

Setelah sampai disitu kiranya ada tanah lebar dengan datarannya, berlabuhlah ninik Sri Maharaja Diraja diatas gosong itu. Gosong itu adalah puncak gunung merapi yang sekarang ini. Disanalah berdiam ninik Sri Maharaja Diraja bersama dengan para pengikutnya. Itulah ninik kita yang mula mula mendiami pulau Andalas ini, hingga menjadi juga oleh yang tua tua dengan memakai pantun ibarat :

Dimana mulanya terbti pelita
Dibalik tanglun nan berapi
Dimana mulanya ninik kita
Ialah di puncak gunung Merapi

Kata orang yang menceritakan, takkala ninik Sri Maharaja Diraja berada di puncak gunung Merapi itu beliau berdo' a supaya disusutkan air laut.
Dengan karunia Tuhan air laut semakin hari semakin susut juga dan bertambah lebar tanah daratan sehingga nyatalah tempat tempat itu adanya diatas gunung yang sangat besar.

Kata sahibulhikayat, takkala beliau masih berdiam dipuncak gunung itu, dengan takdir Tuhan orang orang yang bernama Kucing hitam, Harimau campo, Kambing hutan dan Anjing Muk Alam masing masing melahirkan seorang anak perempuan. Begitu pula istri Ninik Sri Maharaja Diraja melahirkan seorang anak perempuan pula. Sekalian semua anak itu dipelihara oleh ninik Sri Maharaja Diraja dengan kasih sayang yang tiada dibedakan. Kemudian kelak setelah anak anak itu besar, mereka dinikahkan dengan 5 tukang yang memperbaiki kapal tadi.

II. Galundi Nan Bersela dan Guguk Ampang

Setelah beberapa lama mereka berdiam dipuncak gunung itu, air laut sudah berangsur susut juga dan bertambah besar juga tanah daratan, maka sekalian orang itu berpindah kesebuah lekung dipinggang gunung Merapi itu.

Oleh Sri Maharaja Diraja tempat itu diberi nama Labuhan Sitembaga. Disitulah pada masa dahulu ada Sirengkak nan Berdengkang. Disitu pulauntuk pertama kalinya orang menggali sumur untuk tempat mandi dan tempat mengambil air minum, karena disekitar tidak ada air tawar, yang ada hanya air laut.

Selanjutnya mereka membuat sepiring sawah bernama sawah setampang benih. Disebut setampang benih karena dengan padi yang setampang itu sudah mencukupiuntuk makan orang disaat itu, karena mereka belumbanyak. Padi itu pula menjadi asal padi yang ada sekarang. Sepanjang cerita orang tua tua.

Lama kelamaan tumbuh pula Galundi nan Bersela, air laut bertambah susut juga dan daratan bertambah luas, maka Cateri Bilang Pandai mencari tanah yang lebih baik untuk mereka huni.

Ditemukan sebuah guguk disebelah kanan dari Galundi nan Bersela tadi, dan sekalian orang yang berada di Galundi berpindah ke ketempat baru itu. Tempat itu diberi nama oleh ninik Sri Maharaja Diraja serta Cateri Bilang Pandai dengan nama Guguk Ampang.

III. Nagari Pariangan dan Padang Panjang

Tidak berapa lama antaranya, orang orang yang menetap di Guguk Ampang berpindah pula dengan membuat setumpak tanah yang datar di baruh Guguk Ampang itu.
Tanah disini lebih baik daripada tanah di Ampang Gadang. Mereka pun berbondong bondong membuat tempat tinggal ditempat yang baru ini dan oleh ninik Sri Maharaja Diraja beserta Cateri Bilang Pandai tempat ini diberi nama Perhurungan. Guguk Ampang tadi pada saat ini bernama kampung Guguk Atas. Lama kelamaan orangpun bertambah kembang juga, dan kampung Perhurungan bertambah maju. Orang semakin hari semakin riang pula.

Atas prakasa ninik Sri Maharaja Diraja beserta cerdik pandai masa itu, dibuat semacam permainan anak negeri seperti Pencak Silat, Tari Payung dan bermacam peralatan untuk gung dan talempong, gendang, serunai rabab, kecapi dan lain lain sehingga menjadikan orang bertambah riang juga disetiap waktu.

Suasana masyarakat yang selalu dalam keadaan riang itu, menimbulkan keinginan dari ninik Sri Maharaja Diraja dan Cateri Bilang Pandai untuk menganti nama kampung menjadi Pariangan.

Kemudian karena bertambah kembang juga, seorang hulubalang ninik Sri Maharaja Diraja pergi membuat tempat tinggal dekat sebuah batu besar disuatu tanah disebelah kanan pariangan. Karena tempat itu baik pula, berdatangan orang pariangan membuat tempat tinggal disitu.

Lama kelamaan tempat itu menjadi sebuah kampung yang ramai pula. Oleh Cateri Bilang Pandai kampung itu diberi nama Padang Panjang. Sebab yang pertama sekali menemukan daerah itu adalah hulubalang yang menyandang gelar Pedang nan Panjang. Kampung Pariangan dan Padang Panjang semakin hari semakin ramai, dan kedua kampung ini dibawah hukum ninik Sri Maharaja Diraja.

Pada suatu hari bermusyawarahlah segala isi kampung Pariangan dan Padang Panjang untuk mendirikan sebuah Balairung tempat raja duduk menghukum (memerintah) beserta orang besar lainnya Datuk Suri Diraja, Cateri Bilang Pandai yang bernama Indra Jati. Balairung itu didirikan didalam kampung Pariangan, dihiasi dengan lapik lalang.
Ruangan hanya sebuah saja sehingga sampai saat ini disebut orang Balai Saruang. Disitulah tempat ninik Sri Maharaja Diraja dan orang orang besarnya menghukumwaktu itu.

Disadur oleh : Dewis Natra
Sumber : Buku Curaian Adat Minangkabau
Penerbit : Kristal Multimedia Bukittinggi

Bahasa Rao Di Nogori Sembilan

Bahasa Rao Di Nogori Sembilan

Walaupun sudah beberapa kali datang kerumah Pak Shawal, namun hari rabu itu saya di telepon oleh beliau cukup lama. Berkali-kali beliau mengatakan dalam telepon itu “sekondakhati bukanlah generasi pertama yang datang ke tanah Melayu”. Menurut pengusaha berjaya keturunan Rao Koto Rajo asal Tapah itu, “jauh sebelum sekondakhati, telah ramai orang Rao yang berhijrah ke tanah Melayu”. Pengaruh orang Rao menurutnya telah sampai ke nogori sembilan. Orang mandahiling yang ada di Perak menurutnya semua menggunakan bahasa Rao, pengaruh bahasa Rao juga terdapat dalam bahasa Kelantan dan sebagainya.
Menurut beliau, suku yang mempengaruhi adalah suku yang kuat dan kokoh, sehingga orang lain terpengaruh dan ingin menjadi bagian darinya. Sejarah mencatatkan bagaimana Barat dan Eropah menjadi ke Árab-araban dan mengikut style Arab dizaman keemasan Islam dahulu dan sekarang dunia menjadi ke Barat-baratan yang mengikut gaya Barat kerana saat ini adalah zaman keagungan Barat yang mengalahkan dunia lain. Pak Shawal melanjutkan, “cubo dongar ge lagu nogori sombilen, apo kono eh jang”...
Sebagai seorang akademisi yang terikat dan berpegang teguh pada prinsip dan data-data ilmiyah, saya tidak mahu menerima kenyataan itu begitu sahaja tanpa soal selidik terlebih dahulu. Hari sabtu saya pergi ke Maydin masjid India membeli dan memborong semua koleksi CD Ally Noor & Mastura. Saya langsung “jatuh cinta” mendengar lagu-lagu itu. Di samping kelakar, cerita dalam lagu hampir sama dengan kisah saya. Seolah lagu-lagu itu menceritakan nasib saya yang ditinggal kahwin oleh seorang kekasih setelah empat tahun lebih kami berkawan baik. Seperti cerita itu, saya juga telah jumpa dan mendapatkan persetujuan orang tuanya. Tetapi taqdir menentukan lain yang membuat saya ridha dan tawakkal menerima taqdir dari_Nya dan menjadi “bujang lapuk” hingga ke hari ini.
Mendengar lagu-lagu negeri Sembilan yang dinyanyikan oleh Ally Noor & Mastura memang menyeronokkan. Tetapi tanpa disadari ada sesuatu yang lain dalam lagu yang terkenal dan menggelitik dengan lagu apo kono eh jang itu. Pernah tak kita menyedari bahawa di dalam lagu-lagu itu terdapat banyak sekali unsur-unsur bahasa Rao. Penulis pernah belajar di Tapanuli selama tujuh tahun dan belajar di Minangkabau selama empat tahun. Bahasa yang dilagukan oleh kedua artis nogori sembilan itu bukanlah bahasa minang murni, dan bukan pula bahasa mandahiling, tetapi terdapat unsur-unsure bahasa Rao yang banyak di dalamnya.
Pertanyaan selanjutnya adalah kenapa bahasa nogori sombilan dipengaruhi oleh bahasa Rao? Pernahkah orang Rao maju dan `berkuasa` dinegeri sembilan? Siapakah dan tahun berapa generasi pertama asal Rao datang ke Negeri Sembilan dan masih adakah keluarga Rao yang menetap di nogori sembilan saat ini?. Mungkinkah kerana Raja nogori sembilan saat ini adalah keturunan Minang Bukit Tinggi, membuat orang Rao menghilangkan identitinya sebagai orang Rao? (sebuah pertanyaan yang pastinya tidak akan mampu dijawab oleh artikel yang singkat ini)
Di nogori sembilan terdapat kuburan Tuanku Tambusai yang berasal dari Riau yang bersempadan dan berjiran dengan Rao. Tuanku Tambusai yang juga sebagai pahlawan nasional Indonesia ini, dulunya pernah belajar agama dan berjuang di Rao. Tuanku Tambusai melarikan diri ketanah Melayu kerana tidak mahu tunduk dengan kehendak penjajah Belanda yang sudah menaklukkan Rao ketika itu (Wan Mohd. Shaghir Abdullah) Kemungkinan Tuanku Tambusai membawa pengikut orang-orang Rao datang ke Tanah Melayu juga adalah sesuatu yang masuk akal. Ini kerana sejarah mengenal perjuangan tiga serangkai iaitu; Tuanku Imam Bonjol, Tuanku Tambusai dan Tuanku Rao yang sezaman dan memiliki ikatan yang rapat.
Buyuang adalah panggilan sayang kepada anak lelaki. Jang adalah singkatan ujang yang berasal dari kalimat bujang yang bermakna hansem (gagah) adalah panggilan manja dan sanjungan kepada anak lelaki di Rao. Di sini penulis hanya akan menuliskan sebahagian kecil kadungan bahasa Rao yang terdapat dalam nyanyian nogori sembilan Ally Noor & Mastura tersebut, iaitu;
Bahasa Rao/Lagu Bahasa Minang Bahasa Rao/lagu Bahasa Minang
Mano Ma Porang Parang
Poi Pai Baden Badan
Kobou Kabau Tompek Tampek
Gulei Gulai Koreh Kareh
Sobolango Sabalango Kobun Kabun
Monuang Manuang Tobang Tabang
Ompuak Untuak Tolontang Talantang
Sonang Sanang Tontu Tontu
Do Nyo Pojom Pajam
Domom Damam Omak Amak
Copek Capek Tompek Tampek
Morano Marano Poniang Paniang
Baden Badan Jowobnyo Jawabnyo
Ongah Uda Solemo Salemo
Podiah Padiah Tompah Tampah
Jangen Jan Bolakang Balakang
Ondak Nyio Monggigik Manggigik
Togah Tagah Monangih Manangih
Sonang Sanang Monyobuik Manyabuik
Konang Kanang Jowobnyo Jawabnyo
Omak Amak Disobuik Disabuik
Ontahlah Antahlah Apo layi A layi
Mujuar Untuang Bobuih Babuih
Obang Azan Konyang Kanyang
Menurut pak Shawal, orang Rao telah datang ke tanah Melayu bermula dari abad ke enam belas lagi. Namun seperti biasa, belum ada data-data tertulis yang mengatakan demikian. Ini juga kerana budaya tulis baca belum terkenal ketika itu. Tetapi orang yang datang selepasnya akan menjadikan orang yang pertama kali hijrah itu sebagai tepatan tempat singgah.
Penghijrahan orang Rao ke tanah Melayu jauh sebelum adanya negara Indonesia yang hanya berdiri pada 17 Ogos 1945 dan jauh sebelum adanya kerajaan Malaysia yang hanya berdiri semenjak 31 Ogos 1957. Diwaktu itu Nusantara tidak dibatasi oleh sempadan dan batasan, bahkan penghijrahan dari satu tempat ke tempat lain dalam wilayah Nusantara biasanya di alu-alukan dan disambut bagaikan menyambut sang pahlawan. Ini kerana setiap negeri ketika itu memerlukan orang ramai untuk membuka lahan-lahan pertanian yang baru untuk menukar hutan belantara menjadi perkebunan. Morodah segala macam bahaya untuk mencari sumber kehidupan. Ini juga kerana yang hijrah dan yang menerima penghijrahan itu memiliki identiti yang sama. Kesamaan dari segi bentuk tubuh, warna kulit, budaya, bahasa, agama dan berbagai-bagai kesamaan lainnya membuat mereka merasa bersaudara antara satu dengan lainnya. Belum ada mengenal sistem paspor, Visa dan Viskal ketika itu.
Seperti yang diceritakan oleh Pak Shawal, Selayang umpamanya dibuka oleh orang selayang Rao, Pudu Raya pula diambil dari nama orang Rao yang bergelar pudu dan ibunya yang bernama Raya. Pudu adalah bahasa Rao yang bererti idiot. Adalah menjadi kebiasaan orang Rao untuk membuat panggilan yang rendah sebagai gurauan kepada rakan-rakannya. Saya juga pernah mendapat alamat email tungkik = air telinga dari keturunan Rao di sini. Mungkin kebiasaan ini jugalah yang membuat orang Rao menjadi low profile sampai saat ini. Apa yang saya temui, keturunan Rao memiliki otak yang cerdas dan ramai yang berjaya serta hebat-hebat belaka, tetapi tetap sahaja rendah diri (low profile). Bab ini mungkin perlu diskusi pakar lanjut lagi tentunya.
Tulisan ini jauh dari apa yang dikatakan sempurna. Diharapkan selepas ini akan ada anak-anak keturunan Rao dan mereka yang peduli, membuat kajian tentang “Pengaruh Bahasa Rao Dalam Bahasa Nogori Sembilan” melalui latihan ilmiyah, thesis atau disertasi lainnya diberbagai universiti.
Wallahu a`lam, Kuala Lumpur, 21/02/09,
Afriadi Sanusi
PhD cand. Islamic Political Science, University of Malaya
HP. 0122955829/ Email; adirao76@gmail.com