Sabtu, 10 Januari 2009

SEJARAH RAO





SEJARAH RAO

Oleh: ReskiHassan










Cerita berikut ini saya dapatkan dari beberapa sumber (orang-orang yang sudah tua di Penduduk asli yang mendiami Rao pada awalnya adalah orang Leco atau orang Leso. Ciri-ciri orang leso bertubuh lebih kecil daripada orang-orang lain mereka biasa hidup berkelompok di dalam hutan, mengkonsumsi ikan yang mereka tangkapi dari sungai-sungai di sepanjang daerah Rao yang dulunya adalah hutan dan rawa-rawa. Orang leco dulunya menetap di kampung yang sekarang disebut dengan Lubuk gadang atau Ranjau batu ( Kecamatan Mapat Tunggul pecahan dari kecamatan Rao) Kedatangan Suku bangsa Lubu dari Kamboja yang masuk melalui bagan siapi-api (Riau) sampai ke Lubuk gadang Pada Abad Ke 1 sampai dengan abad ke 5 Masehi menggusur keberadaan orang Leco. Karena mereka takut dengan Postur tubuh Orang suku bangsa Lubu yang jauh lebih tinggi daripada postur tubuh mereka. Orang Leso kemudian mencari hutan-hutan yang lebih dalam untuk mereka tinggali. Sementara daerah asal mereka didiami oleh Suku bangsa Pendatang yaitu Suku bangsa Lubu. Konon karena itulah daerah tersebut dinamakan Lubuak Godang yang diambil dari nama Lubu. Sekitar 15 Tahun yang lalu orang Leso sekali-kali sering tampak oleh penduduk Rao di sekitar Hutan mereka biasanya meminta garam ke Penduduk yang mereka temui (saya kurang paham dengan bahasa apa yang mereka pakai utuk berkomunikasi)

Orang Lubu berkembang biak sepanjang Sumatera dan konon juga katanya setiap jejak daerah yang pernah mereka tinggali selalu bernama Lubu/Lubuak/Lubuk didepannya seperti Lubuak Godang, Lubuak Layang, Lubuak sikaping dan lain-lain.

Agama suku bangsa Lubu adalah Agama Hindu dan mempberlakukan Sistem kasta antara lain:

1. Kasta Brahmana yang berubah menjadi Suku Ompu
2. Kasta Kesatria yang berubah menjadi Kandang Kapauak
3. Kasta Waisa yang berubah menjadi Suku Mandialang
4. Kasta Sudra yang berubah menjadi Suku Pungkut

Kasta sudra masih pecah lagi menjadi beberapa suku tetapi saya lupa nama suku-suku tersebut

Sekitar abad Ke 6 masuklah agama Budha dan menghapus sistem kasta yang ada dan berubah menjadi suku-suku diatas. Sekitar Abad Ke 14 Masehi Lahirlah kerajaan-kerajaan di sumatera antara lain: Mandailing, Minang Kabua (bukan minang kabau, mungkin saja cikal bakal minag kabau) dan Darmasraya.

Cerita lain yang saya dengar, di Rao dulu ada sebuah kerajaan yang sangat besar, istana kerajaan inilah kabarnya yang dijadikan benteng Van Amerongen (Benteng Pertahanan Belanda pada saat Perang Paderi). Ada yang menyebutkan nama kerajaannya adalah kerajaan Gajah Morom, arsitektur Rumah adatnya menyerupai Rumah adat minang kabau sekarang ini, hanya saja gonjongnya lebih sedikit, dan dibagian tengah atap ada gambar gajah yang sedang duduk. Saya berjanaji Insya Allah akan saya minta sketsa istana ini kepada salah satu orang tua yang masih memiliki sketsa Istana tersebut.

Bukan tidak mungkin Rao dulunya merupakan kerajaan yang besarkarena letak nya sangat strategis dan merupakan persinggahan pedagang di sumatera. Letak Istana Rao dulu juga sangat strategis berada dia atas ketinggian yang jika memandang ke sekeliling akan terlihat pemandangan lembah dan selingkung bukit barisan. Rao juga dulunya penghasil Emas, anda bisa baca di “Cataten Rao” diatas. Konon bangsa belanda yang dulu singgah di Rao selalu menetap lama di Rao dan membawa dan membawa emas sebagai Oleh-oleh dari rao. Selama menetap mereka biasanya menyimpan emas di dalam tanah agar tidak dicuri orang lain.

Menurut cerita emas-emas mereka masih banyak yang tertimbun karena pada saat terdesak saat perang Paderi mereka lupa membawa emas mereka. Bukan tidak mungkin juga, saya sering menemui orang-orang dari negeri Belanda melancong ke Rao dan berjalan mengelilingi Tanah bekas Benteng van Amerongen, bisa saja mereka mencari emas yang dulunya di timbun nenek moyang mereka. Tapi biasanya mereka tidak pernah bermalam di Rao hanya berputar-putar di sekeliling Tanah bekas Benteng beberapa jam lalu pergi. Mereka juga sangat tertutup jika ditanyai tujuan kedatangannya, ada juga yang berkilah tidak bisa berbahasa Selain bahasa Belanda.

Wallahu alam

Tiada ulasan: